Saturday, April 4, 2009

Telaga Senja (3) moved to: http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/2009/04/telaga-senja.html

Thursday, April 2, 2009

Telaga Senja(2)


That’s The Way It Is lyrics
I can read your mind and I know your story /I see what you’re going through /It’s an uphill climb, and I’m feeling sorry /But I know it will come to you /Don’t surrender ‘cause you can win /In this thing called love

When you want it the most there’s no easy way out /When you’re ready to go and your heart’s left in doubt /Don’t give up on your faith /Love comes to those who believe it /And that’s the way it is

When you question me for a simple answer /I don’t know what to say, no /But it’s plain to see, if you stick together /You’re gonna find a way, yeah /So don’t surrender ‘cause you can win /In this thing called love

When you want it the most there’s no easy way out /When you’re ready to go and your heart’s left in doubt /Don’t give up on your faith /Love comes to those who believe it /And that’s the way it is ............

DALAM keputusasaan setelah tidak menemukan Rina, Lam Hot dan Rima, mataku tertarik dengan satu gedung bersebelahan dengan Hotel berbintang. Seorang satpam menghentikan langkahku ketika mau massuk ke dalam gedung yang ternyata tempat perjudian, casino. Satpam mengijinkan aku masuk setelah menunjukkan jumlah uang yang aku bawa. Jumlah uang yang dititipkan Susan sebelum berangkat aku bawa dan masih utuh.

Dari sejumlah permainan, hanya satu jenis permaian yang cepat dapat dimengerti, rolet; berbeda dengan jenis permainan black jack yang membutuhkan keterampilan. Beberapa saat aku melihat dan mempelajari bagaimana cara bermain. Selain membunuh rasa jemu, aku mulai tertarik dengan jenis permainan bacarat, agak mudah, tak membutuhkan keterampilan seperti permainan black jack.

Tadinya bermain iseng, akhirnya menjadi serius. Uang titipan Susan hampir ludes, cucuran keringat membasahi tubuh meski ruangan ber ac. Aku mengumpat pada diriku sendiri seraya bergegas meninggalkan casino, rumah jahanam itu.

Sebelum meninggalkan ruangan casino, seorang pelayan menyerahkan satu lembar voucher; lunch dan satu kamar untuk satu malam di hotel yang bersebelahan dengan casino.

***

AKU bingung bagaimana menemukan Rina dan adikku di tempat baru pertama aku kenal. Aku putuskan masuk kamar dengan perasaan kesal karena kekalahan di meja judi. Pikiran terus berkecamuk atas kekalahan . Aku semakin penasaran.

Sejumlah John Toel ( sebutan untuk orang yang mengharapkan pemberian dikala penjudi menang, pen) dan seorang perempuan mengingatkan: ” Bang mainnya jangan emosi. Meski membawa uang satu kapal akan ludes kalau tidak kontrol diri.”

“ Ito, ( mas, pen) buat target menang atau kalah,”ujar seorang perempuan muda menimpali.
“ Heh...dari mana kamu tahu aku orang batak,?” tanyaku penasaran .
“ Dari gaya bicara abang. Kalau kartu abang jelek selalu mengoceh kimbek; itu khas batak Medan,”ujarnya renyah. “ Ikutin caraku main, selain kontrol diri, harus punya feeling,” lanjutnya.

Aku mengikuti pola permainannya dan menahan diri, dalam satu jam uang kekalahanku telah kembali .

“ Bang aku mau pulang, mainnya hati-hati jangan emosian,” ujarnya mengingatkan, dia beranjak dari kursinya.
“ Tunggu dulu, aku panggil kakak atau ibu.”
“ Panggil saja Ria,” jawabnya
“ Margamu apa, jangan-jangan kamu ito atau paribanku.”
Ria balik bertanya, “ kamu marga apa,?”
Setelah menyebut margaku, Ria tertawa, berujar: ” Marga kita tak sama dan tidak kena mengena,panggil saja nama,” balasnya tersenyum.

“Ria mau pulang?”
“ Iya, kenapa? Tadi aku sudah katakan, kalau mau main harus punya target menang atau kalah; cukup sudah tagetku hari ini.”

“ Sebelum pulang, bagamana kalau kita minum di coffe shop? Aku punya voucher, mau.?”
Ria mengangguk tanda setuju. Sebelum kami menuju coffe shop, Ria mengajakku menukarkan chip ( pengganti uang taruhan, pen) ke kasir.

“ Tukarkan uangnya dengan cheque cash, jangan dengan lembaran uang,” usulnya.
Aku dan Ria cepat akrab, karena setiap pembicaraan kami tentang Medan saling nyambung, mulai dari cerita sekolah dan tempat rendezvous anak-anak muda.
Diselah pembicaraan, Ria mengingatkan agar menghentikan judi sebelum ketagihan: “Jangan seperti aku, tiada hari tanpa judi. Hati-hati dengan dengan perempuan-perempuan cantik disekitar casino dan hotel ini; jangan percaya dengan mereka.”

“ Bagaiamana aku tahu kalau mereka perempuan nakal.?
“ Mereka akan merasa dekat dengan abang kalau menang, tetapi kalau abang kehabisan duit mereka semua akan menjauh.”

“ Kalau boleh tahu, kenapa Ria terjebak di meja judi? Apa suamimu yang marah?”
“ Heh..! Bagaimana abang tahu aku punya suami? Ah...abang sok tahu.!” ujarnya sambil beranjak dari kursi.
“ Maaf, tunggu jangan pulang dulu, aku nggak tahu jalan pulang.?

Ria menatapku keheranan. “ Segede ini nggak tahu pulang? Abang mau pulang, iya ke airport! mau diantar,?” tanyanya ngenyek.
“ Ria, aku nggak tahu pulang kerumah, sungguh. Kali pertama aku berkunjung kesini. Alamat rumah ketinggalan di dalam tasku. Sejak pagi aku kehilangan jejak adik dan temanku Rina. Itu sebabnya aku main judi.”

“ Kamu naik taksi saja.”
“Iyalah aku tahu, tapi aku takut diperdaya sopir taksi dengan argo kuda.”

“ Mau mu aku antarin.!”
“ Kalau nggak keberatan, tetapi aku mau main sebentar.!”
“ Sampai pukul berapa.?”

“ Takut kepada suami.?”
“ Sialan.! Darimana sih kamu tahu aku punya suami.?”
“ Dari cara pakaianmu.!”

“ Apa bedanya pakaian yang punya suami dengan yang belum.?”
“Ah, rahasiakulah itu.”
“ Aku menduga, abang pernah pacaran dengan ibu-ibu.”
Ah, kamu sok tahu. Bagaimana kamu punya kesimpulan seperti itu.?”
“ Ah, rahasiakulah itu,” ujarnya meniru ucapanku . (Berambung)

Los Angeles. April 2009

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

TELAGA SENJA ( 1)


http://www.youtube.com/watch?v=5VMdiX5tq5A

Dalam kelam malam
duduk terpaku terpasung rindu
rindu berlari engah dibelantara luas
bagai kijang rindu telaga

Bayang-bayang sepi menghantui kalbu
hening, membelengu rindu
angan menata tapak bayang
pada rentang waktu

Sahabat menahan rindu
sendu
tak tahu jarak waktu
memuas rindu


SEHARIAN langkahku berat menapak waktu menembus sunyi, galau, meski aku ditengah crowdednya kehidupan megapolitan. Terik sinar mentari tak mampu mencairkan rindu dendamku. Angin semilir malam itupun tak pernah menjawab ketika aku bertanya, berapa lama rindu mendera sukmaku. Bayang wajah senyum, airmata dan amarah Magdalena tak pernah beringsut dari sudut hati; disudut itu kenangan bertumbuh subur seiring perjalanan waktu.

Dalam mimipi, aku berjalan tertatih lesu di hamparan pasir putih panas menyengat selepas terhempas oleh gulungan ombak samudra luas. Dalam mata rabun berkunang, pucuk kelopak bunga luruh diatas tangkai hampir menyentuh pasir. Dahaga yang membuat kerongkongan kering kerontang diriku tak mampu menggapai kelopak yang luruh sebelum waktunya.

***

“ Hei...bang...bangun. Abang ngingau sepanjang malam,” entak adikku Lam Hot. “ Daripada abang terus tersiksa rindu, lebih baik kembali ke Medan saja. Atau kenapa nggak menhikah saja?” tambahnya.

“ Halah kamu juga cengeng ketika kau pulang kampung. Kurencong pula kau nanti. “
“ Kutikam kau” balasnya.
Halahhh...... kamu berjam-jam dikantor wedana ( kecamatan) telefon Rima, padahal baru berpisah dua hari,” balasku. Kami terbahak dipagi mengenaskan itu. Sementara aku dan adikku saling mengejek, ketukan pintu kamar bertalu-talu, “ Hei mas-mas buruan sudah pukul delapan; kok ketawanya seperti dapat pacar baru,” teriak Rina kakak Rima pacar adikku dari balik pintu kamar.
“ Mas, siap-siap kita mau berangkat. Mau mandi dulu atau aku buatkan kopi,” tanya Rina ketika aku membuka pintu.

“ Ya, biarkan Lam Hot yang duluan mandi,” ujarku sambil melangkah keruangan tamu. Pikiran masih terganggu akan makna mimpi malam. Aku melorotkan tubuhku diatas sofa.
“ Mas, jangan bengong seperti itu,” suara Rina mengagetkan, ketika melihat wajahku menatap kedepan, hampa.
“ Oh...nggak. Aku nggak bengong.”

Rina menangkap gagap mulutku, “ mas rindu dengan seseorang.?”
“ Oh..iya..oh..bukan. Aku ingat orangtuaku,” jawabku .
“Bukan pacar mas.?”
“ Ya juga.”
“Baru seminggu terasa sewindu iya kak,” selah Rima pacar adikku. Hm..bening matanya mengingatkan temanku Ira, pramuria diskotik yang pernah mampir sejenak dalam pikiranku.
***
AKU, Lamhot, Rina dan Rima adiknya duduk melingkar disi meja menikmati serapan pagi sebelum berangkat menuju taman hiburan Ancol.
“ Mas, duduk disini,” ajaknya seraya menarik tanganku duduk disisinya, sementara Rima duduk dipangkuan adikku Lam Hot.

“ Rina mau aku pangku, gantian, adikku pangku adikmu,” kelakarku.
Hush! mas berani-beraninya, ntar pacarmu marah.”
Hih...kakak Tan Zung berani malu,” sambut Rima adiknya.

“ Siapa nama pacarnya mas?”
“ Banyak ! Mau yang mana, pacar sekarang, dua minggu, lima bulan, setahun atau yang lima tahun.?”
“ Busyet! Kakak punya pacar berapa?” sergah Rima.

“ Banyak, dari usia remaja hingga ibu-ibu.”
“ Mas! Aku tanya serius,” seru Rina.
“Aku juga jawab serius.”
Huh! payah orang Medan.”
“ Aku bukan orang Medan. Aku orang Batak-Aceh.”
" Aku baru tahu ada suku Batak Aceh,"balasnya seraya menyedok nasi dan lauk kepiringku.
***
“ Mas, mau dicariin kerja ? Kalau mau, Senin depan aku temani mas melamar pekerjaan ke tempat pakle; kebetulan mereka butuh jurusan akuntansi,” ujar Rina dalam perjalanan menuju taman Ancol.

‘Terimakasih Rin. Aku akan mencoba mencari sendiri.” Dalam hatiku tidak begitu tertarik bekerja dalam perusahaan yang ada kaitannya dengan keluarga. Tiba di Ancol, Rina mencegahku ketika mau membayar uang taksi.
“ Biar aku yang bayar, mas kan belum bekerja.”
“ Rina juga belum."
“ Sudah, aku kerja habisin uang papaku,” jawabnya centil disambut ketawa adikku Lam Hot dan Rima.

Adiku Lam Hot dan Rima segera memisahkan diri meninggalkan aku dan Rina disebuah art galery. Masuk ke ruangan ini bagiku seperti memasuki dunia fantasi. Aku terlalu asyik menikmati sentuhan warna pada kanvas hingga terlupa kalau aku bersama dengan Rina; aku merasa berpergian dengan Magdalena.

“Mas, belum puas ? Disana masih banyak lukisan,” ujarnya mengganggu kenimkmatanku mengurai makna lukisan abstrak yang digelar didinding.
“ Ya...iya sebentar, “ ujarku tanpa menoleh.

Aku bergerak dari satu lukisan kelukisan lain tanpa menyadari, aku mengabaikan Rina yang terus mengikutiku. Agaknya dia kurang tertarik dengan jenis lukisan abstrak. Berulangkali aku berceloteh tentang makna garis lurus dan lekuk diatas kanvas, namun tanpa respons. Hampir saja dia kuhardik, ughh....dia Rina bukan Magdalena sahabat lamaku.

Rina meninggalkanku sendirian, aku memang terlalu egois hanya ingin memuaskan diri sendiri. Bebeberapa saat aku mencarinya tapi tak ketemu, juga adikku. (Bersambung)

Los Angeles. April 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Wednesday, March 18, 2009

Dosenku "Pacarku" (101- S E L E S A I)

===============
Zung, izinkan aku menciummu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi dan juga sebagai saudara," ucapnya
===============
MAGDA menyandarkan wajahnya diatas dadaku setelah mencium seraya menyeka air mata dengan saputangannya.
" Magda, waktu jua yang akan memisahkan kita. Ternyata pemilik waktu itu belum merestui kita. Magda telah tulus melepaskanku? Jawablah aku Magda. Dalam beberapa menit lagi kita sudah akan berpisah," desakku.

Magda diam, membisu. Perlahan menggelengkan kepalanya, kembali dia membenamkan wajahnya dalam pelukanku. " Aku nggak tahu bang, apakah aku tulus atau tidak. Seperti aku tadi katakan, aku sukar membedakan antara saudara dan asmara. Abang telah memberikan keduanya. Tetapi percayalah, aku tidak memendam meski itu sangat menyakitkan. Aku berdoa tulus kepadamu, semoga abang mendapatkan perempuan yang lebih dariku," ucapnya.
" Kaulah yang terbaik bagiku, hanya sang pemilik waktu itu belum mengijinkan kita duduk bersanding dalam pelaminan," balasku seraya menghapus airmatanya.
Tak lama berselang setelah aku dan Magda melepaskan cetusan hati yang terakhir, aku melihat Susan datang tergopoh-gopoh menuju keruang tunggu. Aku tidak menyangka kalau Susan akan datang ke airport, karena sebelumnya Susan menyatakan dalam suratnya tidak akan ikut menghantarkanku. Magda pergi, berpura-pura membeli susuatu ke satu kios kecil di airport itu. Magda membiarkanku bicara berduaan dengan Susan.

" Zung, aku mencoba melupakanmu dalam beberapa hari ini, ternyata tak semudah itu. Aku juga tak dapat membohongi diriku. Aku ingin menghantarkanmu, barang kali ini adalah pertemuan kita yang terakhir, walupun aku mengharap tidak. Zung, jangan lupa telefon aku kalau sudah tiba di Jakarta. Aku menggangguk: "Iya aku janji akan menelefonmu. "

Magda kembali bergabung denganku dan Susan. Tak ada perasaan canggung diantara kami bertiga. Pembicaraan kami mengalir bagaikan air sungai bening dimana aku, Magda dan Susan berenang bersama beberapa hari sebelumnya.

Pengumuman dari maskapai penerbang mengakhiri pertemuanku dengan Magda dan Susan. Susan mengecup pipiku lembut, dia dapat menguasai emosinya meski matanya memerah. " Zung, selamat jalan sayang," bisiknya di telingaku sambil melepaskan pelukannya.

Magda....? Akh sama "galak"nya terhadapku akhir-akhir ini, demikian juga "galak"nya ketika akan berpisah. Magda tak dapat menguasai dirinya. Dia memelukku sangat erat dan menciumi pipiku kiri kanan. Magda menangis sesunggukan. " Zung segera pulang. Aku nggak ada teman bang, " ujarnya sambil membaringkan wajahnya diatas bahuku. Susan juga ikut terharu melihat tangisan dan ucapan lirih Magda di atas bahuku.

Aku berusaha menahan pahitnya perpisahan ini, tetapi kedua kelopak mataku tak kuasa membendung cairan bening berderai membasahi wajahku. Aku meraih tangan kedua mantan kekasihku. Magda dan Susan membiarkan aku mencium tangan mereka bergantian. Kini, giliran Magdalena menyeka air mataku. Suara lirih kudengar, " Zung, selamat jalan. Bang pergilah..pramugari telah menunggumu di tangga pesawat, "ujar Magda seraya menyeka air mataku lagi dengan saputangannya.

" Bawa lah ini bang," ucapnya sambil menyerahkan saputangan yang basah oleh airmata kedua insan yang pernah saling mengasihi. Wajah Susan tampak terharu memperhatikan "adegan" ku dan Magda. Dari ujung tangga pesawat, aku menoleh kepada mereka. Aku melihat Susan meletakkan tangan kanannya diatas bahu Magda. Tangan kedua mantan kekasihku itu melambai menghantarkanku mengarungi perjuangan serta kehidupan baru.

Vaya Con Dios my darling.... Vaya Con Dios my love... Goodbye, my hopeless dream ( S e l e s a i)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (100)


http://www.youtube.com/watch?v=V9N5qhBE_oU

==============
Detik-detik mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa. Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang dapur.
=============
Segera aku menghentikan langkahku ketika mendengar Magda menghela nafasnya, panjang. " Iya lah bang, aku mau ikut mengantarkanmu ke airport," ujarnya pelan. Aku berlari menghampirinya serta mengangkat tubuhnya seperti anak kecil. Magda sesak dan berteriak sambil memukul-mukul dadaku.
"Lepaskan aku, lepaskan aku abang genit!"teriaknya. Kedua tanganya mencubit pipiku, kuat berbekas. Giliranku berteriak ketika Magda mencubit pipiku kali kedua. " Biarin, supaya abang tetap ingat Magda," ujarnya. Magda menyerahkan kunci motornya yang aku telah kembalikan. " Nih kuncinya, abang raja perajuk," ujarnya,
" Magda ratu cerewet," balasku sambil menyeka air mata yang tersisa diwajahnya.
***
Sebelum aku meninggalkan Magda, entah kenapa secara spontan hatiku tergerak ingin ziarah kekuburan papi Magda, bapaudaku ( pak'le, pen). Selama ini aku terus diliputi rasa bersalah. Dulu, aku tidak ikut menghantarkan jenazahnya ke pemakaman. Dalam perjalanan, Magda bertanya, kenapa aku tiba-tiba mengajaknya ziarah.

" Entah kenapa. Aku teringat papi ketika kita duduk makan bersama semasa hidupnya. Ketika itu papi menawarkan pekerjaan untukku setelah tammat sarjana muda," ujarku. Magda mempererat tangannya dalam boncengan serta meletakkan wajahnya di atas punggungku. Aku merasakan hangatnya tetesan airmatanya membasahi punggungku.

Aku dan Magda berlutut di didepan pusara setelah membersihkan serta meletakkan kembang diatasnya. Aku tak dapat menahan rasa sedih ketika mendengar isakan Magda. Dalam tangisnya Magda berujar lirih sambil memeluk pusara. Wajah diletakkan diatasnya, " Papi, abang datang lagi. Papi, besok abang pergi lagi meninggalkan aku dan papi."

Aku mengangkat wajahnya dari atas pusara serta memeluknya. Magda semakin terisak dalam pelukanku, suaranya lirih berucap: " Abang telah memaafkan papi,?" tanyanya dalam isak. Tubuhku terguncang menahan tangis mendengar pertanyaannya. " Magda! Tidak..!. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Papi tidak bersalah. Aku seharusnya minta maaf sebelum papi pergi, " ucapku menahan teriak dalam pelukannya.

Aku dan Magda tersentak ketika sepasang tangan menyentuh lengan kami. Aku dan Magda menoleh ke atas. Tanpa disadari, mami dan adiknya Jonathan sedang berdiri dibelakang kami. Magda segera berdiri dan memeluk maminya kemudian mami memelukku.
" Sudah puas rindu mu kepada bapauda.?" tanya mami Magda. Aku mengangguk. " Iya, rinduku telah puas. Aku kini merasa lega sebelum berangkat ke Jakarta," jawabku tersendat. Jonathan memelukku erat sekali. "Bang kemana saja? Selamat bang! Maaf aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalamku.

***
Magda mengantarkanku ke airport tanpa kehadiran Mawar. Berapa saat aku dan Magda duduk diruang tunggu. Sengaja kami berangkat lebih awal agar lebih lama mengobrol sebelum berpisah. Aku dan Magda berbicara penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan. Namun, suasana berubah ketika Maya dan kakaknya Lisa datang menemuiku, kecut. Magda menyongsong mereka ke luar ruang tunggu. Aku menyusul bergabung dengan mereka. Maya menarik tanganku memisahkan diri dari kakaknya dan Magda.

Maya minta maaf karena tidak pernah menemuiku. " Aku kemarin datang kerumah abang, tetapi kata ibu kos abang jarang di rumah," ujarnya.
Aku tidak menanggapi ucapannya. "Sampaikan salamku kepada om mu itu," ujarku sambil menarik tangannya bergabung kembali dengan Magda dan kakaknya. Maya dan Lisa meninggalkan aku setelah mereka menyalamiku. Aku dan Magda masuk keruang tunggu melanjutkan obrolan yang terputus.

Kali ini, Magda tak dapat menahan rasa sedihnya. " Bang, jangan lupa telefon Magda kalau sudah tiba di Jakarta. Hati-hati jangan lagi kau sakiti hati perempuan. Cukuplah aku bang," ucapnya dengan suara bergetar.
"Magda, kenapa lagi kamu mengingatkan masa lalu kita?"
"Aku sudah berusaha bang, tetapi kadang kala kenangan itu datang sendiri. Sukar sekali melupakannya. Lima tahun waktu yang cukup lama kita saling mencinta. Kemudian abang datang lagi, meski ruang hatiku telah tertutup kepada siapapun. Aku akui, kadangkala aku sukar membedakan antara saudara dan asmara. Abang telah memberikan keduanya. Namun kali kedua, waktu jua yang memisahkan kita. Zung, izinkan aku menciummu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi dan juga sebagai saudara," ucapnya (Bersambung)

Los Angeles. March 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (99)

" Without You"
No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your eyes/Your sorrow shows/Yes it shows

No I cant forget tomorrow/When I think of all my sorrow/When I had you there/But then I let you go/And now its only fair/That I should let you know/What you should know
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give anymore 2 X

No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your eyes/Your sorrow shows/Yes it shows
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give anymore 2 X


=============
Magda menatapku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas hubungan kami.
============
"Magda, tadi aku telah ingatkan, Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Atau kamu masih kecewa denganku? Bukan kah kita sudah sepakati untuk melupakannya? Kenapa Magda bersedih lagi. Aku pun sudah berulangkali mohon maaf. Magda masih belum tulus memaafkanku? Aku, sungguh telah melupakannya. Itu sebabnya aku hampir setiap hari datang kerumah ini, karena Magda telah kuanggap bagian dari keluargaku.

Magda diam. Dia mengambil amplop itu lagi dan menyerahkan ke tanganku. Aku pindah kedekatnya. " Magda, relakanlah aku pergi agar aku tidak punya beban. Aku tak ingin melihatmu bersedih seperti itu. Magda, aku menyadari kekeliruanku dulu. Aku sadar tak mungkin lagi mendulang cinta dari hati yang terluka. Aku telah merelakanmu pergi dengan siapapun lelaki yang mencintaimu. Magda menggelengkan kepalanya." Nggak bang, semuanya telah berakhir. Tidak ada lagi ruang hatiku yang tersisa," ucapnya dengan suara serak.

" Magda, besok aku mau berangkat, lepaskanlah aku dengan tulus. Tolong jangan menambah beban pikiranku lagi. Magda telah "menyelamatkan" aku dari Susan. Kini malah Magda menyiksa perasaan saat aku mau pergi." Magda diam, kedua matanya masih memerah mengeluarkan airmata membasahi wajahnya. Dia meninggalkanku sendirian di ruang tamu. Aku duduk diliputi rasa tanya, kenapa sikap Magda berubah lagi terhadapku. Pada hal akhir-akhir ini aku telah dianggapnya keluarga dekat sebagai bersaudara.

Kini aku seakan mendengar genta dari lorong gelap nan sepi. Telingaku tak mampu lagi mendengar gaung yang melolong panjang dan memilukan, mendera kalbu. Aku tak kuasa menahan getar cekraman sukma dari seseorang yang pernah aku kasihi. Aku merebahkan tubuh dalam kepenatan jiwa diatas sofa ruang tamu. Mataku sukar terpejam didera galau membalut jiwa. Malam itu, Magda tampaknya tidak dapat tidur. Magda menemuiku dalam pembaringan siksa, membujukku pindah ke ruangan yang telah dipersiapkannya. Aku menolak.

" Magda, biarkan aku disini, sendiri menikmati kebekuan dan kebuntuan hati," ujarku sambil menggigil menahan dingin menusuk persendian tulang-tulang ku.
" Abang nanti sakit. Besok mami memarahiku lagi bila abang masih tidur disini. Ayolah bang, aku sudah siapkan kamar untukmu," bujuknya. Aku bergeming. Magda mengambilkan selimut dan menutupi tubuhku setelah aku bersikeras tidak mau pindah. "Selamat malam bang," ujarnya sambil berlutut, meraih tanganku dan menciumnya.
***
Pagi hari usai serapan, aku dan Magda duduk berduaan di meja makan. Paginya, mami Magda telah keluar rumah.
" Zung, besok aku nggak bisa mengantar abang ke airport," ujarnya dengan wajah kuyu.
" Magda, apa lagi yang membuat hatimu berubah secepat itu ? Apa perlu abang membatalkan keberangkatanku? Apa lagi yang harus aku lakukan agar hatimu puas? Terakhir ini aku mendengar dan mengikuti nasihatmu, bebanku hilang. Sekarang malah Magda menambah bebanku."

"Bang, nggak ada yang berubah. Hanya aku belum siap berpisah denganmu. Aku menyesali kenapa abang datang lagi dan kali kedua meninggalkanku. Tak ada lagi temanku berbagi rasa, walaupun kita selalu bertengkar. Aku sangat menyayangimu sebagai saudaraku. Zung, aku tidak mengingat lagi masa lalu kita. Aku nggak sakit hati, hanya aku tidak tega memberangkatkanmu. Jangan sakit hati bang, Magda tak mampu melihatmu meninggalkanku sendirian di airport dan aku akan menanggung kesedihan sepeninggalmu."

"Baiklah Magda, aku menghargai alasanmu. Tetapi ingatlah, masa-masa yang indah terakhir ini, sebagai keluarga dekat, kau akhiri dengan kesan menyakitkan. Aku tak yakin, Magda telah memafkanku dengan tulus. Magda hanya berpura-pura, meski aku dengan tulus menemanimu sebagai keluarga dekat. Ugghh...aku permisi, selamat tinggal ito ku Magda yang baik." ujarku sambil beranjak dari meja makan dan menyerahkan kunci motor yang tadinya aku pinjam untuk sesuatu urusan.

Magda tidak menghalangiku pergi, tetapi dia menangis sambil berlari ke ruangan dapur. Magda berdiri di depan jendela dapur sambil menyeka air matanya. Aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan gelisah. Sedikipun aku tak menduga kalau sikapnya akan berujung seperti itu. Aku mencoba mengingat-ingat barangkali ada sesuatu ucapanku yang menyinggung perasaannya. Tapi aku sangat yakin, terakhir ini tidak sekalipun aku menyakiti hatinya. Juga, tidak pernah mempengaruhinya agar hubungan kami kembali, meski hatiku pun masih mengharap. Aku berdiri kaku menatapnya masih dengan wajah sedih. Bibirnya bergetar menahan tangis sambil melangkah ke kursi di sudut ruangan dapur. Kedua tangannya menopang wajahnya, matanya menatap kearahku, hampa.

" Magda, nggak apa-apa kalau tidak mau mengantarkan aku ke airport. Tetapi, katakan sejujurnya sebelum aku meninggalkan rumah ini, apa yang membuat sikap mu seperti itu. Aku janji, tidak akan tersinggung dan marah. Justru sikapmu seperti ini, tanpa pejelasan, membuat aku tersinggung dan sakit hati untuk seumur hidup, sungguh, " ucapku serius.

Aku menunggu jawaban terakhir sebagai simpul persahabatanku; sebagai keluarga, sekaligus sebagai perempuan yang pernah aku cintai dengan tulus, walau pada akhirnya terhempas diterjang badai. Aku juga menatapnya hampa, kecewa, iya sangat kecewa. Akankah semuanya berakhir tanpa aku mengerti apa dan mengapa? Detik-detik mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa. Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang dapur. (Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (98)


"I Hate You Then I Love You"
I'd like to run away from you/ But if I were to leave you I would die/I'd like to break the chains you put Around me/And yet I'll never try

No matter what you do you drive me crazy/I'd rather be alone But then I know my life would be so empty/As soon as you were gone

Impossible to live with you/But I could never live without you For whatever you do / for whatever you do/I never, never, never/Want to be in love with anyone but you

You make me sad/You make me strong/You make me mad/You make me long
for you / you make me long for you You make me live/You make me die/You make me laugh/You make me cry for you / you make me cry for you

*) I hate you/Then I love you/Then I love you/Then I hate you/Then I love, I love you more
For whatever you do/I never, never, never/ Want to be in love with anyone but you

You treat me wrong/You treat me right/You let me be/ You make me fight with you / I could never live with out you You make me high/You bring me down/You set me free/You hold me bound to you
*)
I never, never, never/I never, never, never/I never, never, never/ Want to be in love with anyone but you But you
===============
Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda duduk didepan mendampingiku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan paduka murka." gurau Susan.
===============
Susan mengajak kami makan malam di rumahnya. Aku tak dapat menolak setelah Magda menyetujui ajakan Susan. Sebenarnya aku tak rela lagi mampir dirumah itu, terlalu banyak kenangan yang terajut disana, mulai dari sofa, ruangan bar kecil dan tempat tidur; kesemuanya menjadi saksi bisu selama -kurang lebih sepuluh minggu.

Seperti biasanya, Susan tak pernah membiarkan pembantunya melayani aku dan Susan ketika makan bersama. Aku berbisik kepada Magda agar ikut ke dapur mempersiapkan makanan. Aku menyusul setelah Magda kedapur. Kami bertiga di dapur bersama-sama mempersiapkan meski Susan melarangnya. Di meja makan, Susan menarik tangan Magda duduk disampingnya, menghadapku.

" Magda, kita duduk disni menghadap tuan paduk yang mulia," ujar Susan bergurau. Magda ketawa mendengar guyonan Susan. Suasana makan malam penuh kehangatan seperti tiga bersaudara dekat. Malam semakin larut, Aku dan Magda meniggalkan Susan dengan hati berat, karena telah terjalin kumunikasi yang akrab dan tulus diantara kami bertiga. Susan mencium pipi Maga dan memelukku erat dihadapan Magda. " Bang, hati- hati dijalan," pesannya. Selama dalam perjalanan, wajah Magda kurang ceria.

" Ada apa, kenapa wajahmu muram seperti itu,? tanyaku. Suara Magda tersendat: " Aku tak sangka Susan begitu hangat dan tulus. Beda ketika dia sedang memberi kuliah. Lain waktu, aku akan ajak Mawar main kerumahnya.
" Sekarang baru Magda rasakan kehangatan Susan. Hal yang sama aku rasakah sehingga aku larut dan melabrak tatanan kewajaran," ujarku, disambut anggukan Magda.
***
Tiga hari berikutnya, Susan datang kerumahku, kebetulan aku sedang dirumah Magda. Magda selalu menelefonku jika pada siang hari belum juga "melapor" kerumahnya. Suatu waktu dia pernah kesal karena aku tak datang kerumahnya. "Abang mentiko , sudah tahu mau pergi masih melalak kemana-mana," ujarnya kesal.

" Magda juga ikut-ikutan memasungku."
" Bangngng....! Aku tidak mau memasung. Abang sebentar lagi sudah mau pergi.!" teriaknya.
" Duh...masih gadis begini sudah darah tinggian," ujarku ngenyek.
" Bangng... aku bukan marah. Abang nggak mengerti perasaanku," balasnya lembut sambil meraih kedua tanganku dan menempelkan di sisi wajahnya.
" Abang salah mengerti" imbuhnya. Sikapnya kala itu, membuatku setengah pesong, benci tapi rindu.?

Ketika aku tiba di rumah, ibu kostku memberikan sebuah titipan dari Susan berisi surat singkat dan tiket pesawat Medan - Jakarta-Medan dengan status "open date."
Menurut ibu kos Susan menuliskannya diruang tamu. " Zung, maafkan aku tak bisa mengantarkanmu ke airport. Aku ragu, tak kuasa menahan diriku untuk melepaskanmu pergi. Aku juga tak mau melukai hati adikku Magda yang aku sangat sayangi. Selamat jalan bang. Kalau tidak keberatan setelah abang di Jakarta, sesekali telefonlah aku kekantor. Aku pasti sangat merindukanmu. Abang sudah tahu jadualku di kampus, bukan? Jangan biarkan aku tersiksa dengan rinduku. Aku merelakanmu pergi dengan adikku Magda. Aaku hanya ingin mendengar suaramu." Akhir tulisannya; "Peluk cium ku, Susan Raharjo Hendra."

Dua malam terakhir sebelum berangkat, Magda dan mami mengajakku menginap dirumahnya. Aku setuju kebetulan kedua orang tuaku tak jadi datang karena kesibukan. Setelah makan malam, aku dan Magda diruangan tamu hingga larut malam. Magda kesal ketika aku mau pergi tidur. " Zung, besok lusa kan mau berangkat. Kok tega amat abang mau tidur baru pukul dua belas," katanya kesal.

Aku mengalah menuruti permintaannya, begadang. Sebelumnya tak ada niat memberi surat Susan kepada Magda. Tetapi karena Magda ingin memperpanjang durasi pembicaran, aku menyerahkan surat Susan yang ditujukan padaku.

" Magda mau baca surat Susan yang terakhir? tanyaku. Magda semangat, segera berdiri menarik tanganku " Ayo bang ambilkan, aku mau baca."
Aku memberikan amplop titipan Susan berisi tiket dan suratnya. Sebelum Magda membaca isi suratnya, terlebih dahulu aku mengingatkan Magda: " Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Dia menduga hubungan kita kembali seperti sediakala. Magda, aku tak pernah sekalipun berbicara tentang kamu. Aku harap Magda tidak salah mengerti."

Magda menatapku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas hubungan kami.( Bersambung)

Los Angeles. March 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (97)

http://www.youtube.com/watch?v=iPnDTrcEKwM

===============
" Nah begitu lah. Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran dikupingku, " Terimakasih raja pegajul!"
==============

ESOK harinya, aku dan Magda berangkat dengan mengenderai mobil ke rumah Susan. Susan menyambut kami dengan ramah.
" Kita berangkat dengan mobilku saja, " ujar Susan sambil menyerahkan kunci mobilnya ketanganku. Sedikit agak kaku antara Magda dan Susan sebelum kami berangkat. Susan memilih duduk dibelakang, sementara Magda menginginkan Susan duduk mendampingi ku.

" Iya, sudahlah dari pada buang-buagg waktu, kalian berdua duduk di belakang, aku jadi sopir," ucapku sambil menghidupkan mesin mobil. Magda dan Susan tertawa mendengar ocehanku. Susan buru-buru masuk dan duduk disampingku. "Abang kita kesal nih," ujar Susan sambil tertawa.

