Tuesday, February 3, 2009

Magdalena ( 58)

KUCARI JALAN TERBAIK

==================
Pulanglah.! Maafkankan aku, ternyata abang hanya berlayar dalam rangkaian mimpi; ditempat ini aku akan menghitung hitung hari kematianku.!”
“ Tidak, Mawar tidak suka mendengar kata-kata itu.”
==================
“ Mawar, kata-kata apalagi yang kau harap dari manusia terbuang sepertiku, kecuali kata kematian.!?”
“ Tetapi tidak dengan kata-kata kematian bang, perjalanan kita masih panjang.”
“ Kita? Mawar katakan sejujurnya, kita itu siapa? turutkah aku disana menelusuri perjalanan itu ?”

“ Bagaimana dengan Magda bang.?”
“ Magda ? dia telah mengahantarkanku keruangan ini ? Bukankah Mawar juga menyaksikan sendiri fajar itu redup berselimut awan gelap. Mawar menyuruhku menunggu hujan membasahi tubuhku, menggigil dan menghantarku keujung kehidupan? Mawar ingin melihat aku mati tenggelam dalam kebekuan? Pulanglah, aku mau tidur, berlayar dengan mimpi-mimpi kematianku!” ulangku lagi.

“ Maafkan Mawar, aku mengerti perasaan abang, tetapi ijinkan aku bertanya pada kejujuran hati. Tidak baik, aku ikut bernyanyi dalam senandung ratap sahabatku.!”
“ Terimakasih, Mawar telah menujukkan jatidirimu seutuhnya. Bolehkan Mawar mencium dan memelukku sebelum meninggalkan ruangan ini.?”

***
Buru-buru Mawar melap air matanya, ketika kedua orangtua Mawar datang “bezoek”. Papi dan maminya memegang tanganku erat, sambil menanyakan hasil akhir pemeriksaanku.
“Jangan terlalu banyak dipikirin, ikuti nasihat dokter,” ujar mami Mawar. Papinya memukul pelan punggung Mawar,” kita pulang dulu, besok kesini lagi,” ajak papinya.

“Bang, ditinggal dulu, aku coba hubungi lagi Magdalena, besok pulang dari kampus aku mampir, ada pesan abang yang akan kubawa.”
“Ada, tolong aku bawakan pembasuh luka.!”
Mawar menatapku dalam dan menggelengkan kepalanya. Mawar bergerak ketika maminya memanggil, “ Mawar, biarkan abangmu istrahat dulu.”

Dalam kesendirian, aku merenung ketika ombak terus menggulungku. Tiga kali berturut-turut mendapat ganjaran meski jiwaku masih selamat. Aku mencoba membaca tanda yang telah terjadi. Perawat penjaga mengakhiri renunganku, ketika menghitung hari-hari sial itu.
“Seorang wanita sepantaran abang berada diruang tunggu, mengaku calon isteri abang. Dia sejak dari tadi mau ketemu,” ujarnya.
“Aku mengelengkan kepala.”
“ Jadi tidak benar dia calon isteri abang.?”
Aku diam, tak menjawab. Aku masih terbayang ketika melihatnya duduk dengan kedua orangtua dan pria lain dalam pesta pernikahan tadi pagi, sebuah “tragedi”.

“Tragedi” itulah yang menghantarkan aku dalam pembaringan ini. Jiwa dan ragaku menderita sempurna. Aku ingin mengakhiri semua penderiataan ini, tapi aku tak tahu bagaimana.
Untuk keduakalinya perawat itu mendatangiku, “ dia tak mau pulang, katanya dia ingin bertemu hanya sebentar saja, kasihan bang dia menangis terus, “ujarnya

Aku luluh, “suruh dia masuk, tetapi tolong sampaikan hanya sebentar, aku mau istirahat,” pintaku. Tak lama kemudian, Magda datang bersama perawat. Magda tak dapat membendung tangis,”maafkan aku pap, tadi aku ingin menyenangkan hati papi-mami, hanya sebentar. Magda tak mau mempermalukannya didepan umum, maafkan aku kali ini,” tangisnya iba.
Tak sedikitpun hatiku terenyuh mendengar tangis dan ibaannya. Perasaanku, Magda yang berada didepanku tidak lagi Magda yang kukenal bertahun-tahun.

Magda terus menangisi sikap dinginku. “ Papa, kenapa jadi begini, aku hanya......”dia tak sanggup meneruskan tangisannya.Magda tertelungkup diatas dadaku, sesugukan. Perawat ikut larut menyaksikan “derita” Magda dalam tangis. Perawat tidak tega”mengusir” Magda, meski aku beri isyarat supaya dia menyuruh keluar dari ruangan. Tangisan Magda semakin menjadi-jadi ketika aku tak memberi reaksi. Magda menciumi pipi, mata dan bibirku; airmatanya memenuhi wajahku.

Perawat meninggalkan kami berdua dalam ruangan. “ Baiklah, kalau papa tidak mau memafkanku, biarkan aku menjalani hidupku sendiri, selamat tidur papa, selamat tinggal,” katanya dengan suara hampir tak kedengaran. Magda membalikkan tubuhnya, segera meninggalkan aku. (BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment