Friday, January 30, 2009

Magdalena ( 42)

http://www.youtube.com/watch?v=wsWny6nOqqE
Rain and Tears

======================
“ Kenapa abang masih simpan foto Bunga, dia kan sudah menikah.!?”
“ Dia sudah punya anak iya...?” tanyaku
“ Bang, jawab dulu pertanyaanku
, kenapa fotonya masih abang simpan.”?
=====================

“ Itu hanya kelupaan, saja. Iya sudah aku buang nanti, daripada kita berantuk terus.”
“Jadi dimana kau taruh surat-surat dan foto itu.”
“ Sudah aku buang,” ketusnya
“ Baguslah, aku mau pulang dulu.”
“ Abang langsung pulang kerumah, jangan minum lagi.”
“ Kan sudah lama nggak. Magda bilang jangan ini jangan itu aku turuti. Aku hitung ada sebelas perintahmu semuanya aku turuti. Tuhan saja punya perintah hanya sepuluh, itupun tak bisa semua aku turuti. Tahu nggak Magda, perintahmu yang paling susah kuturuti dan tersiksa; kalau nonton di bioskop tangan harus dilipat, pandangan kedepan; tak boleh naik beca dengan perempuan lain, kecuali dengan nenek-nenek. Nilai matakuliah harus angka memuaskan. Macam mana lagi aku meraih nilai memuaskan tiap hari pacaran. Pacarku pun menangis terus.!”

Magda tertawa lepas menyambut ocehanku, guncangan tawanya sama dengan ketika menangis. Magda kecapekan menahan tawanya, akhirnya tergeletak diatas dadaku. Aku berujar dalam hatiku, benar juga kata orang bijak; banyak jalan menuju Balige, ehh Roma. Buktinya, hanya ngoceh saja, kepala tergeletak diatas dada...hmmmm.

“Abang nggak boleh bawa-bawa nama Tuhan,” ujarnya masih ketawa.
“ Dalam dunia percintaan nama siapapun boleh dibawa. Pernah dengar nggak orang jatuh cinta mengobral sumpah, demi Tuhan !”
“ Nggak ...” jawabnya singkat.
“ Magda juga bawa-bawa nama......”
“ Aku nggak...ah” potongnya serius masih menahan tawa.
“ Baru saja kamu bawa -bawa nama Rosdiana...Surgana...Astuti dan
Mega, “ kataku enteng berlagak serius.
***
KESIBUKAN menyelesaikan skripsiku dalam dua minggu terakhir, selama itu pula aku tidak bertandang kerumah Magda. Magda mengeluh, dirinya seperti terpenjara dengan aturan-aturan baru papinya. Magda mulai “berontak”.
Setiap pulang kuliah, Magda tidak langsung pulang kerumah, juga tidak ketempat kosku. Dia selalu bersama Mawar. Aku merasa terganggu dengan situasi ini, sementara kami bertiga dikejar tenggat waktu penyerahan skripsi.

Magda dan Mawar tak pernah mau memberitahukan kemana pergi dan apa yang mereka lakukan. Jawaban keduanya selalu sama, kerumah tante. Akupun setiap sore harus ke rumah dosen pembimbing menempuh jarak kurang lebih lima belas kilometer pergi pulang sore harinya. Selama itu pula komunikasi sedikit macet. Usai kuliah aku “paksa” Magda kerumahku tanpa Mawar.

Menurutnya, Magda merasa tersiksa karena kebebebasannya dipasung oleh kedua orangtua. “ Aku harus memberitahu siapa temanku kalau aku mau keluar; harus dirumah sebelum pukul lima sore. Kalau belanja kepasar harus dengan adik Jonathan. Aku mulai bosan dirumah, aku juga ingin berhenti kuliah. Aku sakit hati diperlakukan seperti anak kecil. Abang juga sudah hampir dua minggu tak pernah kerumah, hahhh... nggak taulah....” keluhnya.

“ Jadi, kamu juga marah karena aku tidak kerumah.? Magda kan tahu, selama sepuluh hari ini aku sangat sibuk mengerjakan skripsiku. Aku harus pergi pulang kerumah dosen pembimbing. Kita sudah sepakat untuk menyelesaikannya tepat waktu dan kita harus bijak membagi waktu. Aku setuju usulmu dan Mawar, makanya akupun membatasi diri datang kerumahmu. Magda juga sedang sibuk menyelesaikan skripsimu, bukan?”

“ Nggak, aku sudah hentikan sejak minggu lalu, aku juga mau berhenti kuliah.”
“ Berhenti kuliah..? kau gila. Magda, keputusan mu memuakkan, kau pesong..., gila...!”
Magda menutup kedua kupingnya berseru; “ abang .....cukuuuppp, iya aku gila...aku pesong..... abang juga tak mau tahu perasaanku.”

Magda tertunduk lesu, dia membiarkan butiran air mengalir membasahi wajahnya. “....rain and tears both are shown for my heart, there’ll never be a sun.”

Aku sadar, aku begitu egois. Aku mencium ada luka yang ternganga dalam relung hatinya. Gemuruh teriakan hatinya menembus hingga sanubari, ya , aku merasakan getarannya. Magda, “ sinar matamu bertutur banyak; hatimu menyimpan luka, katakanlah luka apa yang kamu pendam.?”

Magda diam, nafasnya sengal menahan beban berat. Berulangkali aku bujuk untuk bertutur jujur, derita apa yang menyiksa dirinya. Dia hanya menatapku dengan pandangan kosong. Dia berusaha mau membuka luka yang terbungkus itu, tetapi dia tak mampu membuka mulutnya, kecuali desahan panjang.

Dada terasa sesak, aku keluar dari kamar ingin menenangkan pikiran. Pikiranku betul-betul bego apalagi setelah mendengar keputusannya; berhenti kuliah dan menghentikan skripsinya. Otakku mandek, tidak seperti biasa, aku dapat segera mencairkan suasana. Kali ini benar-benar beku. Aku keluar masuk kamar, aku gelisah bercampur kesal, Magda “mogok” total.

Bicara tidak, senyum nggak, airmata juga tidak, entah dimana dan kapan ditumpahkannya. Apakah selama hampir dua minggu itu dia juga menghamburkan airmatanya. Kalau iya, kenapa.?” Ah...pikranku semakin berkecamuk, liar.Aku mencium keningnya pamit mau ke warung membeli makan siang .( Bersambung)

Los Angeles, Jauary 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 41)


KUCARI JALAN TERBAIK
http://www.youtube.com/watch?v=8CMoeUPaq5o

=============
“ Magda, aku khawatir ada orang ketiga mau merusak hubungan kita, itu saja. Ayo..beritahu, darimana Magda mengetahui nama-nama itu..?”
“ Dari mereka sendiri...!”
=============

Hah..... mereka rame-rame mendatangi kau. Magda, aku serius, darimana kamu tahu nama-nama itu. Katakan, atau aku pulang!”
“Kenapa abang marah kalau memang abang benar?”
“ Abang marah karena kau pun tak mau jujur. Katakan, Magda tahu dari mana!”
“ Aku sudah bilang, dari mereka. Aku sudah baca semua surat -surat yang abang simpan itu.!”
Oalahhhh... jadi kamu tahu dari surat-surat mereka. Apa isi suratnya? Sudahlah, daripada kita ributkan yang nggak perlu. Sekali lagi, itu adalah masa lalu yang tidak mempunyai kesan berarti, kecuali Bunga dan kaupun tahu itu.”
"Abang bilang telah melupakannya, tetapi apa perlunya surat-surat mereka abang simpan!?”
“ Dimana kau temukan surat mereka.?”

“Aku dan Mawar menemukannya terselip diantara lipatan pakaian, ketika kami memberes-beresin kamar abang.”
“ Jadi sudah kau baca isinya bukan ? Ada surat menagih utang.?”
Magda menatapku tajam, “ Aku selama ini percaya pada abang.”
“ Tadi sudah ku bilang, lupakanlah itu, nanti kita ribut lagi. Mereka semua adalah ...
“ Semua pacarmu.....”sergahnya.
“ Nggak juga, mereka saja merasa kalau aku pacarnya....”

“ Rosdiana cuma ketemu di bemo ketika berangkat ke kampus, berlanjut surat menyurat. Surgana ketemu di Sembahe ketika mengikuti lari marahton; Astuti ketemu waktu lebaran dikampus dan Mega ketemu waktu tujuhbelasan.
Magda diam, mendengar tapi nggak serius dia hanya menatapku sambil bertopang dagu.

“ Cukup Magda ?"
“ Abang hebat iya punya “koleksi" perempuan segudang .”
Hushhh koleksi, memang barang antik.”
“ Abang tahu siapa Mega itu ? Dia itu saudara sepupuku, mami kami kakak beradik.”jelas Magda.
“ Ya, aku tahu lah. Makanya abang tak tega mebalas tepukannya,” ujarku. (Padahal aku tak tahu sebelumnya bahwa mereka bersaudara, sumpah. Magda saja yang ngerocos )

“ Mega tahu hubungan kita?”
“ Iya dia tahu, kenapa?”
“ Nggak apa-apa, dia hanya mau berteman.”
“ Abang bohong lagi, kalian pernah pergi bersama ke Binjai.”
“ Iya...waktu itu aku ikut pergi dengan panitia tujuhbelasan, bukan cuma kami berdua,”

“ Tapi foto cuma kalian berdua!” Magda mulai senewen lagi.
“ Sebenarnya semua mereka mau ikutan foto, abang saja nggak mau. Tapi karena Mega adik sepupumu, aku mau,” jawabku asal.
“ Berteman kok pakai surat segala.”
“ Mana aku tahu, tanyalah dia sendiri.”
Wajah Magda sedikit kusam.
“ Kenapa abang masih simpan foto Bunga, dia kan sudah menikah.!?”
“ Dia sudah punya anak iya...?” tanyaku
“ Bang, jawab dulu pertanyaanku, kenapa fotonya masih abang simpan.”? ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 40)

Celine Dion - I'm Alive
http://www.youtube.com/watch?v=EA7uYHDXC8I

===============
Sementara tanganku memencet mulutnya, tiba-tiba maminya keluar dari kamar. "Kalian dirumah dulu iya, mami mau kerumah Mega."
==============

DARI segi usia dan tingkat pendidikan seharusnya kami sudah matang, tidak lagi kerap terperangkap dengan rasa cemburu. Memang, dalam hal satu ini, kami too late. Empat tahun, sebenarnya lebih dari cukup untuk saling mengenal. Namun, kala itu hubungan sebatas teman belajar. Seharian menekuni mata kuliah yang kadangkala menjemukan itu. Sesekali ada juga getaran hati, namun semuanya sirna manakala tugas perkuliahan menumpuk didepan mata.

Senandung rindu tak terpendam, semai cinta kasih tumbuh subur ditengah maha beratnya tugas perkuliahan. Waktu telah menguji kadar cinta kami lewat kejujuran dan ketulusan meski itu harus kami lalui diatas rerumputan penuh duri.

Masalah hubungan kekerabatan yang datang menggangu berhasil aku kubur dalam lembah yang paling dalam. Aku telah berdamai dengan diriku dan pemilik waktu. Dalam perjalanan kedepan, aku dan Magda menyadari bahwa kami akan mengalami tingkat kusulitan yang paling serius yaitu, “mengingkari” hubungan kekerabatan sebagai ito. Bagaimana aku dan Magda harus menghadapinya?

Aku semakin merasakan bahkan menikmati kedewasaan Magda dalam memainkan peran sebagai teman yang sepadan . Dia bertumbuh dewasa seiring dengan bertumbuhnya kasih sayang, tulus dan bersahaja. Cemburu ..? Iya dia semakin cemburu meski bukan membabibuta. Jangan sekali-kali menyinggung mantan teman lama atau masalaluku. Dia ingin menikmati bunga- bunga itu tumbuh subur, mekar merekah menyambut sinar mentari pagi.

“Abang, kita harus jujur dan terbuka. Selama ini aku masih percaya dengan kejujuranmu, aku harap itu akan berlangsung selamanya. Abang tahu, sejak kita belajar bersama dari es-em-a hingga sekarang, aku tak pernah berteman secara khusus dengan siapapun, kecuali abang. Aku harap abang menjawab dengan jujur.”