Suasana ceria menyelimuti hati kami bertiga ketika menyelusuri jalan menuju rumah mungil ditengah kebunnya. Sesekali aku memegang tangan Susan dan Magda bersamaan. Keduanya menyambut tanganku dan menggemgamnya erat. Demikian juga ketika kami berenang bersama di sungai. Kami bertiga tertawa lepas ketika tubuh Susan dan Magdaku benamkan kedalam sungai. Tak ada lagi batas antara mahasiswa dengan dosen.

Susan mengaku kelelahan. Dia menepi kebibir sungai, sementara Magda masih asyik menikmati sejuknya air sungai. Magda menganggukkan kepalanya, ketika kuberi "sign", aku mau mengikuti Susan. Ah..Magda sangat luar biasa pengorbanan serta ketulusan hatinya, kataku dalam hati.

Aku dan Susan duduk di tepi sungai. Sesekali Susan mempermainkan air dan menyiram wajahku sambil tertawa. Tak pernah sekalipun Magda menoleh kearah kami hingga aku dan Susan meninggalkan sungai. Di rumah mungil itu, Susan mengajakku mandi bersama, tetapi aku menolak dengan dalih, " Nanti nggak enak dengan Magda."
" Abang memang benar sudah balik lagi kepada Magda?" tanyanya sambil membuka pintu kamar mandi.

Aku tak memberi jawaban pasti. " Menurut Susan bagaimana,?" tanyaku balik. Susan diam dan menutupkan pintu kamar mandinya. Aku mengetuk pintu kamar mandi dan bertanya: " Susan, kenapa diam? Kamu marah?. Susan membuka pintu dan menarikku kedalam. Susan mencumiku dengan gairah. Susan tak peduli meski aku sudah berulang kali berbisik ketelinganya.
" Susan, kamu nggak malu jikananti kita dilihat Magda.? Diakhir ciumannya mengucapkan : " Zung, aku rela melepaskan mu demi kebahagian abang dengan Magda."

Aku memeluknya dan berucap lirih di telinganya: " Terimakasih Susan. Selama ini telah banyak membantuku. Maafkan aku bila telah mengingkari janjiku. Terimakasih Susan merelakanku pergi. Aku tak akan melupakan, bahwa Susan pernah berlabuh dalam kalbuku meski dalam bentangan waktu yang sangat singkat."

Aku meninggalkannya dikamar mandi dengan berat hati ketika dia mulai menitikkan airmata. Sementara Susan masih menangis, Magda kembali dari sungai. Aku berbisik kepadanya " Susan di dalam, dia sedang menangis."
Magda faham lantas dia kembali lagi kesungai meninggalkan aku dan Susan dirumah. Aku menemui Susan kekamar mandi karena masih terus menangis. Dia mengabaikan bujukanku supaya diam.

Aku menuntunnya kembali ke ruang tamu. Dia meninggalkanku di ruang tamu dan masuk kedalam kamar. Susan membaringkan tubuhnya, masih dalam tangis. Aku menemuinya setelah Susan berhenti dari tangisnya dan membujuk: "Susan, kita pulang hari sudah mulai gelap."

Tangis Susan kembali memecahkan kesunyian, " Zung, kemarilah, peluklah aku untuk kali terakhir," ujarnya dalam pembaringan.
" Sepertinya Magda sudah datang dari sungai. Dia ada diruang tamu, " kataku mengingatkannya.
" Aku tak perduli. Aku juga telah punya suami, aku rela memberimu yang terbaik."

Hatiku bergetar mendengar ucapannya. Aku memeluknya dengan rasa kasih sayang, tanpa diiring nafsu birahi. Kembali aku mengucapkankan kalimatku sebelumnya; "Aku tak akan melupakan, bahwa Susan pernah berlabuh dalam kalbuku meski dalam bentangan waktu yang singkat. Susan, mandilah agar kita pulang," bujuk ku. Susan bangkit dari tempat tidur, dia tidak menolak ketika aku menggandeng tangannya ke kamar mandi.

Magda menggigil sambil berlari kecil kerumah, sementara Susan telah selesai berpakain siap-siap untuk pulang. Susan menyambut Magda, seakan tidak ada sesuatu yang terjadi. Dia menyuguhkan teh panas yang telah disediakan ibu penjaga rumah kepada Magda. Aku berpura-pura protes, sekedar menambah kehangatan suasana: " Lho, aku dari tadi disini tak setes airpun Susan suguhkan kepadaku. Susan diskriminatif, hanya melayani sesama perempuan," ujarku.

" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, " ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar percakapanku dengan Susan. Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda duduk didepan mendampingiku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan paduka murka." gurau Susan. ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009


Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (96)


"Almost Lover"
Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind Images/ You sang me spanish lullabies/The sweetest sadness in your eyes/Clever trick/I never want to see you unhappy/I thought you'd want the same for me

*)Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not to think about you/Can't you just let me be?/So long, my luckless romance/My back is turned on you/I should've known you'd bring me heartache/Almost lovers always do

We walked along a crowded street/You took my hand and danced with me/Images/And when you left you kissed my lips/You told me you'd never ever forget these images, no I never want to see you unhappy/I thought you'd want the same for me
*)
I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot wake up in the morning
Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted And I bet you are just fine/Did I make it that easy To walk right in and out of my life?
*)
==============
" Kalau sampai sebulan nggak dapat kerja, aku segera kembali," imbuhku.
Susan terusberusaha mempengaruhi ku, agar membatalkan niat ku ke Jakarta
===============
" Zung , bagaimana dengan pekerjaan yang aku tawarkan itu. Bolehlah abang pergi tapi kembali lagi setelah sebulan," bujuknya. Tidak elok menolak langsung tawarannya, aku berucap: " Aku akan pikirkan ulang usulanmu setelah aku di Jakarta." Dalam pembicaraan hampir satu jam itu, Susan sesekali mengulang kenangan kisah kasih kami. Susan mengajakku ke rumah mungil dan kebun peninggalan ayahnya. " Zung, nggak rindu dengan sungai kala aku dan abang mereguk kasih dalam kebeningan sungai.? "

Iya, aku amat merindukannya, airnya begitu jernih dan sejuk. Aku terkesan dengan batu-batu besar dan indah ditengah sungai. Suara gemercik sungai menggelitik syarafku untuk menuliskan ke kagumanku tentang ke Maha Besaran Sang Pencipta. Beberapa tulisan pendek berhasilku torehkan didalam catatan harianku berisi tentang kemolekan dan kecentilan sungai mengalir menyusur hingga ke samudera luas.

Diantara catatan harian pernah ku torehkan antara lain;
" Senandungmu berdesah mengiring gemulaimu menyusuri alur berliku bebatuan. Geliatmu bagaikan gadis jelita meliukkan tubuh, menggelora. Senyuman dan kebeningan penampakanmu mengundang nafsu berahiku untuk menyetubuhimu. Engkau pasrah ketika aku mencumbuimu hingga aku terkulai dalam pelukanmu.

Engkau memberiku kehangatan dalam jiwa mana kala aku terpasung dalam kegalauan sukma. Aku mencicipi kemolekanmu penuh gairah. Engkau memberiku sejuta rasa. Mengalir laksana madu membasahi kerongkongan ku."
Diakhir tulisan itu ku tuliskan." Aku, penikmat cipta surgawi."

Entahlah mungkin Susan sengaja mengungkit kenanganku dan dia. Oh iya...kala itu, Susan bergayut manja di pangkuanku pada akar pohon yang membentang kokoh diatas permukaan sungai. Aku sengaja melepaskan pelukanku sehingga dia terjungkal ke dalam sungai, gelegapan.

Tangannya menggapaiku. Aku menghampirinya setelah aku puas mempermainkannya. Dia memukul-mukul dadaku seraya berujar, " abang nakal." Ciumanku menghentikan tangannya memukul dadaku. "Bang, aku kedinginan." ujarnya mengharap aku memangku ketepian sungai. Susan menghentakkanku dari kenangan sekilas.
***
" Zung, besok suamiku Hendra akan berangkat ke kantor pusat memberikan laporan perjalananannya selama di London. Abang mau temani aku ke kebun,?" tanyanya. Aku mengganguk tanda setuju. Susan tidak merasa keberatan bila aku mengajak Magda dan Mawar ikut ke kebun dan ke rumah mungil peninggalanan ayahnya.

Setelah Susan pulang, aku segera berangkat ke rumah Magda memberi laporan terakhir tentang Susan. Aku dan Magda ada semacam perjanjian tak tertulis, semua kegiatanku di Medan sebelum aku ke Jakarta harus melaporkannya, termasuk mengenai Maya dan Susan. Kesepakatan tak sengaja ini, muncul ketika kami di danau Toba menikmati liburan setelah wisuda..
***
Magda baru saja siap mandi datang menyongsongku ke teras rumah.
" Ada berita baru bang.?"
Magda tahu, setiap kedatanganku diluar jam bertamu, akan melaporkan sesuatu yang baru.
" Magda, ini perintah.! Tak ada alasan mu untuk menolak, kecuali Magda bersedia tak berbicara denganku untuk seumur hidup." ujar ku.
" Ah..abang selalu main paksa," ujarnya sambil mengeringkan rambutnya - yang baru saja dikeramas- dengan handuk .
" Besok siang kita pergi ke sungai tempat kita retreat" dulu ketika mahasiswa. Aku ingin berenang disana bersamamu sebelum aku berangkat." ujarku bergurau.

" Abang baru minum iya? Berapa botol abang minum hah...?" tanyanya serius sambil mengibaskan handuknya ke wajahku. Aku tertawa melihat tingkahnya; tempramennya langsung on, wajahnya berubah galak. Aku merebut handuk dari tangannya dan membelitkan ke lehernya sambil tertawa. Magda sadar dia aku "kerjain". Dia merajuk dan meniggalkanku sendiri di ruang tamu.

Mendengar kami" huru - hara" maminya keluar dari kamar, sementara Magda sudah menghilang. Maminya masuk lagi setelah aku jelaskan, kami tidak ribut.
" Apa lagi yang mau diributin hah..." tanya Magda berlagak marah, setelah maminya masuk ke dalam kamar
" Magda, tenangkan dulu dirimu. Hidupmu tiada hari tanpa marah, cerewet."
" Abang yang selalu bikin gara-gara. Ayo lah nggak usah berteletele, ada masalah apa lagi?"

" Nggak ada masalah. Ibu Susan mengajakku melihat kebunnya, sekaligus mengajakku mandi bersama lagi. Ibu itu setuju kalau Magda dan Mawar ikut bersamaku. Kamu nggak boleh menolak dengan alasan apapun kecuali oleh kematian. Magda harus ikut. Selamatkan diriku," pintaku sambil ketawa.

Magda diam beberapa saat, kemudian bertanya, " Abang serius? Susan nggak keberatan bila aku dan Mawar ikut?"
" Iya, aku serius. Telefonlah Mawar sekarang," ujarku.
" Mawar nggak ada waktunya," ujar Magda setelah menghubungi Mawar melalui telefon.

" Kita berdualah, " ujar ku
" Apa Susan nggak cemburu.?"
"Itu yang aku harap. Semoga keikutsertaanmu, secara perlahan dapat menghapuskan cinta kami yang terajut. "
Magda menatapku serius dan berucap: " Apapun menurut abang yang terbaik, aku akan membantumu."
" Nah begitu lah. Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran dikupingku, " Terimakasih raja pegajul!" ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (95)


"Right here waiting for you"
Oceans apart day after day/And I slowly go insane/I hear your voice on the line/But it doesnt stop the pain If I see you next to never/How can we say forever

*) Wherever you go/Whatever you do/I will be right here waiting for you/ Whatever it takes/Or how my heart breaks/I will be right here waiting for you

I took for granted, all the times/That I thought would last somehow/ I hear the laughter, I taste the tears/ But I cant get near you now/Oh, cant you see it baby/Youve got me going crazy
back to *)

I wonder how we can survive/This romance/But in the end if Im with you/Ill take the chance

Oh, cant you see it baby/Youve got me going crazy
Repeat *)


UPACARA wisuda berlangsung meriah. Kedua orang tuaku hadir bersama dengan orangtua calon wisudawan lainnya. Susan menemuiku sebelum ujian berlangsung, dia berbisik mananyakan kedua orangtuaku. Aku menunjuk kearah keluarga berkumpul. Susan mengajakku menemui ayah dan ibuku. Aku perkenalkan Susan kepada semua keluarga yang hadir pada saat itu. Ayah dan ibu tak menunjukkan perubahan wajah ketika aku perkenalkan Susan Dengan santun ayah dan ibuku menyambut tangan Susan.

Selesai di wisuda, aku melihat Maya ikut duduk dalam jajaran keluargaku dan keluarga Magda. Aku serba salah, ingin menemuinya, tetapi aku nggak tahu apa yang akan kulakukan. Selama tiga minggu tak pernah ketemu tak ada komunikasi. Aku, Magda dan Mawar bicara di ujung ruangan, sementara keluarga sudah menunggu kami.

" Bang, Maya ada disana. Pergi temuin dia bang," ujarnya sambil menunjuk kearah kumpulan keluargaku dan keluarga Magda. Aku diam tak menjawab, sementara hatiku gelisah bercampur kesal.

Aku tak melihat om John "sibagur tano" itu dalam jajaran para dosen. Aku ingin mengipas ijazahku kewajahnya dan berujar: "sekarang kita sudah sama, punya gelar akademi yang sama. " Sementara dendam hatiku membara, Magda menyentakkanku lagi. " Bang , Maya ada disana. Abang temuin dia. Itu tatakrama berteman," ujarnya menirukan kalimatku di diskotik.

" Ayo, temani aku," ujarku
Magda menghajarku habis. " Bang, pada perempuan bersuami kamu berani, kok sama Maya abang takut.?"
" Ups... Magda ingat janji kita, tidak akan mengungkit masa lalu."
" Og..iya aku lupa. Ayo kita jalan sama," ujarnya sambil menggandeng lenganku. Dia juga mengajak Mawar jalan bersama. Sejumlah rekan wisudawan merasa "surprise" ketika mereka melihatku dan Magda jalan bersama dan akrab. Diantara mereka menyalamiku dan Magda. " Selamat rukun kembali, " ujar mereka. Aku dan Magda juga Mawar hanya tersenyum menerima ucapan selamat itu.

Sebelum sampai ke tempat keluarga dan Maya berkumpul, Magda mengingatkanku. " Bang, berlaku santun lah. Jangan lagi ulangi kesalahan yang sama. Yang nggak setuju berteman dengan Maya adalah om dia, bukan Maya sendiri. Maya telah membuktikan kasih sayangnya kepada abang, dia datang menghadiri wisudamu."

Semua keluarga menyalamiku dan Magda. Magda memeluk Maya dan mengucapkan terimakasih atas kehadiran Maya. Paribanku si centil, Sinta, juga ada diantara mereka. Magda memeluk ibuku, lama.
" Mama tua sehat?" tanyanya. Dia juga menyalam ayahku. Maya memperhatikan Magda dengan serius ketika dia mememeluk dan menyalam ayahku, entah apa dalam benaknya.

Magda menarik tangan Maya menjauh dari kumpulan keluarga, mereka berbicara, tak tahu apa yang mereka bicarakan, sementara ujung jari di sisi pahanya memberi sign memanggilku. Magda meninggalkan aku dan Maya setelah beberapa saat ngobrol bersama.

Maya minta maaf, tak bisa bertemu denganku selama tingga minggu ini. Maya tak mau menyebut alasan kenapa dia tak pernah mau bertemu denganku.
" Kamu punya pacar baru?"tanyaku
" Nggak.!" jawabnya singkat.
" Kapan kita bisa ketemu? Aku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan ini."
" Nanti aku telephon abang," jawab Maya. Aku dan Maya kembali kekumpulan keluarga. Magda menggodaku setelah Maya berlalu, " sudah plong bang?"
" Nggak jelas," jawab ku.

Sebelum bubaran, Magda dan maminya "memaksa" ayah dan ibu makan malam dirumahnya, pada hal tante, adik kandung ibu, telah menyiapkan malam malam. Akhirnya mami Magda mengalah, kami makan siang dirumah tante.
***
Seminggu sebelum berangkat ke Jakarta, Susan mampir ke rumah ketika akan pulang kerumahnya. Sementara aku baru tiba dari danau Toba, Parapat, bersama Magda dan Mawar. Susan mengajakku makan malam di rumahnya bersama Hendra suaminya. Meskipun tak ada lagi yang aku khawatirkan tetapi aku menolaknya; selain tempatnya agak jauh juga tak ingin lagi menambah lembaran kisah dengannya, enough is enough.

Ibu kos meninggalkan aku dan Susan diruang tamu setelah melihat pembicaraan kami semakin serius. Susan menanyakan lagi tanggal keberangatanku ke Jakarta dan berapa lama aku disana.

" Aku berangkat akhir bulan ini," ujarku. " Kalau sampai sebulan nggak dapat kerja, aku segera kembali," imbuhku. Susan terus berusaha mempengaruhi, agar membatalkan niatku ke Jakarta. ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Tuesday, March 17, 2009

Dosenku "Pacarku" (94)

==================
Aku tertawa gelak dengan tingkahnya. Aku berdiri menarik tangannya duduk disampingku.
" Magda masih mau tolong aku?"
" Kalau bisa kenapa nggak?" jawabnya
=================
" Malam minggu depan om Hendra mengajakku ke diskotik. Tapi aku nggak punya teman, Magda mau pergi dengan ku,?" Matanya terbelalak mendengar ajakanku. " Abang mimpi? Nggak ah...aku nggak mau. Nanti aku dianggap perempuan nakal."
"Pikiran mu sama dengan orang kebanyakan, keliru. Mereka beranggapan, juga kamu, bila berkunjung ke diskotik adalah orang- orang nakal; bahkan, mengangap orang yang rajin beribadah lebih suci dari mereka.

Ira salah seorang korban anggapan sempit itu. Ira tak pernah melacurkan dirinya meskipun dengan cara itu dia mendapatkan uang lebih banyak dan lebih gampang. Dia bekerja sebagai pramuria karena butuh uang membiaya perkuliahannya, " ujarku.
" Iyalah bang, aku mau temani kesana, tetapi abang angkat janji dulu, tidak lagi mau mengulangi masa lalu, mabuk-mabukan. Ayo berdiri, ucapkan janjimu," desaknya sambil ketawa. Dengan terpaksa aku menirukan gayanya ketika "angkat janji". Kami tetawa bersama usai aku mengucapkan janji: " Aku berjanji dihadapan itoku ratu cerewet, tidak akan mabuk dan ugal-ugalan."

" Aku nanti hanya duduk temanin abang. Jangan buat yang aneh-aneh kalau nggak mau aku tinggal. Juga jangan ditawarin minum, aku nggak biasa minum alkohol, " ujarnya
" Magda nanti minum minuman ringan. Kehadiranmu, akan membatasi diriku minum dan mungkin Susan agak enggan mengajakku minum berlebihan seperti beberapa bulan lalu." Magda akhirnya setuju pergi bersamaku ke diskotik.

Malam minggunya, aku dan Magda berangkat ke diskotik. Di dalam mobil, Magda mengingatkanku lagi, jangan minum berlebihan. Boleh minum tetapi sekedarnya saja. Magda mengancamku. "Bila nanti abang minum banyak, akan aku tinggal."
"Itu makanya aku ajak Magda biar ada yang mengontrol ku," balasku.
***
Hendra dan Susan menyambut aku dan Magda sembari menyalami kami. "Selamat kepada doctoranda Magdalena," ucap Hendra hangat. Magda tersipu karena meyebut gelar akademis didepan namanya. Susan merasa suprise melihat kehadiran Magda. Tanpa merasa sungkan Susan berbisik di teligaku, " Zung, dulu kami bilang, hubunganmu dengan Magda tidak akan mungkin bersatu lagi. Kok malam ini abang datang bersama Magda.!?"

" Hubunganku dan Magda sebatas teman saja, karena dulu kami pernah bersahabat erat, " ucapku pelan, sementara Magda asyik bicara dengan Hendra. Selama kami di diskotik, Susan hanya sekali mengajakku ke floor tetapi agak lama. Aku khawatir Magda akan merasa bosan menunggu kami yang sedang hanyut mengikuti alunan musik. Berulangkali aku melepaskan pelukan Susan, tetapi dia selalu membujukku. " Bang malam ini untuk yang terakhir. Abang jadi berangkat ke Jakarta? Kapan, ? tanyanya tangannya masih melingkar leherku.
" Aku berangkat akhir bulan ini."

Susan melepaskan tangannya setelah mendaratkan bibirnya dipipiku. Aku menggandeng Susan kembali duduk kesisi Hendra. Magda menyambut Susan dengan senyuman. Tidak lama setelah aku duduk tangan Magda mencubit pahaku, tapi matanya menuju kearah Susan. Hendra membujuk Magda untuk turun berdansa, tetapi dengan sopan Magda menolak.

Aku berbisik kepada Magda: " Pergilah! Itu hanya tatakrama dalam dunia persahabatan. Nggak apa-apa kok.! " ujar ku. Magda mencubit paha ku lagi dan besbisik: " bang, diam !"
***
Aku dan Magda mohon diri. Susan dan Hendra berusaha membujuk kami untuk tinggal sebentar lagi.
" Aku mau menjemput mami," jawab Magda berdalih.
Didalam mobil, Magda marah-marah. " Ngapain abang suruh aku berdansa dengan om itu hah...!?
" Itu hanya tatakrama..."

" Makan tatakramamu itu. Kenapa bukan abang yang ajak aku?"
" Lho, aku nggak tahu kalau Magda mau .?"
" Mau! Mau gamparin abang. Tadi di mobil sudah aku ingatkan jangan minum banyak, tetapi abang minum sembunyi- sembunyi. Memang, di mejamu hanya sedikit, tetapi ketika dengan Susan, aku melihat abang berulang kali menambah minuman."

" Aku hanya menambah sedikit. Buktinya aku masih bisa ngomong normal," jawabku membela diri.
" Lain kali aku nggak mau lagi ikutin abang."
" Iya nggak lagi lah. Aku kan mau berangkat ke Jakarta!?"
" Abang jugul.!" (keras kepala, pen)

" Terserah Magda bilang apalah. Bagaimanapun aku tetap mengucapkan terimakasih; malam ini kamu telah menyelamatkanku. Kalau tadi Magda nggak ikut, pasti aku akan kembali seperti dulu mabuk berat. Kemarin motormu menyelamatkanku, aku nggak jadi nginap dirumah Susan. Malam ini giliranmu menyelamatkanku. Bagaimana pula aku dapat melupakannya semua itu," ujarku serius.

" Zung tak perlu mengucapkan terimakasih seperti itu," ujar Magda mengelus pipiku. Bang, nggak usah coba-coba lagi minum biar sedikit juga. Nanti abang kembali jadi manusia brutal, tak karuan," nasihatnya lembut.
" Tadi Magda bilang mau jemput mami. Mami dimana?"tanyaku
" Di rumah! Tadi aku bilang menjemput mami, agar kita bisa pulang, dan merekapun nggak tersingung. Itu tatakrama bersahabat," ujarnya ngenyek menirukan ucapakanku sebelumnya."( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (93)

============
Tengah perjalanan, Hendra mengajakku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat sungkan menolaknya.
=============
SUSAN bergayut manja diatas dada Hendra. Hendra berulang mencium kening Susan dan pipinya setelah habis makan. Hhmm..sempurnanya Susan memainkan peran ganda. Sebelumnya, tadi siang duduk di dalam perahuku meski layar tak berkembang. Kini akan berlayar dengan perahu sejatimu mengarungi lautan luas tanpa riak dan gelombang, kataku dalam hati.

Sebelum kami meninggalkan hotel, Hendra menyerahkan oleh-oleh kepadaku sebuah ballpoin diujungnya disepuh emas; menurut Hendra mas "10 k"
" Ini hadiah untuk keberhasilanmu," ujarnya. Aku sangat terharu menerimanya, tidak sedikit terpikir olehku akan mendapat sesuatu dari Hendra. Aku juga mau menjemput dia bersama Susan, karena ingin membalas kebaikan Susan ketika membimbing skripsiku. Susan banyak memperbaiki skripsiku, maklum pada saat itu aku sedang ugal-ugalan karena putus cinta dengan Magda.