“Langsung saja Magda, kau buat deg-degan saja. Kejujuran ...?. Iya itu aku miliki.!”
“ Ternyata selain Bunga, ada segudang wanita kau sembunyikan dibalik ........”
“ Maksudmu?” tanyaku memotong pembicaraannya.

“ Abang hidup dalam kepura-puraan, Abang katakan masih memiliki kejujuran tapi bolehkah abang jelaskan dengan kejujuran yang abang miliki; siapa dan bagaimana hubunganmu dengan; Rosdiana Saragih orang Tebing Tinggi; Surgana Ginting orang Kabanjahe, Astuti Harahap orang Kp. Durian dan Mega saudara sepupuku.

Aku terhenyak, kelagapan. Bisa-bisanya aku “dibacain” habis, bagaimana Magda tahu persis semua nama dan tempat wanita itu.?” Ulah siapa lagi ini, oooalah persoalan tak kunjung usai. Rupanya Magda melihat rona wajahku sedikit berobah.

“ Abang sakit ,? kok kelihataannya gelisah.!” katanya ngenyek.
“ Nggak, tetapi bagaimana kau tahu nama-nama itu,.?” “ Ingin tahu dari mana aku tahu,? apa perlunya abang tahu. Magda perlu kejujuranmu, siapa mereka!?”

“ Aku akan jawab, tapi kita janjian dulu. Nggak aci marah-marahan dan esketean ok.!? Magda, nama-nama itu masa laluku. Ketika itu, aku dan Magda belum mempunyai hubungan serius. kita hanya sebatas berteman. Setelah berteman serius, kau dapat buktikan dan rasakan sendiri, setiap malam minggu abang selalu hadir dirumahmu. Pada hari-hari biasa kita berlajar bersama. Lalu menurutmu, saat kapankah aku dan nama wanita yang kau sebut itu berpacaran.? Jangankan namanya, wajahnya pun aku sudah lupa.”

" Abang lupa?!" tanyanya sinis
“ Aku sudah berkata jujur sejujurnya, sekarang aku bertanya dan jawab dengan jujur. Bagaimana kamu tahu semua nama-nama itu lengkap dengan alamat nya.,?
“ Apa perlunya abang tahu. ?”
“ Magda, aku khawatir ada orang ketiga mau merusak hubungan kita, itu saja. Ayo..beritahu, darimana Magda mengetahui nama-nama itu..?”
“ Dari mereka sendiri...!” ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 39)

http://www.youtube.com/watch?v=HGC003Xz3CY

================
Mawar kaget, melihat Magda tertidur di tempat tidur, sementara aku tertidur di kursi. Mawar tidak jadi masuk kekamar, hanya menyampaikan pesan, kalau Magda dicariin oleh kedua orangtuanya.
===============

HARI KEEMPAT Magda belum kuliah juga. Dari kampus aku langsung kerumah Magda. Tiba disana, mami Magda menyambutku ramah, " kapan kembali dari kampung. Angkang ( kakak, pen) sudah sehat,?" tanya maminya Magda.
" Ibu sehat, dia hanya rindu," jawabku.
" Magda dimana, kenapa dia belum kuliah.?"
" Dia masih sakit, sudah ke dokter, tapi belum tahu penyakitnya."
"Ada makanan inanguda, aku lapar!" ( Selama berteman dengan Magda, belum pernah aku masuk dapur cari makanan.) Maminya memangil Magda, tapi tak ada sahutan.
"Biar aku sendiri yang mengambil inanguda."

Ketika aku sedang makan Magda membuka sedikit pintunya. Lewat pantulan sinar dari jendela kamarnya, tampak Magda masih memakai baju tidur. Rambutnya masih tergerai menyentuh hingga ke ujung pinggangnya. Aku tahu dia sengaja membiarkan mataku memandangi kujur tubuhnya. Ah... tubuhnya amat sempurna menjadi isteri dan ibu anak-anakku.

Magda duduk diujung tempat tidurnya. Lewat selah pintu yang terbuka, dia menatap kearahku. Sesekali kupandangi dia sembari menyantap makananku yang sebenarnya hanya sebagai "media" penyambung rasa yang hampir pupus.

Ketika imiginasi berkelana jauh, Magda keluar dari kamarnya. Aku sambut dia, "Selamat siang ito Magda." Dia diam tak menjawab. Memang dia paling benci bila aku panggil ito. Ku sapa lagi, "Selamat siang Magda. "
"Selamat siang bang," jawabnya.
Kami duduk berhadapan, " Abang mau tambah.?"
"Mau, tetapi Magda makan sama, " ujarku
" Aku belum mandi bang,"
" Aku ajak makan sama, bukan mandi sama."

Dia melirik kearah kamar maminya, aman, dilemparkan serbet kearahku.
" Iya...iya aku makan, " sebelum abang makin ngaco.
" Disendokkan nasi kepiringku."
" Lagi air minumnya bang.?"
" Boleh, tapi punya manson nggak,?" tanyaku. (Aku ingintahu sampai dimana "galak"nya Magda jika dirumahnya. Kalau diteras sudah hafal mati aku. Dibawah menunjang diatas kalau nggak mencubit ya...menjewer.)


Dia berdiri sambil bertolak pinggang, menatapku dan mengatupkan bibirnya. (aku suka style yang satu ini)
"Manson? iya ada, abang mau berapa botol hah...?"
" Satu sendok teh. Aku lagi batuk ," ujar ku.
" Dia bangkit dari tempat duduknya, mendekat, diacak-acak rambutku. Mulai sekarang nama abang diganti menjadi "Hobaz Manson Tan Zung."
" Dan kau Mrs. Magdalena"Manson" Tan Zung," balas ku
" Nggak pakai "manson"," katanya sambil memukul pundakku.
Aku kuatir "kepergok" maminya, segera aku bergegas menghindar dari meja makan seraya menyimpan piringku yang baru saja kupakai.
***
" Magda ini catatan kita selama empat hari."
" Empat hari kuliah, catatan mu kok cuma ini saja.?" tanya Magda heran.
" Aku tak dapat kosentrasi, pikiranku melayang kemana-mana."
" Kemana saja pikirannya bang.?"
" Kesini, " kataku sambil memongkal....( memencet, red) mulutnya pelan. Sementara tanganku memencet mulutnya, tiba-tiba maminya keluar dari kamar. "Kalian dirumah dulu iya, mami mau kerumah Mega." (Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Madalena ( 37)

When A Man Loves A Woman”
http://www.youtube.com/watch?v=ReyEQFu34DI

====================
“Sudah berapa lama abang esketean ( tidak bicara, pen) dengan kak Magda?
“ Tiga hari tambah lima hari waktu kita dikampung”
“ Baru tiga hari saja abang seperti orang senu ( gila, pen).” kata Sinta tertawa
============

AGAR persoalan “kepala” Sinta yang tersandar di sisi bahu ku selesai tuntas, terpaksa aku menghadirkan Sinta dalam pertemuan direstauran tanpa sepengetahuan Magda. Bagai matahari mengahalau rembulan dan bintang dimalam kelam, kedatangan Sinta dan kekasihnya Sihol melahirkan keteduhan jiwa yang sempat mengerang. Mawar menyongsong Sinta kedepan restauran.

Aku melihat Mawar sedang berbicara dengan Sinta dan Sihol untuk mengulur waktu memberi kesempatan kepada Magda memulihkan perasaannya, menghapus air mata yang masih tersisa. Magda tidak dapat menyembunyikan perasaan kaget atas kehadiran Sinta, dia menatapku kemudian berdiri menyambut kehadiran Sinta dan Sihol.

Magda berusaha seramah mungkin menyambut Sinta. Sambil menikmati makanan yang terhidang Sinta memulai pembicaraan, sesekali Magda ikut nimbrung. Aku membatasi diri”bersahut-sahutan” dengan Sinta, takut menambah akar pahit dalam kalbunya yang sedang merana. Pembicaraan sedikit riuh, sementara aku masih mencari telusur sungai mengalir bening di bebatuan.

Dalam kebeningan air, aku ingin mengembalikan keceriaan yang pernah aku miliki dengan Magda. Kurang lebih setengah jam usai makan, Sinta dan Sihol pamitan pulang. Magda berusaha membujuk Sihol untuk bersabar sebentar.

“Aku masih sibuk persiapkan pindahan. Minggu depan aku mulai mengajar,” ujar Sinta. Sinta berulangkali melirik kearahku. Aku tahu maknanya, tetapi aku masih ragu memainkan peran yang sudah disepakati dengan Sinta sebelumnya. Bukan aku tak ingat jurus “ kucing menangkap tikus” seperti dalam naskah singkat yang kusampaikan pada Sinta. Hanya saja aku diliputi rasa bimbang kemampuan peran Sihol. Tapi, peran singkat itu kami harus “mainkan”, demi pemulihan hati Magda.

“ Bagaimana pembicaraan tulang dan orang tua Sihol.?”
“ Bapak sudah setuju, rencana bulan November akan marhata sinamot (membicarakan uang mahar, pen) dan pestanya bulan Desember. Nanti kak Mawar dan Magda akan kami undang.”
“ Selamat lah,” kataku sambil menyalami Sihol dan Sinta. Magda dan Mawar juga ikut memberi selamat.

“ Kak Magda, kapan rencananya?" tanya Sinta. ( opsss.....ini tak ada dalam naskah)
“ Mungkin bulan Agustus pas waktu ulang tahunku,” jawabku, sebelum Magda menjawabnya. Mawar terperjanjat tetapi dia coba menutupi rasa kagetannya. Magda tak menjawab, dia hanya tersenyum, baginya hal ini pengalaman kedua setelah dia ku”kerjain” ketika bertemu Bistok.

Sihol dan Sinta memberi selamat kepada Magda kemudian aku. Pandanganku dan Magda beradu ketika hendak membalas salam selamat kepada keduanya.
“ Bang, serius nih bulan Agustus tahun depan, kok nggak pernah ngomong,?” tanya Mawar setelah Sinta pergi.
“ Tadinya kami sudah ada kesepakatan, tetapi setelah kejadian Selasa malam itu Magda berubah pikiran...”

Magda menjewer kupingku berlanjut kepipi. Mawar ikut merasakan bahagia, matanya berbinar melihat tingkah Magda. Jiwaku bersorak ria, kini aku telah menemukan sungai mengalir bening menggenangi kerikil dan bebatuan. Mawar mengulang kembali pertanyaannya, “ Magda, benar tahun depan.?”

Mulutnya tak berkata “ya” dan “tidak” atas pertanyaan Mawar. Kembali Magda menjewer kupingku.
Mawar merasa gemas, “ bang serius nih,” tanyanya polos.
“Iya..aku serius, Magda saja yang ragu-ragu. Dulu, dibilang setelah sarjana muda, kemudian berubah lagi dan berubah lagi eatah sampai kapan.”

“ Magda semakin terpojok. Woauugfh....Magda mencubit tanganku kuat sekali.
“Terus ...bang teruskan bang..,” katanya tanpa melepaskan cubitannya. Mawar baru sadar bahwa aku dan Magda sedang bermain air dalam arus sungai menyejukkan. Aku terus menelusuri air mengalir .
Eh,Magda sweaterku dimana,” tanyaku mengingatkan kejadian Selasa kelabu.”
“ Sudah aku buang,” jawab Magda.
Kepada Mawar aku berujar, “aku tidak mengharap, kelak, pemilik sweater itupun akan terbuang.”
“ Bang sweaternya dibawa Magda,” kata Mawar ngomporin.
“ Nggak bang, tinggal dikamar Mawar,” balas Magda serius.