Hendra menghantarkan aku pulang sebelum mereka pulang kerumahnya. Hendra mengajakku ketemu di diskotik malam minggu dimana kami pernah bertemu sebelum dia berangkat ke London. Setelah mereka menghilang disudut ujung jalan, aku segera menuju kerumah Magda ingin menemaninya karena dia tinggal sendirian dirumah.

Seperti biasanya, dia berlagak marah. " Abang keenakan iya dengan ibu Susan. Katanya menjemput om itu sore hari, kok baru pukul sepuluh baru kembali!?
" Aku diajak makan malam oleh suaminya."
" Jadi abang sudah makan? Kebetulan lah, aku lagi malas kedapur nih." Aku tarik tangannya menuju keruang tamu. Aku menunjukkan oleh-oleh yang baru saja diberikan Hendra. Magda menatapku heran.

" Om itu mungkin salah ngasih. Ini pena mahal. Papi dulu punya, tetapi hilang dicuri orang dari kantornya, " ujar Magda.
" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujarku menggoda.
" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin," balasnya .

Aku terdiam mendengar "tembakan" Magda. Sadar dia kecolongan, segera Magda berdiri dan memelukku, dia menempelkan pipinya dipipiku. " Zung maafkan aku, mulutku latah," bujuknya.
" Aku mau datang kesini karena memenuhi permintaanmu, bukan mendengarkan hujatan dan mengungkit masa lalu yang sedang berusaha melupakannya. "

" Maaf bang, aku keceplosan. Aku tahu abang berusaha melupakannya malah mulutku ngelantur. Maaf iya Zung."
" Jangan ulang lagi, atau aku tidak akan mau datang kesini untuk selamanya," ancamku.

Tiba-tiba Magda berdiri dengan posisi sikap sempurna sambil mengangkat tangannya di sisi lengannya: " demi abang ku yang baik, aku berjanji tidak akan mengungkit masa lalu abangku yang berwajah jelek," suaranya lantang.
Aku tertawa gelak dengan tingkahnya. Aku berdiri menarik tangannya duduk disampingku.
" Magda masih mau tolong aku?"
" Kalau bisa kenapa nggak?" jawabnya.( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (92)

" I Surrender"
oh oh mmm
There's so much life I've left to live/And this fire's burning still/When I watch you look at me/ I think I could find the will/To stand for every dream/And forsake the solid ground And give up this fear within/Of what would happen if they ever knew/I'm in love with you

*) 'Cause I'd surrender everything/To feel the chance to live again/I reach to you/ I know you can feel it too/We'd make it through/A thousand dreams I still believe I'd make you give them all to me/I'd hold you in my arms and never let go/I surrender

I know I can't survive/Another night away from you/You're the reason I go on/And now I need to live the truth Right now, there's no better time/From this fear I will break free/And I live again with love/And no they can't take that away from me/And they will see... yeah
*)
Every night's getting longer/And this fire is getting stronger, baby/I'll swallow my pride and I'll be alive/CAN'T you hear my call I surrender
*)
Right here, right now/I give my life to live again/I'll break free, take me/My everything I surrender all to you right now I give my life to live again/I'll break free, take me (My everything) My everything (I surrender all to you)
==============
Aku tak dapat melawan kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin tidur. Magda bergegas merapikan kamar disebelah kamarnya.
==============
PAGI setelah serapan, Magda mengantarkan aku kerumah kost. Magda memesan supaya nanti malam mampir kerumahnya. " Aku nggak pasti. Lihat nantilah,"jawabku
" Abang harus datang, Magda nggak ada teman. Adik Jonathan lebih sering dirumah om dokter. Dia menjaga paribannya, takut diambil orang," ujar Magda ketawa.
***
Siang, Susan menjemputku pada hal suaminya baru akan tiba sore hari. Susan membawaku ke hotel tempat kami dulu makan siang. Aku mengikuti kemauannya, tokh tinggal berapa jam lagi aku sudah "selesai" dengannya pikirku. Suasana "dining room" dengan tata lampu dan alunan musik romantis merasuk dalam kenangan berdua. Ditempat yang sama beberapa bulan sebelumnya kami saling berbagi kasih dengan letupan sukma berbalut cinta.

Setelah selesai makan, Susan menyandarkan tubuhnya kesisi lenganku sambil menikmati tembang-tembang lama yang mengalun manis. Sesekali suaranya lirih mengikuti tembang kenangan itu sambil melirikku. Susan meraih tanganku menggemgam erat. Dari mulutnya terucap kata, " Zung, aku masih menyayangimu, cintaku belum berubah. Tetapi sikapmu akhir ini, membuatku bingung memutuskan perahu mana aku harus berlayar.

Sekiranya abang berkenan ( lagi )mengucap janji cintamu seperti beberapa bulan lalu, untuk meyakinkan diriku, aku akan segera mengambil keputusan perahu mana aku akan berlayar."

"Susan, biarkanlah perahuku berlayar mengarungi samudera luas nan ganas itu tanpa pengayuh pendamping. Aku juga tak tahu pasti arah perahuku akan berlayar. Aku hanya berharap dalam kesendirian, kelak perahuku akan berlabuh dalam dermaga kasih penuh kedamaian," balasku.

"Zung, aku masih mencintaimu dengan sepenuh hati. Katakan, kalau abang masih menyayangi diriku; aku akan berlayar bersama dirimu membelah gulungan ombak di lautan luas ."

Lidahku kelu, mulutku masih terbungkam oleh jerit tangis ibuku. Dalam hati mengakui, aku menyayanginya; tetapi tatanan hidup manusia beradab memasung diriku melanjutkan kisah kasih yang pernah kami rajut. Aku menatap wajahnya masih penuh harap atas diriku, sendu, bagaikan kelopak layu sebelum mekar.

" Susan, seandainya nyanyian burung diatas sana dapat engkau mengerti, dia bertutur banyak tentang ungkapan hatiku yang tak terucap. Susan sedengkanlah telingamu barang sejenak diselah jendela alam, maka engkau akan mendengarkan desisan hembusan angin malam; dirimu akan mendengar senandung rinduku tak terperi. Dikeheningan malam aku tersungkur oleh gelora hati; mataku rabun oleh gejolak sukma menapak jalan berkubang."

Aku mengajaknya keluar dari ruangan romantis itu. Aku khawatir ungkapan rasa antara aku dan Susan akan menggiringku kembali ke kubangan yang sama, selingkuh. Aku tak tahu, apakah Susan dapat menangkap rangkaian kata yang baru saja kuucap.

" Susan, sudah waktunya kita ke airport sebelum pesawat yang ditumpangi om Hendra mendarat,"ujarku mengingatkan. Susan segera menguasai hatinya, dia meraih lenganku, rona wajahnya ceria, pulih dihiasi senyuman. Kami berjalan bergandengan tangan bagaikan pasangan remaja yang baru saja mereguk madu cinta.

Susan mengangkat lengannya keatas. Diujung jari lentiknya memainkan kunci mobil: " Zung, kemudikan mobil ini, aku ingin duduk disampingmu,"ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil. Sepanjang jalan menuju airport, tangannya tak henti-henti meremas ujung jariku, sesekali dia membasahinya dengan kedua bibirnya.
***
Susan merangkul Hendra suaminya mesra serta menciumnya ketika turun dari pesawat. Aku melihat keduanya melepaskaan rasa rindu setelah berpisah selama kurang lebih tiga bulan. Dalam hatiku terbesit, panggung masih terbuka lebar memainkan sejuta adegan sandiwara dengan alur cerita dan peran berbeda. Susan telah memerankan nyaris sempurna.

Hendra menghampiri dan mengguncang tanganku dalam gemgamannya hangat serta memeluk ku: " Bagaimana dengan kakimu, sudah baikan?" tanyanya. " Selamat atas keberhasilan meja hijau mu," imbuhnya.

"Terimakasih om." Susan menyela,"pap, Tan Zung dapat menjawab semua pertanyaan penguji, dia mendapat nilai sangat memuaskan. Hanya beberapa orang diantara mereka mendapat nilai sangat memuaskan. Pacarnya Magdalena dapat nilai paling tinggi dantara semua peserta," jelas Susan.

Malam itu, aku rela menjadi sopir mereka. Hendra menolak duduk dengan Susan di belakang. " Nggak, aku duduk di depan bersamamu sobatku yang baik," ucapnya. Tengah perjalanan, Hendra mengajakku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat sungkan menolaknya. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (91)

http://www.youtube.com/watch?v=SELp8xfbzJQ&NR=1

"Power of Love"
The whispers in the morning/Of lovers sleeping tight/Are rolling by like thunder now/ As I look in your eyes/I hold on to your whole body/And feel each move you make Your voice is warm and tender/A love that I could not forsake

*)'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for me/I'll do all that I can/Lost is how I'm feeling lying in your arms/When the world outside's too/Much to take

That all ends when I'm with you/Even though there may be times/It seems I'm far away/Never wonder where I am 'Cause I am always by your side

*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for me/I'll do all that I can We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am
frightened But I'm ready to learn/Of the power of love

The sound of your heart beating/Made it clear/Suddenly the feeling that I can't go on/Is light years away

*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for me/I'll do all that I can We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am frightened But I'm ready to learn/Of the power of love
=============
" Zung, jangan kelamaan disana, akhir bulan ini abang mau berangkat ke Jakarta. Jangan lupa tanyakan bapatua ( pakde, pen) Jika mau kerja di Medan, aku dan mami bantuin abang."
============
SORE hari sebelum Hendra kembali dari London, Susan menjemputku kerumah." Tadi ada perempuan mencarimu, katanya kalian ada janji. Pesan ibu, kalau sudah tiba, segera telefon" ujar ibu kostku. Malam itu aku kerumah Magda, aku khawatir malam itu Susan datang menjemputku.

" Magda, boleh aku nginap malam ini disini.?"
" Sejak kapan abang pernah ditolak menginap di rumah ini hah...!?. Kapan abang tiba? Zung, seperti orang ketakutan. Ada apa," tanya Magda.
" Aku baru saja tiba, langsung kesini. Nanti aku beritahu kenapa aku langsung kesini. Magda, aku lapar, sejak siang aku belum makan."
" Ambil saja sendiri kebelakang," jawab Magda

" Magda....Magda...! " teriak maminya dari kamar. Magda kesal mendengar teriakan maminya dari kamar. "Ya...iya mam, aku sedang buatkan makan untuk orang yang kelaparan," jawab Magda sambil menarik tanganku ke dapur.
"Abang ambil sendiri. Ayo sekarang abang teriak lagi," katanya sambil bertolak pinggang.
" Magda, kok kesal sama aku. Kan mami yang teriak bukan aku. Ah..nasib orang......" Segera Magda menutup mulutku sambil tertawa. Magda seakan tahu ujung kalimatku.
" Iya..bang aku buatkan makananmu. Abang makan disini saja. Tetapi janji, ceritakan kenapa abang"melarikan diri'."

Magda menungguiku makan di dapur sambil berdiri. Sebelum habis makan, mami Magda menemui kami kedapur. Lagi-lagi Magda mendapat omelan, karena aku makan di dapur sambil berdiri. Aku kasihan melihat Magda kena omelan terus gara-garaku. Aku juga merasakan sikap kasih sayang inanguda, mami Magda, berlebihan terhadapku.

Magda diam menunduk setelah diomelin maminya sembari membawa gelasku ke ruang makan. Aku mengikutinya sementara mami masih berdiri di dapur.
" Inanguda mau kerumah om dokter dulu, kalian jangan ribut melulu," ingatnya Suasana sedikit terganggu. Aku berusaha menyejukkan hati Magda.

Aku beranjak dari meja makan menyimpan piring dan gelasku, tetapi Magda melarangku: " Bang, tunggu dulu mami belum pergi. Abang senang kalau aku diomelin lagi. Heran ! Aku tak pernah diomelin kalau aku marah kepada adik Jontahn. Pada abang kok kayaknya berlebihan, kenapa iya?"
" Aku juga merasa risih dengan sikap mami. Tetapi mungkin karena aku dianggap tamu. Tamu itu adalah raja."
"Raja maho ( kau raja?. pen) !" ketus Magda.