Sebelum kami meninggalkan restauran aku ingatkan, “ Magda, besok kamu sudah boleh kekampus bukan? Datanglah, supaya jangan terlalu banyak ketinggalan mata kuliah. Capek aku nanti ngajarin kau." Magda tertawa lepas mendengar ucapakanku, sementara Mawar cekikan mendengar “wejangan” singkatku. (Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena (38)


Celine Dion - I Knew I Loved You
http://www.youtube.com/watch?v=gnZjDqdACDU

===============
Magda, besok kamu sudah boleh kekampus bukan? Datanglah, supaya jangan terlalu banyak ketinggalan mata kuliah. Capek aku nanti ngajarin kau." Magda tertawa lepas mendengar ucapakanku, sementara Mawar cekikan mendengar “wejangan” singkatku.
==============

Magda kini bukan lagi Magda beberapa waktu lalu. Kedewasaannya bercinta bertumbuh seiring dengan bertumbuhnya rasa cemburu. Didepan mami dan adiknya Jonathan, Magda tak merasa sungkan lagi bercanda denganku bukan lagi sebatas ito. Bersikap manja, merajuk dan marah. Keseharian tangannya sering berlabuh didadaku memukul manja, juga mencubit pipiku gemas. Bahkan, dia tak merasa sungkan lagi merajuk dan memarahiku di depan mami dan adiknya Jonathan. Aku yang merasa kikuk.

Maminya merasakan perubahan hubungan kami dari "ito" ke calon menantu. Hari-hari terakhir maminya menjaga jarak denganku meski hatinya tetap seperti dulu baik, iya sangat baik. Hanya sikapnya sedikit berubah tidak sehangat dulu ketika hubunganku dan Magda sebatas ito. Sesungging senyuman masih diberikan kepadaku bila aku bertandang kerumah.

***

" Bang, mami sudah tahu hubungan kita. "
" Bagaimana kamu tahu."
" Kemarin malam, mami datang kekamarku. Tepi aku sudah jelaskan semuanya. Aku terbuka, buat apa lagi ditutupi," ujarnya.
" Apa reaksi mami, kaget ? Kau kasih tahu sama mami, kalau kita suap-suapan pangsit,"? ucapku bercanda mengusir rasa tegang.

"Zung, aku serius, mau dengar lagi nggak,?" tanyanya dengan nada mengancam.
" Ayo teruskanlah. Aku tegang dengan tuturanmu, kayak cerita horor. Teruskanlah, mami nggak marah, terus mami bilang apa .?"
"Nggak , mami nggak marah. Cuma dia bilang, kalau mami sudah melihat gelagatnya sejak aku sering pulang malam. Dan, kalau kita sering pergi keluar makan dan nonton. Tidak seperti dulu, sepanjang hari dan malam, makan "kutu buku" dan melihat wajah abang yang jelek dan pemabuk," katanya , sambil tertawa ceria.

" Kan sudah lama aku nggak mabuk.?"
" Ini juga abang sedang mabuk. Mabuk cinta!"
" Kamu makin lama makin genit," balasku
" Kan, abang yang ngajarin."

" Bagaiman ceritanya, kalau kamu di isukan hamil.?"
Aku nggak menuduh, aku kira si Aisyah —kakak kelas—yang menebarkan itu. Soalnya kami ketemu di tempat praktek om dokter Robert ketika memeriksa kesehatanku. Boleh jadi juga, Aisyah tidak mengatakan aku hamil, cuma dia ceritakan bahwa dia ketemu aku di praktek dokter spesialis kandungan. Dia tidak tahu kalau dr. Robert adalah adik mami.

" Oh..begitu!. Bila Aisyah pun yang menebarkan isu, dia tidak sepenuhnya salah. Sebab, Dokter Robert -spesial kandungan dan kamu adalah perempuan, dugaanya, kamu sedang hamil. Seandainya pun kamu sedang hamil, nggak ada masalah koq," ujar ku godain dia. Magda tak dapat menerima guyonanku, dia langsung mencubit pinggangku, perih. " Zung, itu lelucon yang tak lucu. Maksudmu aku hamil karena berselingkuh? Serendah itukah aku kamu anggap,?" tanyanya geram.

***
Hubungan kami berjalan terus seiring perjalanan waktu. Namun, menjelang akhir perkuliahan, kami mengalami goncangan sangat keras. Kedua orang tua Magda melarang hubungan kami, hal itu disampaikan Mawar juga. Magda awalnya tak mau menceritakan, tetapi karena terus ku desak, Magda mengalah. Dia menuturkan secara detail. Magda juga mengaku bahwa kedua orang tuanya telah mempunyai calon untuk Magda. Aku kaget, lalu aku minta pendapatnya. Dia bersikeras hubungan kami harus dilanjutkan terus apapun resikonya. Aku setuju, tetapi harus kosentrasi penuh menghadapi meja hijau.
Hari demi hari, Magda terus mengalami tekanan. Kedua belah pihak—orang tua Magda dan pihak pria—sudah bicara pada tingkat yang lebih serius. Berungkali calon pria datang bertandang kerumah Magda, tetapi Magda selalu menghindar. Dia kabur dari rumah ke kamarku atau yang kami sebut perpustakaan cinta.

Lama kelamaan, aku merasa kasihan kepadanya dan kedua orangtuanya. Bagaimanapun mesti ada jalan keluar meski ada yang dikorbankan. Demi cintaku terhadap Magda dan kepada kedua orangtuanya, aku siap jadi korban. Tanpa menikahinyapun kami telah mempunyai hubungan kekerabatan persaudaraan sebagai "ito’.

Magda menolak keras keputusanku untuk mengakhiri hubungan kami secara baik-baik. Dia marah dan tidak setuju jalan keluar yang aku ajukan. Magda semakin rajin berkunjung ke rumah. Aku sebenarnya membohongi diriku juga, tak segampang apa yang ku katakan"putus" dengan baik-baik.

Satu malam dia ngotot tidak mau pulang dan akhirnya dia menginap di kamarku. Aku merasa bersalah terhadap diriku, Magda dan kepada kedua orangtuanya. Seandanya, dulu segera kuambil keputusan menjauhinya, keadaan tidak separah ini.

Mawar sibuk mencari Magda, namun dia tak menemukannya. Akhirnya, secara kebetulan Mawar mampir dirumah. Mawar kaget, melihat Magda tertidur di tempat tidur, sementara aku tertidur di kursi. Mawar tidak jadi masuk kekamar, hanya menyampaikan pesan, kalau Magda dicariin oleh kedua orangtuanya. (Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 36)

The Power Of Love
http://www.youtube.com/watch?v=YaItPjWo7Ks

==================
Sejenak, kami duduk diruang tamu kostku. Aku tanyakan Mawar apa yang terjadi sesungguhnya dengan Magda.
"Mami-papinya juga bingung, dokter belum memastikan jenis penyakitnya."
=================

“ Mawar telah mendengar rumor, Magda sedang hamil”?
“ Aku dengar. Tapi aku tidak yakin itu terjadi kepada Magda.”
“ Apa dasar keyakinanmu.”?
“ Moral abang dan Magda. Aku yakin kalian berdua dapat menguasai diri.”
“ Aku memang tak pernah melakukan itu, bisa jadi Magda dengan orang lain.”
“ Ah, dugaan abang berlebihan. Selama ini hanya abang temannya.”
“ Oh...ya maaf , saya hanya meyakinkan saja. Aku percaya sama dia kok.”
“ Abang, kita harus tolong dia. Kasihan dia sudah tiga hari tidak kuliah.”
“ Mawar mau bantu abang.?”

“ Iya, aku mau bang,” jawab Mawar serius.
“ Besok siang sehabis kuliah kau pergi kerumahnya, ajak dia ke restauran langganan kita di Kp. Keling. Tapi jangan bilang aku ikut. Mungkin luka hatinya masih belum sembuh. Kita ketemu pukul tiga sore,” ujarku.
“ Iya bang, aku akan bujuk sampai dia mau," jawabnya
“ Sebelum kau kesana, tinggalkan motor dirumahku, aku nanti menyusul kerestoran.”
***
Sepeninggal Mawar, aku pergi menuju rumah Sinta. Seperti biasanya, Sinta selalu exited kalau ketemu aku, mandi. ( manja dikit).
“ Sinta aku minta tolong, ini sungguhan bukan sandiwara lagi,” ujarku.
Sinta ketawa cekikian ingat “kelakuan” kami dikampung.
“ Hubunganku dengan Magda sedang “gawat” . Gara-garanya kepalamu.”
Sinta mengeritkan dahinya. “ Teka-teki apalagi nih bang.”

“ Aku serius Sinta, waktu kita pulang kampung Magda melihat kau tertidur dan kepalamu disis bahuku. Dia mencurigai bahwa kita pacaran. Kecurigaanya bertambah karena aku kembali tidak sesuai dengan waktu yang aku janjikan, Jumat. Memang seharusnya, esok harinya, Sabtu aku janjian pergi dengannya ke pesta pernikahan. Tetapi gara-gara kau juga aku tertunda pulang. Kini aku menaggung resikonya. Kau dan Sihol pacarmu selamat. Besok tolong dulu sisakan waktumu, kita mau ketemu dengan Magda, "ujarku serius.

“Bagaimana kalau besok lusa, aku sedang mempersiapkan pindahan. Minggu depan aku sudah mulai mengajar."
“Tolonglah aku sebelum hubungan kami masuk ke ruang “gawat darurat”. Waktu itu, lewat surat berita bohongmu, kau “perintahkan” aku pulang, langsung aku berangkat. Sekarang aku minta tolong kau berdalih. Besok kau harus datang dengan pacarmu untuk meyakinkan bahwa kamu masih pacaran dengan Sihol."
" Iyalah, memang abang kalau ada maunya selalu memaksa, harus."

" Ingat, dalam pembicaraan besok, aku akan tanyakan rencana pernikahan kalian. Kau jawab bulan Desember. Tapi beritahu dulu ke Sihol, kalau itu ecek-ecek, jangan sampai kaget dia didepan Magda, malu kita nanti. Aku tunggu kau dengan pacar jelekmu itu, pukul tiga waktu kampus.

“ Maksud abang waktu kampus apa.?”
“ Kau datang tepat waktu seperti dikampus, kalau terlambat kan diusir oleh dosen. Jadi maksudku jangan kayak pesta kawinan, undangan pukul sepuluh pagi dimulai satu setengah jam berikut.”
Halah , abang kalau bicara selalu bersayap.”
“ Eh... Sinta mana utang kau."
“ Sejak kapan aku punya hutang sama abang.”
“ Dulu, ongkos pulang kekampung belum kau bayarkan dan waktu itu kau nggak jadi kasih uang persembahanku.”

“ Abang ngomongnya ngaco. Iya..nanti aku bilang sama Sihol kami datang bersama.”
“ Bilang ke Sihol, kalau dia nggak mau ikut, akan ku ceraikan kalian berdua.”
“Sudah berapa lama abang esketean ( tidak bicara, pen) dengan kak Magda?
“ Tiga hari tambah lima hari waktu kita dikampung”
“ Baru tiga hari saja abang seperti orang senu ( gila, pen).” kata Sinta tertawa

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 35)

(Everything I Do) I Do It For You
http://www.youtube.com/watch?v=ZGoWtY_h4xo

================
Dia tidak menjawab. Magda berlari ketempat tidurnya, menangis terisak masih memeluk sweaterku dan tubuhnya terguncang menahan tangis
================

Mawar yang sedang tertidur diatas sofa terbangun dan berlari menuju kamar.
" Kenapa lagi bang?" tanyanya.
Aku angkat bahu tanda tak tahu. Aku tak dapat mengerti kenapa dia begitu terguncang. Aku juga larut dalam kesedihannya. Segera aku meninggalkan rumah Mawar melangkah hingga ke pertigaan jalan, mencari kenderaan pulang. Mawar menyusulku.
" Ayo bang aku antar,"serunya
" Aku pulang naik beca saja, urusin Magda dulu. Aku kasihan mendengar isak tangisnya."
"Kasihan kok malah pulang," balasnya
"Aku capek, aku mau tidur," ujarku sambil memanggil beca yang sedang
lewat.
"Abang marahan lagi iya," tanya Mawar sebelum aku menaiki beca.
" Nggak juga, tanyalah dia kenapa menangis seperti itu. Tadi dia meminta maaf, abang sudah maafkan, lalu apalagi."

Selama dalam perjalanan pulang, hatikupun terguncang. Aku berusaha melupakan yang baru saja terjadi, tetapi tak mampu bahkan tak terasa bibirku bergetar menahan sedih. Tak kusadari air mataku menetes mengingat tubuhnya terguncang menahan tangis.