" Ayo bang cerita, kenapa abang melarikan diri kesini mencari makanan dan buat perkara."
" Sebelum aku tiba, ibu Susan datang kerumah. Dia mau mengajakku menginap dirumahnya malam ini untuk yang terakhir, karena besok suaminya akan kembali dari London. "

" Abang memang serius nggak mau lagi menginap dirumah ibu itu?"
" Itu makanya aku datang kesini. Aku takut dia datang lagi menjemputku malam ini. Magda, aku masih merasakan hangatnya air mata ibu ketika menasihati perihal hubunganku dengan Susan. Tanpa aku sadari, aku telah melukai hati dan mempermalukan ayah dan ibuku. Aku memang keterlaluan. Hanya memikirkan cinta...cinta tanpa pertimbangan moral, pada hal cinta itu bukanlah segalanya.

Tentang aku , Magda juga tahu, bahwa aku paling nggak tahan melihat air mata perempuan. Aku sering " jatuh" oleh linangan air mata perempuan." Itulah membuatku hanyut dengan Susan. Magda maaf, aku tidak ingin mengungkit masa lalu kita. Karena kelemahanku itulah, Magda pernah menyebutku buaya, sama halnya dengan Susan menyebut jenis reptil yang sama, buaya, " ujarku.

" Yahhh...sudahlah Zung. Kok ingar-ingat masa lalu!? Jadi abang ikut ke bandara menjemput suaminya? Abang nggak merasa risih berada ditengah suami dan isteri, meski isterinya pernah abang pcari? "

" Nggak juga. Karena aku sudah tekad, tidak akan berhubungan lagi dengan Susan. Lagi, Hendra suami Susan sudah aku kenal, ketika ketemu di diskotik. Juga waktu aku nginap dirumah Susan, aku telah bicarakan dengan dia kok."
" Om itu tahu kalau abang nginap dirumahnya? Om itu nggak bilang apa- apa.?"
" Nggak! malah senang."

Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin tidur. Magda bergegas merapikan kamar disebelah kamarnya. ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (90)

http://www.youtube.com/watch?v=0hBrln2tf3M&NR=1

==============
Satu beban berat terlalui tanpa ada yang terluka. Karena demikan senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah Magda memberi "laporan".
=============
" Zung, ada apa? Katamu mau pakai motor sampai besok. Kenapa sudah kembali? Wajah abang cerah sekali.!?"
" Magda, motormu "menyelamatkan"ku. Tadinya Susan mengajakku menginap, tetapi aku beri alasan motor harus di kembalikan malam ini. Akhirnya Susan "menyerah" Aku selamat Magda, beban beratku berkurang."

" Abang bilang apa ke ibu itu?"
" Aku nggak bilang apa-apa. Kebetulan suaminya pulang minggu depan. Aku selamat. Aku juga sudah beritahu kalau akan ke Jakarta. Untuk yang terakhir kali, aku nanti menemaninya menjemput suaminya ke bandara Polonia.

" Selamat bang ! sekarang tinggal masalah Maya. Eehhh tahe.. abang, tak habis- habisnya masalahmu ," ucapnya sambil mengelus kepalaku.
"Zung kita ke dapur, bantuin aku masak. Bang, segeralah selesaikan masalahmu dengan Maya, jangan biarkan berlarut-larut; nanti itu akan menyiksa dirimu sendiri."

" Aku nggak ada masalah dengan Maya.! Om John "sibagur tano " itu yang punya masalah. Aku juga kasihan kepada Maya di kekang seperti anak kecil. Sudah sesuci apa rupanya om John itu, ?" kataku geram.
" Apa itu " sibagur tano" bang. Aku nggak pernah dengar, " tanya Magda cekikian.

" Aku pun tak jelas. Itu jenis binatang purbakala dan hidupnya hanya ada dekat comberan," jawabku tertawa. " Siibagur tano sejenis kodok, mukanya paling jelek diantara jenis kodok didunia ini," imbuhku.
" Kok tega benar mengolok-olok om itu, dosa lho bang," ingatnya.
"Ah....nggak apa-apa, dosaku juga paling sebesar kodok. Dosa om itu lebih besar, sebesar gajah hamil ," ujarku, disambut tawa Magda. Sementara aku dan Magda asyik ngobrol, mami menjumpai kami ke dapur sedang memasak.

" Bah Magda ! kau biarkan itomu motong sayur.? Keterlaluan kau inang.!" entak maminya. Magda sewot. " Mami jangan disini, kerjanya ngomel melulu. Memang kenapa rupannya kalau si abang motong sayur? Nih..lagi bang, iris kecil-kecil," perintahnya di depan mami, sambil menyerahkan bawang merah. Mami, pergi meningalkan kami sambil geleng-geleng kepala.
"Magda nggak boleh seperti itu kepada mami. "
" Halah...abang sok nasihati. Cepatan bawang merahnya," ujarnya diiringi senyum.

"Zung, aku sendirian kalau abang beangkat ke Jakarta. Nggak ada lagi temanku ribut. Nggak ada lagi bantuin aku motong cabe, sayur dan bawang," guraunya Sementara aku asyik motong bawang dia menggebrak meja dengan sendok besar. " Bang! dengar nggak aku ngomong," suaranya menghentak bergaya galak.
" Iya aku dengar, gara-gara kamu galak, tiada hari tanpa ribut, maka aku pergi jauh," balasku, disambut gelak Magda.

Masih didapur, Magda mengajukan rencana setelah wisuda pergi wisata ke danau Toba satu malam. " Kalau abang mau biar aku ajak Mawar. Nanti kita nginap di villa om dokter." Aku setuju usulannya.
" Terserah kapan yang penting abang mau. Nggak apa-apa kalau Maya ikut.?"
" Magda, jangan kau buat perkara baru lagi ," ujarku.
" Iya nggak usah kalau abang nggak mau," balasnya sambil menuju ruang depan untuk menghubungi Mawar.

Magda kembali kedapur setelah bertelefon ke Mawar. " Zung, kita jadi berangkat. Mawar senang. Pesannya hanya kita bertiga saja."
" Magda, beberapa hari nanti aku nggak bisa datang kesini, aku mau pulang dulu. Orangtuaku pasti menunggu berita hasil sidangku."
" Zung, jangan kelamaan disana, akhir bulan ini abang mau berangkat ke Jakarta. Jangan lupa tanyakan bapatua ( pakde, pen) Jika mau kerja di Medan, aku dan mami bantuin abang." ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Monday, March 16, 2009

Dosenku "Pacarku" (89)

http://www.youtube.com/watch?v=Nez7gsXBJtw&NR=1

"Almost Lover"
Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind Images You sang me Spanish lullabies/The sweetest sadness in your eyes Clever trick /Well, I never want to see you unhappy/ I thought you'd want the same for me
*)
Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not to think about you/Can't you just let me be? /So long, my luckless romance/My back is turned on you/Should've known you'd bring me heartache /Almost lovers always do

We walked along a crowded street/You took my hand and danced with me Images/And when you left, you kissed my lips/You told me you would never, never forget These images
No/Well, I'd never want to see you unhappy/I thought you'd want the same for me
[Chorus]
*)
I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot wake up in the morning
Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted/And I bet you are just fine Did I make it that/Easy to walk right in and out/Of my life?
*)
===============
" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu sambil mau liburan. Magda mau ikut?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya," ujarnya dengan suara lemah
===============
Mawar tidak jadi datang makan malam bersama kami. Setelah makan, mami Magda menasehati kami. Magda menitikkan air mata, dia memanggil lirih papinya dalam isak, disela nasihat mami. Maminya juga ikut menitikkan air mata. Aku bangkit dari kursiku dan memeluknya. " Magda, jangan menangis," bujukku sambil mengelus kepalanya. Magda balas memelukku sambil memanggil papinya. Aku juga tak kuasa menahan air mata. Aku teringat ketika jenazah papinya masih di rumah,kala itu, Magda berulang memanggil papinya dalam ratap. " Papi bangun, abang Tan Zung datang. Papi bangun," tangisnya ketika aku datang melayat ke rumahnya.

Magda mengakihiri tangisnya ketika maminya mengingatkan: " Sudahlah boru, mestinya kita bahagia atas keberhasilanmu. Mami sangat senang melihat Magda, Mawar dan itomu Tan Zung yang berhasil menyelesaikan kuliah."
***
Esok hari menjelang siang, aku berangkat menemui Susan ingin mengucapkan terimakasih sekaligus memberitahukan keberangkatanku ke Jakarta. Susan menyongsongku ke teras rumahnya dan berteriak. " Selamat datang doctorandus Tan Zung," sambutnya sambil memelukku. Kebetulan Zung, aku mau makan, mari duduk kita makan bersama," ajaknya.

Susan menggandeng tanganku ke meja makan. Saat makan, aku sampaikan niatku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan. " Aku mau cari kerja disana, " kataku.
" Lho, dulu abang bilang mau kerja di kantor papi almarhum?. Kebetulan mingggu depan suamiku mau kembali dari London. Nanti kita kekantor cabang isi lamaran, mereka butuh jurusan akuntansi. Zung, gajinya lumayan besar jangan sia-siakan,!" ujarnya.

Hatiku terasa terbang setelah memberitahukan suaminya pulang minggu depan. Aku tak harus lagi "meralat" ucapanku akan menikahinya. Aku juga sudah nggak tertarik dengan tawaran bekerja di kantor almarhum ayahnya meski gajinya termasuk paling besar dibandingkan dengan gaji pegawai negeri sipil atau be-u-em-en lainnya. Susan terus mendesak ku supaya minggu depan mengisi lamaran di kantor almarhum ayahnya yang juga tempat suaminya berkerja.

Menjelang akhir percakapan kami, Susan mengajakku ikut menjemput suaminya ke pelabuhan udara. Aku tak dapat mengelak permintaanya. "Aku minta tolong, minggu depan menemaniku menjemput Hendra, boleh?". tanyanya.

Aku menyanggupi permintaannya. Permintaan terakhir, pikirku. Aku beritahukan kalau aku sudah pindah ke tempatku semula. Selama makan siang, tak ada lagi kata-kata cinta terucap dari mulutku dan Susan. Kecuali menjelang ketika aku minta ijin pulang. Dengan perasaan berat Susan membiarkanku pulang sebelum senja. Berulangkali dia membujukku untuk menginap, " Untuk yang terakhir bang, sebelum suamiku pulang. "

Aku menolak permintaan untuk menginap, aku berdalih mau mengembalikan motor pinjamanku. Susan tampak kecewa berat. Susan mendekatiku, " Abang, berubah jauh dibandingkan sebelumnya. Kenapa?. Kamu punya pacar baru?"

" Nggak.! Aku janji motor akan ku kembalikan sebelum malam hari. Mungkin lain waktu, aku datang lagi."
" Nanti nginap sebelum suamiku pulang iya bang! Kita sama berangkat dari rumah ini, " pintanya.

" Iya, aku lihat dulu. Mungkin aku pulang sebelum berangkat ke Jakarta. Tapi yang pasti aku ikut menjemput suamimu."
" Aku jemput abang kerumah malam sebelum suamiku tiba, ?" tanyanya.
" Telefon dulu, mungkin aku belum tiba dari kampung."
Susan menghantarkanku hingga kehalaman rumahnya dengan perasaan kecewa.
" Perubahan abang terlalu cepat, kenapa ? Karena abang sudah tamat iya, ?" tanyanya.