Dalam kepedihan hatiku berucap, "Magda, abang telah memaafkanmu meskipun bibirku tidak berkata"ya". Magda, masih ada hari esok, dan akan kubuktikan padamu, aku adalah orang yang sama yang kau kenal sejak empat tahun lalu. Aku sungguh masih mencintai mu."You know it's true /Everything I do - I do it for you. I would give it all - I would sacrifice.
***
LIBURAN telah berakhir. Hari pertama perkuliahan aku datang sendirian, tidak seperti biasanya aku bersama Magda. Aku memilih duduk dipojok ruangan. Mawar masuk, juga tanpa Magda. Usai perkuliahan aku kekantor sekeratriat dekan minta surat pengantar kesebuah perusahaan daerah tempatku akan melakukan penelitian. Beberapa karyawan administratif menanyakan Magda. Mereka senang karena Magda satu-satunya "bintang" angkatan kami.

Hari kedua perkuliahan berjalan Magda tak muncul. Sebuah rumor tak sedap menghentak, Magda hamil. Entah setan mana yang memunculkan rumor biadab itu. Kepalaku pusing, hati terasa panas menjawab pertanyaan kawan-kawan mengenai rumor tentang Magda.

Seiring angin berhembus rumor bertebaran kemana-mana, kawan-kawan dekat dan satu kelompok belajar mulai resah, mereka antara percaya dan tidak. Kuping terasa panas mendengar rumor jahanam itu, sementara sebahagian teman wanita memandang sinis terhadap diriku. Pandangan mereka menukik tajam kearahku seakan aku manusia tak bermoral. Aku berusaha mencari sumber penyebar rumor, tetapi sama saja bak menjaring angin.

Pikiranku tak pernah fokus selama mengikuti perkuliahan. Hingga hari ketiga Magda masih belum tampak. Mawar kutunggu dimulut pintu parkiran kampus. Aku tanyakan keberadaan Magda.

"Dia ada dirumahnya," jawabnya singkat.
" Kenapa tidak kuliah?"
" Dia sedang sakit."
" Mawar, sakit apa dia.?"
"Abang lihat lah sendiri kesana. Sejak dari kejadian malam itu, Magda hanya dikamar, maminya kebingungan. Magda sudah dibawa kedokter, tetapi tidak menemukan apa penyakitnya. Kalau abang mau kesana, aku antar" ujar Mawar.

" Boleh juga, tapi aku ragu apakah dia masih mau menemuiku,"
" Aku akan bujuk dia, pasti mau," ujar Mawar yakin.
Sebelum kerumah Magda, aku membelokkan motor menuju rumah kosku.
" Mawar, sebentar kita mampir dulu di kamarku."
Sejenak, kami duduk diruang tamu kostku. Aku tanyakan Mawar apa yang terjadi sesungguhnya dengan Magda.
"Mami-papinya juga bingung, dokter belum memastikan jenis penyakitnya." ( Bersambung)

Los Angeles, Janaury 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 34)

Because You Loved Me
http://www.youtube.com/watch?v=Ji-GONSfwnE

===================
Kubiarkan dia berjalan melewatiku dan Mawar, kami diam. Aku dan Mawar pun undur ke ruang tamu, sementara Magda terus berjalan menuju teras.
===================

" Mawar, tadi kamu bilang mau bicara sama aku, tapi kok masih esketean," tanyaku pelan.
"Ikut saja dia keluar, duduk diteras sajalah kalian,"ujar Mawar
" Matikan lah lampunya. Aku tak mau lihat airmata malam ini. "
" Nggak lagi, sudah capek dia menangis seharian," balas Mawar
" Wanita kan punya airmata cadangan," ujarku
" Sudah ah...kesana," kata Mawar sambil mendorongku keluar.

" Magda duduk dengan kepala tertunduk, dia menopang wajah bertumpu pada di kedua telapak tangannya, hening membisu."
Hatiku terenyuh. Ku menatap wajahnya, dia masih tertunduk lesu. Kubuka sweaterku, "Magda kedinginan,?" tanyaku sambil membalutkan ketubuhnya.
Magda diam. Aku mengambil tempat duduk dekatnya. Kuperbaiki posisi sweater agar menutupi seluruh punggungnya. Masih diam, hening dan...sweaterku didekap menutupi wajahnya, dia terisak pilu.

Ahhh, akupun tadi sudah bilang ke Mawar, wanita punya airmata cadangan, tak ada keringnya. Aku merasa tak manusiawi bila kubiarkan dia sesugukan sendiri. Kalau tidak bisa menangis bersama, paling tidak aku menghapus air matanya pikirku.
" Magda kita pulang "ajakku sambil mengusap airmatanya. Magda menggeleng
"Aku tadi sudah telepon mami, Magda mau menginap malam ini," jawabnya dengan suara parau.

Dia menarik tanganku, dia mencium dan menaruh telapak tanganku keatas dadanya. Magda menatapku, dengan suara sendu berkata, " bang maafkan Magda, tadi aku berlaku kasar terahadap abang."

" Aku diam tak menjawab."
" Diremangnya malam, dia terus menatap wajahku, bang maaf kan aku," ujarnya mengiba dan tanganku masih diatas dadanya kemudian menciumnya, airmatanya terasa menetes dipergelangan tanganku.

Dia mengangkat wajahnya menatapku sendu, dia mengulang permohonannya, " maukah abang maafkan Magda....?"
" Aku mengangguk tanpa menjawab." Aku telah memaafkan tamparannya, tapi belum untuk kejujuranku yang terluka.

"Maafkan aku, aku sayang sama abang. Magda tak mau lagi abang mabuk- mabukan. Abang jangan diam, jawab Magda bang, " ujarnya sembari memelukku dalam isak tangisannya.

Sejak awal melihat dia dirumah Mawar, sesungguhnya aku sudah luluh dan merasa iba betapa menderitanya dia. Tetapi mulutku berat sekali menjawabnya dengan kata "ya" atas permohonan maafnya. Magda masih membenamkan kepalanya diatas dadaku menahan tangis.

" Aku kedinginan bang, Magda mau tidur ," katanya mencium kedua pipiku, kemudian melangkah masuk kerumah. Ku hantar dia hingga kepintu kamar. "Malam baik Magda," ujarku. Dia tidak menjawab. Magda berlari ketempat tidurnya, menangis terisak masih memeluk sweaterku dan tubuhnya terguncang menahan tangis.( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 33)

Think Twice
http://www.youtube.com/watch?v=rriGtwl1oGE

================
" Tapi tidak malam ini Mawar. Malam ini abang sudah tidak punya hati, hati ku telah terbang jauh bersama angin kekecewaan."
" Jadi abang tidak mau kerumah."
" Ya. Tidak sekarang!"
================

“ Kalau abang tidak mau ikut, aku juga tidak mau pulang,” ancam Mawar
Hah...aneh, Magda “mogok” dirumah mu. Kau “mogok” pula disini. Jadi Mawar mau menginap disini.?” tanyaku.
Nggak, aku bersama abang kerumah.”
“ Tidak malam ini, aku akan temui dia besok kerumahnya.”
“ Magda mau sekarang,” desak Mawar
“ Maunya dia atau kau pula yang heppot ( reseh, pen).”
“ Aku dan dia bang, ayolah, “ pintanya memelas.

Kekerasan hati Mawar mengajakku untuk melihat Magda malam itu, akhirnya luluh.
“ Mawar, ini sudah larut malam, aku nggak enak sama orangtuamu.”
“ Bapak sedang cuti, mereka pulang kampung.”
“Jadi bapak-mama tidak ada dirumah.?”
“ Baik, aku mau ikut, tapi pulangnya kau antarin aku,” ucapku seraya meraih sweater.

Ya bang,” katanya diiringi mata binar
“Kamu lah yang gonceng abang, pikiranku sedang kusut, takut kita kecelakaan,” pinta ku.
“ Iya bang tapi kita mampir dulu beli obat, maag Magda kambuh.”

“ Salah sendiri puasa sebelum waktunya,” jawabku bercanda.
“ Mendekati rumah Mawar, otakku belum dapat memutuskan apa yang harus ku katakan nanti atau siapa diantara aku dan Magda yang akan mengawali pembicaraan.?"
“ Bang sudah nyampe,” sentak Mawar membangunkan anganku. Masuk lah bang, dia di kamar.”
“Suruhlah dia keluar,” pintaku
“ Masuk saja kekamar.”
“ Ah nggak enaklah, masya aku masuk kekamar.”

“ Tidak apa-apa, aku kan ada disini. Lagi, abang dan Magda sudah sering berduaan dikamar ?” kata Mawar diiringi ketawa genit.
"Ya...tapi itu dikamar kostku, pintunya menghadap keluar dan selalu terbuka. Kamu duluan yang masuk. bilang dulu sama dia nggak aci pakai tampar dan tangis.”

Ya...aku bilangpun,” kata Mawar geli.
“ Berduaan dululah kita masuk, nanti kalau kami sudah mulai “normal” kau keluar. Tapi bapak pulang lusa kan?” ujarku memastikan.
***
MAGDA mendengar kami tiba, dia keluar dan saat bersamaan kami membuka pintu, dia mau keluar sementara aku dan Mawar mau masuk. Ah, memang hati ini tak dapat dibohongi, hatiku benar-benar “tersungkur.” Aku mau peluk dia, semestinya akulah yang minta maaf. Magda benar-benar sedih. Dia melangkah lemah dan wajahnya tanpa sinar, redup. Matanya sembab, rambutnya dibiarkan terurai, autan.

Aku menunggu apa yang akan terjadi, apakah dia kembali kekamar atau terus melangkah keluar. Hahhh dia keluar tanpa menyapaku, kelihatan matanya sayu dan kehilangan semangat . Kubiarkan dia berjalan melewatiku dan Mawar, kami diam. Aku dan Mawar pun undur ke ruang tamu, sementara Magda terus berjalan menuju teras.( Bersambung)

Los Angeles. January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 32)


My Heart Will Go On
http://www.youtube.com/watch?v=jbpGrrxJUck

====================
Yang bilang berakhir siapa, tak ada kubilang berakhir, itu kesimpulanmu. Aku bilang Magda terlambat memakluminya. Dia memakluminya setelah puas menista dan menamparku, begitu bukan.? "
===================

MAGDA marah bukan karena Sinta, tapi dia sangat marah karena abang minum lagi."
" Mawar, aku tidak minum setetes pun, tadinya memang ada niat, tetapi aku tidak sanggup lagi. Tanyakan Magda, apa dia melihat aku minum."
"Tapi, abang membawa minuman ke kamar, Magda melihat minuman itu ada di meja, digelas abang."

" Benar di meja ku. Tetapi kenapa nggak meja dan gelasku saja yang ditunjangkannya, kok aku yang ditamparnya.?. Apa semua wanita-- yang jatuh cinta--gampang kehilangan akal.

Dulu waktu kita kelompok belajar, nggak ada itu tampar-tamparan. Aku saat itu keluyuran, mabuk-mabukan dan hidup dalam dunia gelap tidak ada yang berani menamparku. Dan kau tahu, sekolahku pun jalan terus. Tetapi setelah memadu cinta malah makin runyam."
"Jadi abang nggak minum saat itu, ? tetapi kenapa abang sampai beli dua botol. " tanya Mawar.

" Kamu sita satu botol, aku beli lagi tapi tak jadi aku minum, tanyalah ibu kos kalau nggak percaya sama aku. Ah, kaupun bertanya seperti polisi, mentang-mentang bapakmu polisi."

" Ayolah...kita kerumah sebentar. Dari tadi siang Magda nggak mau makan."
" Salah sendiri, bilangin dia, puasanya baru bulan depan. Hati- hati dia maagnya bisa kambuh. Atau mungkin dia itu mau makan pangsit Jl.Selat Panjang, kau belikanlah," ujar ku.

" Jadi abang tidak mau kerumah."
" Tidak untuk malam ini.!"
"Selamat malam bang "katanya meninggalkan kamarku sambil mengusap airmatanya.
" Malam baik...hati-hati di jalan." balasku.
***
HANYA beberapa saat setelah meninggalkan kamarku, Mawar kembali lagi menemuiku.
"Maaf menggangu lagi. Bang aku nggak tegaan menyerahkan barang itu kepada Magda."
" Ya.. sudah sama kamulah itu." jawabku.
" Bang...Magda beli itu untuk khusus untuk abang. Itu menunjukkan kasih sayang pada abang."
" Haruskah kasih sayang itu juga harus dengan tangis, merajuk diiringi tamparan..?
" Kan ada sebabnya bang."
"Iya, sebabnya karena paribanku Sinta terlelap diatas disisi bahuku. Mawar juga boleh terlelap diatas dada abang kalau kecapekan."

" Abang ngaco ah...."
" Itulah kau, sama saja seperti Magda. Awak bicara serius dibilang ngaco, awak bicara ngaco kalian bilang serius."
" Ayolah bang...sebentar saja. Kasihan Magda sendirian dikamar."
" Beri dia kesempatan menikmati kesendiriannya . Mungkin dalam penantian sepi itu, akan memberi keputusan yang terbaik untuk dirinya sendiri atau kelangsungan hubungan kami." ujarku tanpa beban.

" Makanya, aku ajak kerumah, nanti abang dapat bicarakan dari hati kehati dengan Magda."
" Tapi tidak malam ini Mawar. Malam ini abang sudah tidak punya hati, hati ku telah terbang jauh bersama angin kekecewaan."
" Jadi abang tidak mau kerumah."
" Ya. Tidak sekarang!" ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 31)

I hate you then I love you
http://www.youtube.com/watch?v=xixX75qksjc

====================
" Kalau lae minta tolong tak bisa awak tolak, main paksa." katanya ketawa.
" Mana uang bensinnya."? tanya Saut
" Kalau barangnya sudah sampai, kau kembali, ku bayarpun."
====================

TIDAK lama sepeninggal Saut, Mawar datang menemuiku tapi tanpa kotak bungkusan. Dia membuka pintu dan masuk sendiri tanpa kusuruh. Mawar berdiri didepan pintu , wajahnya keruh .

" Bungkusannya sudah aku simpan. Aku tak tega memberikannya kepada Magda. Boleh aku duduk bang.?’ tanyanya.
" Oh...iya, silahkan duduk."
Aku menyibukkan diri dengan mengutakatik radio taperecorder yang selalu setia menemaniku bertahun-tahun.

" Bang, boleh aku bicara sebentar."
" Kapan abang pernah melarang Mawar bicara?" balasku tanpa menoleh.
" Magda tidak mau pulang kerumahnya, sekarang dia masih dirumahku."
" Apa urusanku kalau dia tidak mau pulang,? Kamu antarkan lah dia," jawabku ketus.
" Kenapa akhirnya jadi begini bang," ujarnya menahan tangisnya.

Ah....ini lagi, aku sudah muak dengan airmata. Disana aku tidak menemukan lagi kejujuran dan ketulusan. Airmata tidak lebih dari sebuah ekspresi ego semata, kataku dalam hati.
" Tadi pagi kau marah-marah, kini kau menangis entah apa yang kau tangisi. Ayo bicaralah aku mau tidur," kataku.

" Zung ! Magdalena dirumah. Dia sedang sakit." suara Mawar bergetar.
" Makanya abang bilang, segera antarkan kerumah sakit atau antar dia pulang. Kalau kamu tidak mau mengantarkannya, telefon maminya biar dijemput. Aku tidak ada waktu, aku mau istrahat"

" Abang, aku tidak menyangka kalau abang sekejam ini."
" Lha.... apa lagi yang harus aku perbuat."
" Ayolah kerumah sebentar saja," mohonnya.
" Tidak. Baru saja diruangan ini dia melampiaskan kebencian dan penistaan atas diriku. Kemudian dia mau meludahi mukaku dihadapanmu. Dan engkaupun ikut puas menikmati kebengisan itu, begitu.?"

" Tidak bang, itu hanya perasaan abang saja. Aku jamin, dia tidak akan melakukan itu."
" Mawar, aku menghargai niat tulusmu. Tapi maaf, untuk kali ini , hatiku masih terluka. Kejujuranku dianggapnya bagaikan tumpukan sampah diparik busuk sana. Magda juga telah merendahkanku dan martabat paribanku Sinta.

" Kenapa bawa-bawa nama Sinta bang!?"
"Memang ini gara-gara kepala Sinta. Maksudku gara-gara Sinta meletakkan kepalanya di sisi bahuku. Malam itu Magda melihat kami dibeca ketika pulang dari kampung. Aku perlu juga jelaskan pada kamu; Sinta kelelahan selama dikampung ditambah lagi selama perjalanan yang menghabiskan waktu selama enam jam. Mawar mengerti.?

" Oh..iya dia juga mengatakan itu dan dia sudah memakluminya bang."
" Memakluminya setelah dia menudingku sebagai pengkhianat? Terlambat sudah Mawar."
" Jadi maksud abang berakhir begitu saja."
" Yang bilang berakhir siapa, tak ada kubilang berakhir, itu kesimpulanmu. Aku bilang Magda terlambat memakluminya. Dia memakluminya setelah puas menista dan menamparku, begitu bukan.? " ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 30)

Love Hurts
http://www.youtube.com/watch?v=soDZBW-1P04
====================
Selamat malam Magda, terimakasih juga kebaikanmu selama empat tahun ini,” suaraku bergetar mengkahiri kalimat akhir dan menutup telefon. Malam itu aku benar-benar pasrah, aku harus beranjak dari kebuntuan ini atau aku semakin sinting.
====================

Aku tak menyadari ketika aku telefon, ibu kos sedang duduk diruang tamu. Sebelum meningglkan rumah, ibu kos menemuiku.
"Jangan begitulah nak. Magda orang baik. Kalian sudah cukup lama berteman. Bukankah semua teman kuliahmu mengetahui hubungan kalian? Juga, hampir semua lingkungan kita tahu bahwa kalian bersahabat baik, bahkan mau menikah."
"Iya bu. Magda orang baik, aku orang jahat. Baik dan jahat tidak bakal dapat ketemu bu."
"Husss..nggak boleh berkata begitu. Apa yang bisa ibu bantu?"
" Terimakasih bu, biar saja lah dulu begitu.Permisi bu," kataku sambil meninggalkannya.

Kembali aku kekamar, duduk merenung sejenak. Bantal guling yang baru saja dibeli ku masukkan dalam gulungan bed cover, taplak meja berinitial"MH" dan gorden jendela yang baru dibelikannya kulipat rapi. Foto-foto kami yang terselip dibawah kaca meja tulis, ku masukkan dalam album. Aku buka lemari pakaian, t-shirt dan celana hadiah hari ulang tahunku lipat dan dimasukkan dalam kotak bersama bedcover, bantal guling, taplak meja dan gorden.

Diatas secarik kertas ku tuliskan, " Terimakasih Magda. Aku kembalikan buah kebaikan hatimu. Ternyata aku tak berhak untuk memilikinya." Diujung kalimat itu ku cantumkan namaku, kemudian surat itu ku tempel diatas kotak. Rencanaku akan minta tolong kepada Saut teman berasal dari satu kampung. Aku menuju rumah kosnya dan beruntung dia ada dirumah. Kami mengobrol
lama, teringat lagi cerita te-ka-we tiga seloki yang menghasilkan motor idamannya itu.

" Saut aku butuh bantuanmu, kali ini kau jadi tukang pos. Tolong antarkan kotak ini kerumah Mawar, ada kiriman untuknya."
" Magda atau Mawar.?"
" Mawar."
" Kenapa nggak kau panggil saja Mawar menjemputnya."
" Lae selalu berdalih. Mau nggak nolongin aku ? Waktu lae merengek minta motor sama orangtua, aku tak banyak cingcong, langsung ku bantunya kau. Ingat nggak lae, sampai nama ibuku pun kau sebut-sebut."
" Haram mapus lae, aku tak tau kalau itu nama nantulang, ibumu."
" Jadi lae bersedia kan,"?
" Ya...iyalah. Kapan aku antarkan," tanya Saut.

" Kamis malam kira-kira pukul sembilan ketika orangtuanya mengikuti ibadah lingkungan."
" Apa tidak kemalaman.?"
" Nggak, itupun barang kali acara baru dimulai. Kayak nggak tahu saja kamu. Manalah pernah acara ibadahnya dimulai dengan tepat waktu, selalu molor."

" Lalu aku bilang apa pada Mawar?"
" Bilang ini kirimanku , langsung pulang kau. Usahakan jangan ketemu orangtuanya nanti banyak tanya, soalnya bapaknya polisi.
"Bereslah lae" ujarnya.
" Saut, tolong antar aku pulang, biar ikut dulu aku menikmati motor hasil rekayasa mabuk ini," ujarku usai minta tolong.
***
Kamis malam, sesuai dengan perjanjian Saut tiba ditempat ku.
"Hati-hati kau bawanya, barang pecah belah semua didalam." ucapku mengingatkannya.
"Tidak usah kuatir lae, " balasnya cengengesan.

Berselang lima belas menit Saut kembali, masih dengan kotak kirimanku, utuh.
" Lae, Mawar tidak mau terima, katanya bukan untuk dia, namanya ditujukan untuk Magda."
" Tidak kau bilang bahwa aku yang kirim ?"
" Ya. Aku sudah jelaskan, tapi dia tidak mau terima."

"Kenapa nggak cari alasan apalah biar dia mau terima. Itu sajapun tak bisa lae cari akal, tapi lae sudah "BA." Macam mana pulalah kau mau cari kerja di Jakarta.?"
"Kok jadi kita yang berantuk lae."
" Bukan berantuk, cuma ingatin, hidup itu harus bijak. Tolong lae sekali lagi. Kalau dia nggak mau terima tinggalkan disitu. Tapi jangan kau campakkan pula ke parik. Tolonglah, ku ganti pun uang bensin motor kau."
" Kalau lae minta tolong tak bisa awak tolak, main paksa." katanya ketawa.
" Mana uang bensinnya."? tanya Saut
" Kalau barangnya sudah sampai, kau kembali, ku bayarpun." ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Thursday, January 29, 2009

Magdalena ( 29)

jeritan hati
http://www.youtube.com/watch?v=bwN6qTbCrUw

================
Kamu berjaya dengan motormu hanya dengan modal te-ka-we tiga seloki. Sementara aku bermodal dua botol manson--satu disita polisi toba, berantakan bahkan digamparin lagi." Oh..iya nasib.
================

Dikamarku aku berteriak bagai orang sinting; " Hoiii...... dewa - dewi atau siapa lah namamu nenek moyang cinta, dimana pun kamu-kamu berada, aku ingin bertanya, kenapa cinta harus ada rasa cemburu, ego dan amarah. Dalam amanahmu berucap, cinta itu suci.....luhur dan tidak menyakiti. Nyatanya, perjalanan kasihku yang sudah berusia empat tahun terbang dibawa angin dan jatuh kejurang terjal nan cadas. Padahal aku sudah menjaga dan merawatnya dengan hati-hati , aku dan dia bukan sekedar menitip cinta tapi telah menyerahkan seutuhnya kedalam jiwa dan raga, menyatu, engkau tahu itu bukan!? Semesta tahu, jangankan burung, padidit pun ( tupai, pen) tahu.

Dewa-dewi cinta, aku protes. Sejak peristiwa tadi malam tidak sedikitpun kamu-kamu turun dari kayangan kecuali hanya menonton. Tak sedikitpun hatimu tersentuh dengan derita yang menderaku.? Kemana saja kalian dewa-dewi, apanya kerja kalian!?

Ketika cintaku diciderai mamanya Bunga, juga kamu-kamu diam, membisu. Sekarang Magda pergi entah kemana membawa cintaku, kamu tak berkata apa. Maukah kamu-kamu mengembalikan seutuhnya, cintaku yang kini dibawa belahan jiwaku Magda? Kamu tahu dan kenal Magdalena, bukan? Dia lah paling cantik dan paling baik di dunia mirip-mirip kamu-kamu.

Tolonglah bisikkan kepadanya, cintaku tulus dan murni. Dewa-Dewi juga tahu bukan, aku tak pernah berbagi cinta dengan siapapun, juga tidak kepada Sinta paribanku. Hanya dia seorang, titik. Tolonglah aku kali ini saja. Kalau tidak, aku akan berteriak biar semesta tahu dan ku panggil kau dewa- dewi jahanam, lanteung.!"