Ah...tembakan "duabelas pas" pikirku. Meski harus berpisahaku aku tetap bersikap santun. Berpisah tidak harus saling menyakiti. Aku mengecup pipinya sebelum meninggalkannya. Susan memelukku. Aku masih merasakan getaran tubuhnya. Aku segera mengakhirinya sebelum aku diajak kembali kerumah. Susan melepaskan pelukannya dengan rasa kecewa. " Hati-hati di jalan bang.!"pesannya

Satu beban berat terlalui tanpa ada yang terluka. Karena demikan senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah Magda memberi "laporan". ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (88)

http://www.youtube.com/watch?v=znS3rVjXRrg&NR=1

===========
Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masalalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda taksegan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya aku "melenceng".
==================


DENGAN kedekatanku sebagai saudara mengharap, dia akan merubah keputusan tidak akan menikah selamanya. Aku telah tulus melepaskannya seandai Magda mempunyai pilihan lelaki lain. Aku juga tak segan mengutarakan masalah pribadiku tanpa ada maksud mempengaruhi agar hubungan kami kembali. Kini, hanya aku ingin menunggu waktu yang tepat membicarakan mengenai Maya. Kembali kami berbicara mengenai hubunganku dengan Susan.

" Zung, perkuliahan kita sudah selesai. Tak ada lagi yang perlu abang takut kan. Jangan abang gantung perasaan ibu Susan. Segeralah abang mengambil keputusan. Tetapi saranku, akhirilah hubunganmu dengan dia. Aku berani mengatakannya, karena ibu itu punya suami. Aapapun alasannya, abang tak pantas menggunting dalam lipatan," ujar Magda serius.

" Iya, rencanaku besok hendak kesana. Boleh aku pinjam motormu?"
" Nggak terlalu jauh naik motor kerumahnya?" tanyanya.
" Iya memang cukup jauh, tapi nggak apalah, biar ada alasanku pulang mengembalikan motor bila Susan menahanku menginap dirumahnya. Magda, entah kenapa aku paling sukar menolak permintaannya, itu kelemahanku yang selalu dimanfaatkan ibu Susan.

Memang selama ini kalaupun aku nginap, kami tak pernah berbuat melampaui batas. Aku dan Susan masih bisa menahan diri. Magda, mungkin aku pinjam motormu dua hari karena aku juga rencana mau pindah dari rumah kosku sekarang, menungu berangkat ke Jakarta akhir bulan ini.

" Abang pakai saja sesuai kebutuhanmu, nanti aku pakai mobil antar mami kepasar atau ketempat lain. Abang serius mau ke Jakarta,?" tanyanya pelan.
" Iya, aku serius," jawabku. Aku segera mengajak Magda pulang, aku melihat ada perubahan dalam wajahnya ketika ku katakan akan berangkat ke Jakarta akhir bulan. Memang aku pun merasakan beratnya meninggalkan kota Medan, kota kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Dikota ini aku mengenal indah dan pahitnya hidup bercinta.

" Ada yang aku bicarakan denganmu Magda tetapi kita bicarakan dirumah saja." Magda merasa heran setelah aku mengajak pulang dan ingin membicarakan hal yang serius sementara aku akan berangkat ke Jakarta. Aku menduga, pikirannya pasti mengenai hubungan kami.

Magda mengajakku bicara di rumah, ketika aku mengambil tempat duduk di teras. Dia mengajakku ke dapur. Magda menyediakan minuman teh hangat untuk kami berdua. " Ada hal yang serius bang? " tanyanya sambil menyeduh teh. Aku membantu dia mengangkat kedua gelas ke ruang tamu. Magda duduk berhadapan denganku.

"Magda, ketika aku pulang kampung, Sinta mendesak-desakku berteman dengan Maya. Awalnya aku nggak tertarik. Tetapi karena semua keluarga termasuk ompung kita "komporin" akhirnya aku mau. Maya itu temanku sekelas ketika di es-de hingga di es-em-pe. Orangnya baik dan cerdas seperti kamu."

" Lalu kenapa dengan Maya?"
" Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan Maya. Yang menjadi masalah adalah om dia. Ketika aku mengantar Maya pulang, om itu menunjukkan rasa tidak senang denganku. Dia adalah dosen di salah satu fakultas di kampus kita. Dia mengetahui hubunganku dengan Susan. Menurut Lisa kakak Maya, itu lah alasannya melarang Maya berteman denganku. Hampir sebulan ini aku tak pernah ketemu dengan dia, kecuali dengan kakaknya. Om nya selalu mengawasi langkah Maya."

" Nah....sekarang baru ketahuan. Aku dan Mawar sudah tertanya-tanya setelah pulang dari kampung abang seperti kehilangan semangat. Rupanya ini penyebabnya. Ya..ya..iah......itoku. Aku kan sudah bilang sebelum abang berangkat kekampung, jangan lagi "main api". Yang satu belum beres, masalah baru menggerogotimu."

" Itulah alasannya, aku mau berangkat akhir bulan ini. Tadinya rencanaku dua bulan yang akan datang."
" Zung, aku mau mendatangi Maya, apa pesanmu.?"
" Nggak usah lagi lah, aku capek. Aku hanya ingin memberitahu sebelum kamu tahu dari orang lain."

" Jadi abang mau "melarikan diri" ?
" Nggak.! Aku hanya menenangkan diri sambil mau cari kerja."
" Bang, kenapa harus di Jakarta. Abang kerja di Medan saja. Kalau abang berangkat, nggak ada lagi temanku berantam. Aku serius, minggu depan aku dan mami ke kantor gubernur, biar aku tanyakan bagian personalianya."

" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu sambil mau liburan. Magda mau ikut?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara lemah.( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (87)

Have You Ever Seen The Rain
Someone told me long ago/There's a calm before the storm, I know;
It's been comin' for some time./When it's over, so they say,/It'll rain a sunny day,/ I know;

*)Shinin' down like water./I want to know, have you ever seen the rain?/I want to know, have you ever seen the rain Comin' down on a sunny day? Yesterday, and days before,/Sun is cold and rain is hard, I know;

Been that way for all my time./'Til forever, on it goes/Through the circle, fast and slow, I know;
It can't stop, I wonder. I know;
*)
=================
" Abang tenang saja, nggak usah gugup menjawab pertanyaan mereka, apalagi mengahadapi bapak "S" itu, soknya bukan main. Pertanyaannya aneh-aneh, nggak ada hubungannya dengan mata kuliah dia. Ibu Susan mantap bang, pertanyaannya sangat enteng," terang Mawar.
================
MAGDALENA keluar ruangan lebih cepat dibandingkan dengan mahasiswa yang diuji sebelumnya. Magda berlari kecil menuju kearahku dan Mawar. Magda memelukku, juga mengeluarkan air mata kebahagiaan. Dia mengangkat wajahnya memandangku. " Bang, akhirnya perjuangan kita nggak sia-sia." ujarnya.

" Kita? Magda, kau lupa, nasibku masih diujung tanduk. Aku belum diuji," kataku datar. Magda terdiam mendengar ucapanku. " Abang pasti lulus, pasti!. Nggak usah gentar bang! Hadapi mereka dengan tenang. Ibu Susan mengajukan pertanyaan sangat ringan," ujarnya memberi semangat.
" Magda, tadi sebelum masuk ke ruangan sidang kamu janji mau.."
" Janji apa bang?.." potongnya. " Ah..abang ada-ada saja. Masak sih disini..?" ujarnya setelah dia menyadari niatku yang tergantung.
" Lha, masak hanya pegang tangan pun harus tersembunyi..?"
" Ya..iya lah..ayo bang..." ujarnya seraya menggemgam tanganku erat menjauh dari keramaian. " Sudah puas? Maunya apa lagi bang...?" tanyanya disambut tawa Mawar.

Sementara menunggu giliran, Magda dan Mawar terus memberiku semangat sebelum giliran tiba. Aku nggak sabaran menunggu giliran, mestinya giliranku sudah tiba. Magda mulai gelisah dia ke sekretariat menanyakan kapan giliranku. Karyawan yang ditanyakan tersenyum menjawab Magda." Gilirannya diganti dengan yang paling akhir, karena namanya berawal huruf " Z".
Ini pasti kerjaan Susan pikirku, setelah Magda memberitahukan alasan sekretariat mengundurkan giliranku yang paling akhir.

Magda dan Mawar mengantarkanku hingga kedepan pintu ruangan sidang. Magda menghentak punggungku," tenang bang."
Aku melihat Susan duduk diantara dosen penguji. Dia memandangiku hingga aku duduk dikursi "pesakitan". Susan mengawali pertanyaan, segeraku sambar. Susan mengangguk. Susan meberi kesempatan kepada dosen lainnya, semuanya aku lahap. Terakhir Susan mengakhiri dua pertanyaan, keduanya " aku kunyah habis".

Aku lulus sangat memuaskan. Aku segera bangkit dari tempat duduk dan menyalami Susan. "Terimakasih bu." ucapku. Juga menyalami semua dosen penguji lainnya. Aku meninggalkan ruangan seperti berjalan di udara karena kebahagian. Aku ingin terbang ke kampung memberitahu hasil ujianku. Tadinya kedua orang tuaku mau menghadirinya, tetapi karena nenekku sedang sakit, mereka tak tega meninggalkannya.

Magda dan Mawar menyambutku, Magda memelukku erat. "Abang lulus.....! Magda menempelkan pipinya ke pipiku agak lama. Kan tadi aku bilang akhirnya perjuangan kita tidak sia-sia," ujarnya sambil menyeka air mata. Mawar mengajak aku dan Magda kerumahnya.

Magda menyerahkan kunci motornya. " Zung yang bawa," ujarnya. Diparkiran aku (lagi) "mencobai"nya. " " Magda, perjuangan kita setengah mati selama kuliah, kemudian aku dan kamu berhasil. Mengapa kita tidak saling memberi "oleh-oleh" sebagai tanda kenangan abadi!?"

" Zung! Tadi kan sudah. Apalagi maunya!?" tanyanya serius. " Nantilah, entah kapan-kapan," lanjutnya seraya mengajakku segera pergi.
" Magda, aku tak mau menunda hingga kapan pun. Aku mau sekarang, jika Magda berkenan."
" Zung! Apa lagi..? Ah..abang banyak maunya. Nggak!"
" Ya. Sudah aku naik angkutan umum saja,"ujarku seraya menyerahkan kunci motornya.
" Lho. Abang serius?" Ya...iya..sinian bang.."
***
Sebelum kerumah Mawar, kami mampir dulu kerumah Magda. Mami Magda menyambut kami dengan rasa sukacita. Satu persatu kami diciumi, air mata kebahagiaan mengiringinya.

Mami mengingatkan Magda, Aku dan Mawar makan malam bersama. Segera kami berangkat menuju rumah Mawar. Suasana dirumah Mawar sangat riuh, seluruh keluarga dan ponakan berkumpul. Mawar memperkenalkanku kepada kakak ipar dan seluruh keluarga. " Oohh..yang ini namanya Tan Zung. Apa khabarmu Zung. Namamu sering kakak dengar tapi nggak pernah ketemu," ujar kakak Mawar yang paling tua.
***
Aku berbisik ke Magda. "Kita pulang saja, lebih baik kita dirumahmu. Suasananya terlalu ramai, aku pusing," keluhku.
"Zung, kau cari perkara. Nanti Mawar marah. Sabar dikitlah bang. Iya nanti kita kerumah, tapi tunggu dulu sebentar," bujuknya.
" Magda, kepala pusing. Aku mau istrahat. Aku kurang tidur tadi malam."

Magda memanggil Mawar dari dapur. Mawar tak keberatan aku pulang duluan setelah melihat pisikku agak lemah. Sebelum kerumahnya, aku singgah di kedai kopi aseng ingin beli makanan pengganjal perut. Aku baru sadar kalau sejak pagi aku hanya minum teh.
" Ngapain kita kesini bang? Jangan, aku nggak mau, " ujarnya. Dia tetap dalam boncengan.
" Magda, aku lapar. Sejak pagi aku nggak makan, nggak selera, " bujukku.
" Kita makan pangsit di Selat Panjang saja. Aku juga lapar ," balasnya.
" Zung, kali ini aku yang traktir, jangan pakai tersinggung segala. Abang nanti kutinggal," ujarnya ketawa.

Aku dan Magda agak lama di restaurant, kebetulan pengunjungnya agak sepi. Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak segan-segan lagi menegurku bahkan membentak kalau dianggapnya aku "melenceng". ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/