Sel-sel dalam otakku tulalit, error. Perlahan, dalam kelelahan aku sadar. Aku mengunci kamar, duduk sendirian. Aku coba “rewind” kejadian yang baru saja terjadi. Mengurut dari awal sekaligus mencoba mengkoreksi diriku. Aku tak mau lagi terbenam dalam penyesalan, semua sudah terjadi, tetapi harus ada yang diperbaiki itupun kalau pemilik waktu memberi kesempatan, entah siapapun pemilik waktu itu.

Aku merasa tidak ada yang salah, “misunderstood” iya. Ku mencoba menenangkan diri lewat semedi, hening.......jiwa berjalan menembus lorong-lorong gelap tanpa rembulan dan mentari. Kusibak tabir dalam keheningan, disana masih ada sukma bercumbu duka tanpa senandung, gersang.

Aku coba bangkit dari kerancuan suasana dan bermohon kepada pemilik waktu. Malam itu aku ingin menuju rumah Magdalena, aku mencoba berusaha berdamai dengan diriku. Tetapi entahlah, apakah sang pemilik waktu memberi restu. Namun aku tetap berupaya.

Dari rumah kos, aku mengghubungi Mawar lewat telefon, kini aku benar-benar butuh bantuannya. Gayung bersambut. Mawar mengangkat telefon diujung sana. Dia menjawab singkat dan ketus, ketika kutanyakan apakah Magda ada disana.
“Ya, ada ! “ jawabnya ketus, telefon terputus. Aku terhenyak. Kenapa Mawar ikut membenciku, bias. Dalam halusinasiku bertanya ( lagi) kepada pemilik waktu, masih dapatkan aku berbicara kepada makhluk-makhluk mulia itu? “Masih”! jawab halusinasiku.

Segera kuputar lagi telefon, "hallo..." Mawar menyahut diujung sana. "Bolehkan aku bicara dengan Magda hanya sebentar," pintaku mengharap. Mawar, tolonglah, lanjut ku, aku mau bicara sebentar saja. Tidak apalah kalau ini yang terakhir, tapi tolonglah aku kali terakhir."

Aku dengar Mawar memanggil, " Magda....Magda....abang Tan Zung mau bicara sebentar."
“ Bang, Magda tidak mau," balas Mawar.
“ Tolong lah Mawar,” aku mengiba. Mawar meletakkan gagang telefon, dan ...

“ Hallo,..abang mau apalagi,?” tanya Magda seperti kehabisan suara, serak.
“ Maaf, aku benar-benar minta maaf. Abang tidak ada niat untuk melukai hatimu. Tadi aku pusing dan tak tahu berbuat apa. Aku juga tak minum, sumpah. Tapi sudahlah, semuanya sudah berlalu, tidak ada lagi yang perlu disesali. Terimakasih engkau telah meninggalkan kenangan mendalam selama ini, terakhir tamparan tangamu masih berbekas sampai ke lubuk hatiku.

Terimakasih kau telah mengingatkanku, ternyata ketulusan hati dan kebenaran yang dimiliki seseorang seperti aku, bagimu tidak lebih dari onggokan sampah busuk. Selamat malam Magda, terimakasih juga kebaikanmu selama empat tahun ini,” suaraku bergetar mengkahiri kalimat akhir dan menutup telefon. Malam itu aku benar-benar pasrah, aku harus beranjak dari kebuntuan ini atau aku semakin sinting. (Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Wednesday, January 28, 2009

Magdalena ( 28)

Rod Stewart - Have you ever seen the rain


=================
" Kita ulang lagi besok, jangan sampai kemalaman. Beli tiga seloki, tumpahkan sedikit kebaju dan celanamu, agar baunya menyengat. Nanti kau kuantar kerumahmu dan kau ngoceh sambil panggil nama pacarmu dan omak kau"
=================
Malam kedua usai "penataran" kami pulang dari lapo tuak, aku antarkan dia sampai kedepan pintu. "Usahakan actingmu seperti orang mabuk sungguhan seperti bapakmu. Rangkul leherku sambil gelantungan dan seret kakimu, mata antara terbuka dan tertutup. Ngerti kau ? Ayo kita jalan," perintahku seraya menarik tangannya mendekati pintu rumah.

"Namboru....namboru, Saut mabuk," teriakku sambil menggedor pintu.
"Ayoooo....ngoceh kau. Panggil nama pacarmu dan omak kau bergantian pangil. Ayo teriak !"
Saut mulai ngoceh, "Magda. Magdalena sayang..mana motorku."
" Hooi....Saut, itu nama pacarku! Panggil nama lainlah."
" Sinta...Sintauli......"
"Ku jatuhin kau nanti, Sintauli nama paribanku. Panggil nama pacar kau.!"
" Tadi aku sudah panggil.." jawab Saut kesal
"Ganti jangan Magda dan Sinta... ayooo terus ngoceh kau, lampu teplok didalam sudah nyala itu."

" Tiur...Tiur...... mana kereta ku,"
" Bah! nama ibuku pula kau sebut...ah.......kurang ajar kau," kesalku lantas melepaskan pegangannya. Tak disadarinya dia jatuh, bluk.! Ketika Saut jatuh ibunya keluar, " bah....bah..kau mabuk seperti bapak mu !?" kata ibunya sambil menjambak rambutnya sendiri. Kenapa kau amang...kenapa ini Tan Zung, kenapa kau bawa dia ke kedai tuak," ratap ibunya sembari mengangkat Saut yang sedang "teler" berat.

Omak...mana keretanya...mak." Saut mengoceh dalam pelukan omaknya. Berat kali kau nak, tunggu dulu ku panggilkan bapakmu."
" Bapak ! bapak Saut...bantu dulu mengangkat anakmu ini, teler dia," teriaknya memcahkan keheningan malam. Tak ada sahutan. Rupanya, bapak Saut sipastap langit sedang fly juga. Tiba-tiba terdengar suara berat dengan kalimat seperti orang pelo. " Pasombu ma disi, jongjong sandiri doi annon ( biarin saja, nanti juga berdiri sendiri, pen) "ujar bapaknya.
Aku bisikkan, " Saut, bapak kau sedang mabuk, berdiri kau pelan-pelan, berat kali pun kau, tutup matamu."
***
" Bukannya omak tak mau beli motormu. Sebulan ini banyak ternak dari tanah karo masuk ke kampung kita jadinya harga ternak jatuh. Nantilah, kalau harganya sudah normal semua ternak yang ada di kebon ku jual. Percayalan, omak akan beli motormu," kata omaknya sambil mengelus-elus kepala anak sulungnya itu.

" Saut, capek aku amang menyekolahkan kau perguruan tinggi.; Ternyata kau pun seperti bapakmu teler setiap hari. Jangan lah tiru bapakmu itu amang. Bapakmu nggak ada sekolahnya. Dulu, sebelum sekolahnya tamat dia sudah bergabung dengan pasukan pemberontak, PRRI.

***
Beberapa minggu kemudian dia menemuiku. Saut menegendarai motor hasil "rekayasa" mabuk dengan modal hanya tiga seloki te-ka-we.
" Lae..jangan lupa besok pagi mampir, kau jemput aku kekampus. Omong-omong, kau memang belum punya pacar.?"
" Punya. Iya.. si Magda yang aku panggil ketika aku mabuk ecek-ecek itu.
" "Magda yang mana, tinggal dimana dia?"
" Magdalena, tinggal di Kp. Angrung yang saudaranya kakak kelas kita."
"Bah! itunya, kupikir yang kau panggil itu Magdalena pacarku par Menteng ( MENcirim TENGah)."

" Saut! Dalam satu minggu setidaknya ada dua "karya"ku happy ending. Sinta berhasil "menenangkan" hati bapaknya, tulangku. Kamu berjaya dengan motormu hanya dengan modal te-ka-we tiga seloki. Sementara aku bermodal dua botol manson--satu disita polisi toba, berantakan bahkan digamparin lagi." Oh..iya nasib.(Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 27)


Bryan Adams - Please Forgive Me

==================
Empat tahun bersamanya kini terhempas kelembah terjal nan cadas hanya karena pariban yang tertidur letih di dadaku, atau karena sebotol manson....?
==================
Sepeninggal Magda aku bagai orang pesong, otakku error tak tahu berbuat apalagi, benar-benar tulalit. Aku buang botol minuman manson sekaligus dengan gelas pembawa sial itu. Sesungguhnya aku sudah tak minum lagi sejak aku kembali aktif sebagai asisten pelatih. Seniorku memberi peringatan keras, "teruskan kebiasaanmu atau kau keluar dari perguruan ini ," ancam suhu seniorku suatu ketika.

"Tragedi" minuman manson ini terinspirasi dari suatu peristiwa temanku satu kampung, Saut. Bapaknya, digelari "sipastap langit" pernah berjanji akan membeli motor bila dia menyelesaikan sekolahnya. Aku satu angkatan dengan Saut. Mesti sudah tammat sarjana muda, orang tuanya tak kunjung memenuhi janjinya.

Suatu waktu dia datang kekamarku, dia mengeluh dan kesal karena orangtuanya belum memenuhi janji. " Kayaknya aku mau pergi merantau ke Pulau Jawa." katanya.
"Tak lakunya "BA" mu itu di Jakarta. Kenapa kau mau merantau jauh, di Medan sajalah kau cari kerja.nSaut mau kerja di kantor gubernur ? Mereka sedang membuka lowongan untuk tingkat sarjana muda. Tapi, kau fakultas Antrophologi jurusan tulang belulang pula, mereka butuh fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi. Teruskan keluhanmu lae."

Bapakku janji terus, sebelum aku meja hijau berjanji membeli motor kalau lulus sarjana muda. Sesudah tammat sampai sekarang belum juga dibeli juga." keluh Saut.
"Jadi hanya itu alasan kau? Beres, nanti kalau pulang kampung bisa kita atur.Tapi janji, kalau motor sudah dibeli, kau yang antar aku kekampus. Pulangnya sama pacarku, janji.?"
"Boleh lae, gampanglah itu. Kau mau bicara sama bapakku.? tanyanya.
"Ah kaupun, manalah aku berani sama bapamu "sipastap langit"itu. Nanti, ketika liburan semester, kita ke kedai tuak dekat rumahmu. Sembari dengar lagu.

"Aku tak biasa minum lae." katanya.
"Kita tidak perlu minum tuak atau minuman keras, minum fanta saja, nanti kita beli dari warung sebelahnya."
"Diketawaiin oranglah kita, kok dikedai tuak minum fanta,?"
" Eeh...kau mau dibantu nggak? dengar dulu. Nati kita agak lama disana seakan-akan kita telah minum banyak. Ketika mau pulang kita minta minuman tekawe atau kamput dua sloki...."

"Aku tak bisa minum lae......" ujarnya memotong pembicaraanku.
" Diam dulu kau......ku piltik (sentil-pen ) pula kau nanti. Saat kita mau pulang itulah , kumur-kumur itu te-ka-we kemudian buang, jangan diminum." Saut ketawa geli. Malam pertama tak berhasil, kedua orangtuanya sudah tidur.
" Kita ulang lagi besok, jangan sampai kemalaman. Beli tiga seloki, tumpahkan sedikit kebaju dan celanamu, agar baunya menyengat. Nanti kau kuantar kerumahmu dan kau ngoceh sambil panggil nama pacarmu dan omak kau"

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 26)

Mariah Carey_Without You

http://www.youtube.com/watch?v=hVDM_3Og78k


===============
Ternyata Magda lebih hebat dariku soal menyimpan perasaan. Magda masih mampu berlakon mesra “suap menyuap” namun dalam hatinya tersimpan bara yang siap menghanguskan...oooalah...cinta.
===============

" Magda, aku harus bagaimana lagi. Mestinya lewat mataku engkau dapat melihat, menembus kejujuran sukma,” ibaku lirih. Magda tetap menangis, hatiku menjadi kusut. Kejujuran menjadi “barang” langka dan mahal , ah kepalaku pening.

Kubujuk dia dengan membelai rambutnya seperti minggu lalu. Aku gerai dan menggulungnya namun tak mempan. Magda tetap menangis sambil memeluk bantal guling. Aku kehabisan akal. Aku ambil kunci motornya, “ Magda aku mau pergi sebentar,” ujarku minta ijin tanpa memberi tahu tujuanku.
Mega tak menjawab menoleh pun tidak. Kutinggalkan dia sendirian dengan isak tangisnya. Segera aku menuju toko penjual minuman keras langgananku sejak dulu.

Pemilik toko merasa heran, soalnya aku pernah bersumpah, tidak akan minum lagi. “Minum lagi bang,” tanya pemilik toko.
“Tidak, aku beli untuk teman,” sahutku singkat.

Sekembali dari toko, dihalaman rumah kosku, aku bertemu dengan Mawar, dia baru saja mencagakkan motor Vesvanya.
“ Magda dimana bang. Tante nyariin,” tanyanya“
"Ada didalam ,” jawabku.
“ Ribut lagi iya. Ada apalagi kalian.?”
“ Kejadian tadi malam. Aku sudah jelaskan, tapi dia nggak mau percaya."

“ Aku juga sudah jelaskan sama dia. Dia sangat terpukul karena dia lihat sendiri bang. Bujuk dia bang, nanti juga mengerti. Aku cabut dulu bang,” mohon Mawar.

Sebelum berangkat, Mawar menatap tajam kearah ku. Tak kusadari ujung botol menson muncuat keluar dari kantong celana. Mawar turun lagi dari motornya menemui ku. Apalagi itu bang. Abang gila. Abang pesong, buang itu bang. Abang..! buang...itu.!" suara Mawar histeris.

“ Ya aku buang nanti.”
"Nggak...sini bang, Mawar yang buang. Kalau nggak, aku tidak mau lagi berteman dengan abang seumur hidup, sungguh," ancamnya.
Aku serahkan botol manson itu ketangannya dibawah ancaman. Mawar memasukkan dalam bagasi vesvanya, lantas dia pun pergi.

Sebelum Magda ”siuman” aku pergi ketoko beli satu botol lagi. Pemilik toko keheranan, dikiranya minuman yang baru saja aku beli sudah habis kutenggak.
“Cepat kali habisnya bang,” tanyanya keheranan.

“ Oh ya. Tadi terjatuh, pecah,” kataku berbohong. Aku segera kembali, kubukakan botolnya, kuminum sedikit tapi mulutku sukar menerima. Yang dulu baunya merangsang, kini sangat menyengat.

Aku masuk, Magda masih berbaring ditempat tidurku, masih memeluk bantal guling. Aku panggil dia, tak menjawab. Kutuangkan manson yang tersisa kedalam cangkir.
Mega mencium bau manson yang baru saja aku tuangkan. Dia bangun dan menoleh tajam kearahku. Magda menjerit histeris, dia melemparkan bantal dan selimut kearahku secara beruntun. Dia menangis sejadi-jadinya sambil menelungkup di tempat tidurku.

Ku tutupkan pintu kamar rapat-rapat takut kedengaran ibu kos. Aku merasa kasihan, tetapi aku juga tak berdaya kubiarkan dia menjerit sepuasnya.
Dia bangun dari tempat tidur setelah keletihan menangis. Magda menghapus airmatanya dan memperbaiki baju serta merapikan rambutnya. Tanpa menoleh dia mengambil kunci motornya kemudian pergi.Aku terkesima melihat gerakannya begitu cepat.

" Magda, tunggu dulu, boleh kau pergi tapi sekali lagi dan untuk yang terakhir beri aku kesempatan berbicara," pintaku. Kupegang tangannya, dia meronta. Segera aku melompat kedepan pintu menahan kepergiannya. Tamparan keras mendarat dipipiku, perih. Kali ini dia hanya memandangiku marah tanpa kata dan tangis. Dengan sekuat tenaganya aku diorongkan kesamping. Sia lantas membuka pintu dan membantingkannya.

"Magda kita bicara sebentar saja tolonglah," pintaku. Magda diam tak perduli. Dia memacu motornya tanpa mengatakan sepatah kata. Aku kaget setengah mati, tak menyangka Magda berlalu begitu saja. Berlalu jugakah cintanya...?

Empat tahun bersamanya kini terhempas kelembah terjal nan cadas hanya karena pariban yang tertidur letih di dadaku, atau karena sebotol manson....? (Bersambung )

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 25)

Celine Dion - I Surrender

==================
Kami saling menyuap, bergantian.(kali pertama suap menyuap, rasa pangsit berubah saksang)
“Lha...katanya abang nggak selera, kok lahap.”?
“Makanya aku ajak kau makan sama-sama, biar ada nafsu makanku .”
=======
Aku bangkit dari tempat tempat tidur, Magda membantu ku duduk.
“Sudah agak lumayan bang,?”
“Sudah ...sudah sembuh total,” jawab ku semangat.
“Belum makan obat kok sudah sembuh...”ujarnya sambil ketawa.
“ Magda, aku panas dingin karena rindu.”
“ Nah...kan ketahuan, abang penyakit ecek-ecek.”
“ Aku juga panas dingin karena ketakutan. Takut padamu Magda.”

“ Karena ketangkap basah tadi malam iya bang. Jam berapa pulang tadi malam dari rumah Sinta.?”
“Aku segera pulang setelah Sinta tiba dirumahnya.!”
“ Oh..iya. Bagaimana khabar mama dan bapak serta adik-adik di kampung,?”
“Sehat semua, ibuku kirim salam dan menyampaikan terimakasih atas oleh-oleh kain sarungmu,”
“ Mama senang .?
“Ya. Tetapi aku yang pakai duluan buat selimut.”

“Aku tanya serius bang, masa sarung dipakai selimut.?
“Pengobat rinduku.....”
“Kenapa nggak jadi datang hari Jumat lalu. Keasyikan sama pariban iya,” tanyanya sinis.
“ Ibu menahanku. Ibu masih rindu.”
“ Kebetulan Sinta ada juga disana iya bang."
“ Iya...” jawabku. ( aku punya firasat jelek).

“ Pantaslah abang betah, ada pariban mendampingimu.”
“ Magda, aku mau berkata jujur, sejujurnya. Benar, aku dan Sinta pariban, tetapi kami tidak punya hubungan khusus, percayalah padaku. Magda kan tahu kalau dia punya pacar dan hubungan mereka sudah cukup lama . Memang tulang, orang tua Sinta, tidak setuju gara-garanyaa marga mereka marpadan, jadi mereka mar bersaudara,” jelas ku.

“ Ya..dia sudah cerita ke aku, orangtuanya suka kamu kan.?
“ Magda kok tahu .?”
“ Ya...aku tahu. Sinta sendiri yang cerita .”
“ Memang, tulang, bapaknya Sinta senang ke aku, tapi masya aku nikah sama tulang, lelaki lagi,” ujarku.

“ Bang....aku serius nih, abang suka sama Sinta, kan? Enak punya pariban seperti kejadian tadi malam. Tidak punya hubungan khusus tapi Sinta terlelap di sisi bahu abang.” ujarnya getir .
“ Magda, dia kelelahan, selama dikampung tidak ada istrahatnya dan kami di perjalanan selama enam jam. Magda tolonglah jangan berprasangka,"pinta ku. Kita sudah empat tahun berteman, masihkah kau belum memahami hatiku sesungguhnya?. Segampang itukah aku melacurkan hatiku meski dia pariban? Aku harus bagaimana lagi menjelaskan ? Bagaimana kalau kita bicara dengan Sinta sebelum dia pindah ke Labuhan Deli, biar semua jelas. Jangan ada lagi rasa curiga seperti ini, ok Magda.?

Magda diam...matanya menatap kosong kearahku. “Bagaimana, kita bertemu dengan Sinta besok pagi.?”
Magda menggelengkan kepalanya perlahan, dia menggigit bibirnya dan terisak sambil beranjak dari tempat duduknya. Magda merebahkan tubuhnya ditempat tidurku; dia benamkan wajahnya dibantal guling pembeliannya, sesugukan.
Oalah, tadi sudah enak-enak..kok ujungnnya seperti begini...”now I need to live the truth...”

Ternyata Magda lebih hebat dariku soal menyimpan perasaan. Magda masih mampu berlakon mesra “suap menyuap” namun dalam hatinya tersimpan bara yang siap menghanguskan...oooalah...cinta. (Bersambung)
Los Angeles, January 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 24)


http://www.youtube.com/watch?v=iyCvzd5G-r4

=============
Aku tertanya-tanya dan gelisah. Mestinya Magda sudah tiba. Jarak tempuh dari rumahnya ke tempat tinggalku hanya makan waktu sepuluh menit. Jangan-jangan dia balas ngerjain pikirku.
============

Sejenak kemudian, kudengar suara motornya, aku balik ketempat tidur lagi berbaring lemah, bibir kuusap berulang supaya kering dan kelihatan bak orang sakit benaran dan tak punya selera makan pula. Sejenak kemudian, kudengar suara motornya, aku balik ketempat tidur lagi berbaring lemah. Magda mengetuk pintu kamar, bang....bang Tan Zung... aku Magda. Dengan suara lemah, aku menjawab dari dalam, " pintunya tidak dikunci masuklah," jawab ku.
"Maaf bang aku kelamaan, antriannya panjang," katanya sambil meletakkan satu bungkusan makanan, pangsit.

“Aku tadi beli ke Jl.Selat Panjang. Aku juga mampir di apotik beli obat, “ ujarnya. Mega mendekat ketempat pembaringanku. Dia mencium kening ku. Tanganku dipegang erat...ada getaran.

“Aku merindukanmu Magda.”
“Magda...juga bang, ”balasnya pelan.
Aku mau peluk dia, tetapi ....aku sedang ”sakit”, lemah tak berdaya. Kini aku lemas bukan karena penyakit,boomerang. Gelora hati tertahan hanya karena penyakit jadi-jadian. Aku korban, dikejar bayangan, takut kena damprat olehnya. Aku tak mau bertengkar lagi hanya karena persoalan sepele. Terpaksa sakit jadi-jadian ini tercipta.

“Abang makan iya mumpung masih panas. Abang mau minum air putih atau fanta merah,? Sebentar aku belikan warung. "Abang mau minum apa ,” tanyanya ulang.

“Manson sajalah.......”
“Manson ma ho........” katanya sambil memencet hidungku. Magda meninggalkanku dikamar dalam keadaan sangat”lemah”. Aku sangat menyesal dengan semua kebohongan ini. Tapi bagaimanapun aku harus mempertahankan bahkan menyempurnakannya. Magda kembali, dua botol fanta merah dibawanya.

“ Kenapa belum dimakan.?”
“ Malas.......aku tidak selera, Magda makan jugalah biar aku selera, “ kataku.
“Ya...aku makan, tapi abang dululah. Garpunya taruh dimana bang,?" tanya Magda
“ Aku taruh dilaci meja. Aku punya cuma satu, Magda saja yang pakai aku biar pakai tangan.”

“ Masa makan mie pakai tangan, ada-ada saja si abang.”
“ Ya sudah kita gantian.”
“ Abanglah duluan,” katanya sambil menyerahkan garpu satu-satunya yang kupunyai.
"Kamu duluanlah,” ucapku sambil menyuapkan kemulutnya.

Magda diam tak mau membuka mulutnya. Ayo.....buka mulutnya, kamu duluan....kalau nggak, aku tak mau makan. Magda masih "mogok", mulut tak mau dibuka, lama dia menatapku kemudian wajahnya menunduk. Perlahan dia mendekat dan mencium pipiku. Diambilnya garpu dari tanganku kemudian menyuapkanku. Kami saling menyuap, bergantian.(kali pertama suap menyuap, rasa pangsit berubah saksang)

“Lha...katanya abang nggak selera, kok lahap.”?
“Makanya aku ajak kau makan sama-sama, biar ada nafsu makanku .” ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

Tuesday, January 27, 2009

Magdalena ( 23)

http://www.youtube.com/watch?v=ohdHhTfI2Go

===============
“ Ya.... aku harus “trainning” dia lebih intensif lagi ,” ujarku disambut Mawar dengan rasa geli.
Menjelang sore, ibu kostku memanggil, “Tan Zung...Magda telefon.(
===============

“Segera aku bergegas ke ruang tamu, suaraku sengaja melemah seperti orang sakit. Sebenarnya aku tak mau lagi berpura-pura dalam situasi apapun. Bagiku kebaikannya sangat luar biasa. Tetapi untuk kali terakhir aku harus melakukannya. Aku ketakutan kalau dia benar-benar sakit hati karena kejadian tadi malam dengan Sinta. Pula, sejak tiba kemarin malam aku belum telefon dia.

***

“Apa khabarmu sayang....aku kangen . Lima hari berpisah terasa lima tahun,” ucap ku. Aku dengar dia ketawa diujung sana. Pertanda aman, pikir ku, berarti Mawar berhasil meredam kemarahannya.
“Bagaimana khabar mamatua dikampung, “ tanyanya.
‘Sehat,” jawabku.

“Bang.... nanti malam datang kerumah iya,” ajaknya
“Aku kuusahakan, badan ku panas dingin ..nih.”
“ Kok tadi Mawar tidak bilang kalau abang sakit. Abang sudah makan obat,?” tanya Magda
“ Belum, suaraku makin melemah, serak, pita suara seperti digerogoti tikus .”
“Tadi Mawar kesana kenapa tidak minta tolong ke dia,” suaranya sedkit gusar.
“Panas dinginnya baru kok.”
“ Abang sakit ecek-ecek ah...,” katanya manja diujung telefon.
“ Tidak, aku benar-benar panas dingin.” ( dalam hatiku, iyalah aku panas dingin karena ketakutan ...ngeri-ngeri sedap)

“ Abang sudah makan....?” tanyanya
“ Belum, nggak selera,” kataku menyempurnakan sakit ”buatan”itu.
“Ya.... sebentar aku datang kesana,” ujar Magda
‘Oh...iya....Magda terimakasih, "perpustakaan" kita cantik sekali.... semuanya serba baru, wangi lagi,” kataku semangat. Aku lupa kalau aku sedang melakoni orang lagi sakit, geblek.

“ Aku dan Mawar yang rapikan, abang bilang terimakasih juga sama dia.”
“ Kok, Mawar tidak cerita sama aku.?”
“ Bang, sebentar lagi aku kesana, abang mau makan apa? Magda beliin iya.”
“ Tidak usah, aku tidak ada selera makan.” jawab ku.
“ Tunggu bang iya...aku sekarang menuju ke rumah abang !” ujarnya mengakhiri percakapan kami.

Aku segera berlari kekamar, t-shirt yang ku kenakan kuganti dengan t-shirt dan celana sandleking—celana lagi trend saat itu— pembeliannya ketika aku berulang tahun. Meski aku malas pakai celana jenis itu karena buka pakai harus duduk sebab ujungnya terlalu sempit/kuncup. Tetapi kali ini aku ingin menyenangkan hatinya, harus. Aku berbaring ditempat tidur, berpura-pura seluruh tubuhku lemah tak berdaya.

Menunggu hampir setengah jam tapi dia belum muncul.... satu jam belum juga. Aku tertanya-tanya dan gelisah. Mestinya Magda sudah tiba. Jarak tempuh dari rumahnya ke tempat tinggalku hanya makan waktu sepuluh menit. Jangan-jangan dia balas ngerjain pikirku. (Bersambung)


Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 22)

http://www.youtube.com/watch?v=VpSmnVNnfhU
===============
“Oalahhhh... masalah lagi. Jadi apa yang harus kulakukan, aku teramat rindu. Lima hari serasa lima tahun.”
“ Kenapa abang tak mampir tadi malam,?”
“ Waktunya sudah terlalu malam, perasaanku tak enak. Jadi bagaimana baiknya, apakah aku sekarang kesana.?
==============

“Tenang........bang, nanti aku kujelaskan ke Magda. Memang abang dengan Sinta tidak punya hubungan khusus.?”
"Tidak. Hanya sebagai pariban.”

“Dua hari sebelum pulang, Sinta ketemu dengan Magda di pasar Majestik. Sinta cerita kepada Magda kalau orangtua Sinta tidak setuju hubungannya dengan Sihol pacarnya. Terus Magda menghubungkan surat Sinta yang menyuruh abang pulang.....” kata Mawar.

“Sumpah.! aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Sinta kecuali hanya pariban.”
“Magda sangat terpukul, padahal Jumat lalu dia beliin liontin untuk abang. Liontin berbentuk ”heart” inisial MH, cantik sekali. Rencananya liontin itu mau diberikan pada abang saat pesta Bistok Sabtu lalu,” kata Mawar.

“ Oh...kalian jadi pergi ke pesta pernikahan Bistok .?”
“ Ya....pergi , tadinya Magda tidak mau karena abang belum pulang. Aku yang paksakan dia ikut. Bang aku salut sama Magda, dia bersikeras memakai gaun usulan abang. Sebelum berangkat kepesta Magda dan mamanya sempat ribut gara-gara gaun yang mau dipakai kepesta itu.

Tante bilang supaya pakai gaun yang lain, karena gaun yang dikenakan Magda Sabtu itu sama dengan gaun bulan lalu ketika menghadiri pesta Rumian. Magda merajuk, dia tidak mau pergi kalau tidak pakai gaun biru itu. Tante mengalah. Memang pemakaian gaun biru itu atas permintaan abang,?” tanya Mawar ketawa sambil geleng-geleng kepala.

” Iyaaaa, saya kira kita dapat pergi bersama.”
“Benar kan bang, dia itu masih polos. Kami tidak lama dipesta, habis makan kami pulang, Magda bosan.”
“Siapa saja teman alumni kita yang datang, “tanyaku
“ Jaudut, Syafry, Syaiful, Dody ketua kelas dulu. Salomo batal datang, dia pulang ke Laguboti, kedengaran dia mau menikah dengan paribannya dari Jakarta.”
“ Bagaimana hubunganmu dengan dia.? Jadi, dia berkeluarga sambil sekolah? Maunya kayak gitulah aku dengan Magda.”
Oalaalah....abang ini sudah tidak sabaran. Aku tak punya hubungan khusus dengan Sal. Hanya sebatas teman belajar,” ujar Mawar.

”Mawar, bagaimana menurutmu, apakah sebaiknya aku pergi sekarang menemui Magda.?”
“Biar aku duluan bang, nanti akan ku terangkan semua seperti apa yang abang utarakan.” ujarnya.
” Kalau nanti dia sudah tenang suruh ketemu aku di perpustakaan.”

“Perspustakaan tutup bang, kampus kan masih libur,” jawab Mawar.
Sampai saat itu Mawar belum tahu kalau kamarku ber “sandi” perpustakaan.
“Nanti kalau ketemu jangan main angek-angekan. Magda cerita, hari itu abang tuduh dia berteman dengan lelaki lain, dia sakit hati. Aku tahu abang bergurau, tapi dia menanggapi serius. Abang tahu sendiri, sejak kita kelas tiga es-em-a dia berteman hanya dengan abang. Memang, untuk nilai akademis Magda sangat memuaskan, urusan cinta dia “memuakkan” ujar Mawar menyindirku sambil ngakak.

“ Ya.... aku harus “trainning” dia lebih intensif lagi ,” ujarku disambut Mawar dengan rasa geli.
Menjelang sore, ibu kostku memanggil, “Tan Zung...Magda telefon.(Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 21)

http://www.youtube.com/watch?v=0ixEjEyvg-g

===============
“ Balik lagi bang....pelan...pelan...pintaku lagi sama abang beca. “jalan yang sama.
“ Takut pak, nanti kita dicurigaigarong,” jawabnya.
==============

" Hehhh..... jangan panggil aku pak, aku belum nikah, itu...tuh..calon isteriku yang panjang rambut, dia menghadap kesini,” kataku sambil menunjuk kearah Magda yang sedang duduk sambil menopang dagunya.

“ Abang mampir saja, aku tunggu. Sama calon isteri kok malu-malu,” ujarnya dengan nafas terengah-engah..
“ Banyak kali kecet mu, ayo..putar sekali lagi, ku bayar pun kau duakali lipat.!”
“Benar ya.... bang....,” katanya semangat sambil menggenjot pedal becanya cepat-cepat.”

Hoiii tahan dikit ... jangan terlalu laju, pelan aku mau memastikan dia itu pacarku atau adiknya?” kataku. Padahal itu hanya alasanku ke pengemudi becak supaya laju diperlambat. Magda itu hanya putri satu-satunnya.
“ Sudah, balik lagi dan kita pulang, “ perintah ku.

“ Jalan yang sama lagi, apa abang nggak bosan,?” tanyanya.
"Kalau aku sudah bosan tak kusuruh kau mutar. Bosan katamu...?, pasangan suami isteri saja sudah 40 tahun, setiap hari ketemu muka masih tertawa, berantuk dan lain-lainya tak pernah bosan. Awak ketemu hanya dua jam sehari, cepat gohet becanya bang.”

“Maksud lain-lainnya itu apa bang.....?”
Eee...nanya lagi, kamu sudah nikah.?”
“Belum...!” jawabnya.
“Ya...nanti kalau sudah kau nikah, baru tahu artinya lain-lain.”

Tiba di kamar, aku diliputi rasa heran, tiga kali kulalui depan rumahnya, Magda kulihat tangan menopang dagu diatas meja belajar kami selama empat tahun itu. Dari kejauhan terlihat olehku ekpresi wajahnya sepertinya larut dalam kesedihan, sakitkah dia,?. Hati penuh tanda tanya dan menimbulkan rasa gelisah. Badan kurebahkan diatas bed cover baru. Bantal guling yang baru dibelinya kupeluk erat,.....erat sekali. Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi namun mata tak kunjung pejam.

***

Suara motor vesva Mawar membangunkan aku dari tidur. Aku mengharap dia datang bersama Magda. Meski badan terasa berat aku segera melompat dari tempat tidur dan buru-buru kurapihkan. Segera pintu kubukakan, ternyata Mawar datang sendirian.

“ Mawar dari mana sepagi ini, ?" tanyaku
“ Baru ngantarin mama ke pasar.”
“ Magda dimana,?” tanyaku tak sabaran.

“Dirumahnya, bagaimana khabar mama di kampung. Sudah baikan.?”
“Ibuku ternyata tidak sakit, cuma rindu.”
“Lha, pesan dalam surat Sinta, mama sakit,?”
“ Panjang ceritanya, nantilah ku ceritakan, duduklah!”

“Abang tadi malam dengan Sinta iya?” tanyanya
“Kok kamu tahu,?
“Magda lihat. Abang naik beca berduaan dengan Sinta!”
“Ya, kebetulan kami pulangnya satu bus. Karena sudah kemalaman, aku antar dia kerumah kosnya.”

“ Tadi malam sekitar pukul setengah sepuluh Magda telfon aku. Magda minta aku datang kerumahnya
“Ngapain? Magda sakit?”
“ Ya. Magda sakit hati dan kesal gara-gara adegan mesra antara abang dan Sinta tadi malam didalam beca itu. Magda melihat Sinta tertidur disisi bahu abang.”

“Alamak, kami nggak ada apa-apa kok. Sinta kelelahan selama perjalanan, belum lagi ketika dikampung dia tak pernah istrahat.”
“ Manalah Magda tahu itu bang,” ujar Mawar.
“ Jadi gara-gara Magda sakit hati dan tidak mau lagi bertemu denganku.?”
“ Bukan bang, dia sedang sakit, sejak kejadian malam itu dia tak dapat tidur,”

“ Aku juga tak bisa tidur mikirin dia. Pukul sepuluh lewat duapuluh lima aku lewat dimuka rumahnya, aku lihat kalian berdua duduk diteras. Dari kejauhan aku lihat wajahnya bersedih dan dia menopang dagunya diatas meja. Aku pikir dia sakit serius.”

“Ya .. dia sakit hati,” jawab Mawar.
Oalahhhh... masalah lagi. Jadi apa yang harus kulakukan, aku teramat rindu. Lima hari serasa lima tahun.”
“ Kenapa abang tak mampir tadi malam,?”
“ Waktunya sudah terlalu malam, perasaanku tak enak. Jadi bagaimana baiknya, apakah aku sekarang kesana.? ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/