Wednesday, February 4, 2009

Magdalena ( 65)

Matahariku
=================
“ Mawar, kalau begitu aku akan mengubah lagi ujung cerita itu, “ wanita itu mengubah keputusannya, ternyata dia bukan menolak, hanya “ mohon tunggu sebentar, nomor yang anda tuju sedang sibuk.” kataku, disambut tawa Mawar.
=================
“Zung, aku akan usahakan mencari Magdalena, nanti aku bicara terbuka dengannya. Aku juga mendengar, orangtuannya bersikeras dengan pilihan mereka. Magdalena bersikeras dengan abang.”

“ Tapi aku tak yakin dia dapat bertahan dengan pendiriannya. Mawar, aku jujur, daripada aku dan Magda terus disiksa seperti ini, aku rela dia mengikuti pilihan orangtuanya. Memang itu keputusan yang maha berat, aku sadar itu, tetapi harus ada korban. Pilihannya, aku jadi korban atau orangtuanya. BIla hal itu diperhadapkan dengan aku, maka yang aku pilih adalah menghargai keputusan orangtuanya. Cinta harus ada pengorbanan. Dan abang siap untuk itu, cinta yang telah kami jalani selama ini harus berakhir, daripada aku dan dia terus dirundung malang.
***
“Bang, teman-teman sudah pada tahu masalah abang dengan Magda, semua pada ribut. Magda juga nggak pernah kekampus, abang dirumah sakit. Mereka pada tahu abang kecelakaan karena Magdalena.
“ Bagaimana mereka tahu.”
“ Hampir semua angkatan kita menghadiri pesta pernikahan Sorta waktu itu. Mereka akan mengumpulkan dana bantuan untuk abang.”
“ Jangan, aku tak mau merepotkan. Suruh dibatalkan. Mereka masih kuliah, tolong sampaikan terimakasihku.”

“ Nggak enaklah bang, orang memberi kok ditolak. Papi juga bilang sama Mawar, mau bantuin abang bayar uang rumah sakit dan obat.”
Lha, kok begitu,?”
“ Nggak tahu, tanya saja sendiri sama papi.”
“ Kita saja masih main layangan, kok sudah.....,” aku tak dapat melanjutkan , Mawar menutup mulutku.

“ Mawar, aku capek, kakiku menghentak terasa perih, aku mau tidur. Kalau Mawar pulang, tidak usah abang dibangunin.”
“ Mawar nggak pulang malam ini, tadi kan sudah bilang, aku mau menungguin abang hingga pagi. Aku bawa buku-buku kok, selamat tidur bang.”

“ Mawar, dulu aku nggak dapat tidur kalau tak dicium ibuku.”
“ Itukan ibu abang.”
“ Tapi Mawar kan calon ibu .......” segera Mawar menutup mulutku dengan selimut sebelum bicaraku usai.
“ Nggak! siapa bilang, abang cengeng.”
“ Iya sudah, selamat belajar lah Mawar.
***
Esok harinya Mawar terus membujukku agar bersedia mengoperasi pergelangan kakiku setelah aku tolak anjuran dokter. Seminggu dalam perawatan dokter, aku keluar dari rumahsakit, Mawar terus setia hingga kerumah pak Ginting, dukun patah tulang. Meski aku sudah punya sikap mengakiri hubungan dengan Magda, tetapi ingin bersua dengannya untuk kali terakhir. Hari kelima perawatan dirumah pak Ginting, Magda mengunjungiku, dia berusaha menutupi beban deritanya, namun wajahnya tak dapat menyembunyikan.

“ Pap. Mama tak tahu lagi apa yang hendakku katakan. Mama sudah berusaha keluar dari rumah, tetapi papi-mami terus mengawasi ku, setelah mama menginap dikamar papa. Mama harap papa mengerti situasiku. Aku tahu bahawa papa ada disini dari Mawar. Dia datang kerumah kemarin malam,” ratapnya sambil menciumi pipiku.

Ibu Ginting ikut terharu mendengar ratapan Magda. Lagi-lagi niat menyampaikan putusan akhir sementara pupus gara-gara airmata, dan aku berpikir juga, tak baik menyampakan niat itu dirumah orang lain. Semoga Magda masih bisa”kabur” ke kamar bersejarah itu untuk kali terakhir.

“ Papa, mama akan menjagaimu hari ini, Mawar tak bisa datang, dia sedang menyelesaikan perbaikan skripsinya.”
“Bagaimana skripsimu,” tanyaku.
“Sementara mama tunda dulu. Mama kurang konsen. Skripsi abang bagaimana, nanti boleh mama bantuin selama papa disini.”

“ Aku sudah dua minggu tak bertemu, aku tak tahu bagaimana nanti dengan ibu dosen pembimbing. Semua programku hancur berantakan, papa juga tak tahu mau jawab apa kepada orang tuaku. Cepat atau lambat mereka akan tahu, apalagi dua minggu terakhir aku tak menjumpai ayah ke tempat perbelanjaannya.”

“ Jadi bapa tua belum tahu kalau papa masuk rumah sakit.”
“ Belum."
“ Papa masih menyesal terhadap mama.?"
“ Magda! Sudahlah, semuanya telah terjadi. Bagaimana khabar papi -mami.?
“ Baik,! papa.... masih marah dengan papi-mami?”
“ Nggak, bagaimana khabar Albert, calon suamimu. ?” (BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 64)

why do you love me

===============
Sebelum hal itu terjadi padaku, lebih baik mundur secara-baik-baik, meskipun itu sangat menyakitkan.
===============
“ Zung, hubunganku dengan Salomo sebatas teman kuliah, teman kelompok belajar,”
“ Mawar, mulut dapat berkata demikian, tetapi hatimu tidak.”
“ Zung kok tahu, memang dia pernah cerita pada abang,?”
“ Iya, ketika itu, Magda ngambek nggak mau keluar dari kamarnya, aku dan Salomo bicara diteras Magda hingga malam. Salomo bercerita, dia harus mengambil keputusan yang sangat berat seperti saya utarakan tadi.

“ Tetapi dia tidak pernah sekalipun mengutarakan kalau dia mau berteman serius denganku. Aku serius bang!”
“ Mawar dua tahun bersahabat dengannya, kamu tak dapat menangkap “signal” darinya.? Untuk apa dia membuang waktu denganmu duduk bersama besenda gurau, marah-marahan, cemburuan? Pernah nggak kamu merasa cemburu sama Salomo?
“Nggak tuh,”

“ Abang saja masih ingat, waktu itu Salomo pulang bersama dengan Sorta yang baru saja kita hadiri pernikahannya, kamu tak bicara dengan dia selama seminggu. Magdalena capek membujukmu dan menjelaskan kesalahpahaman kamu dengan Salomo. Mawar, rasa cemburu itu dimiliki orang yang sedang jatuh cinta, seperti aku dan Magda, dan rasa cemburu itu pula yang menghantarkanku ke ruangan ini!”

“ Sungguh bang, aku dan Salomo sebatas teman belajar saja, tak pernah merasakan aku jatuh cinta, mungkin hanya perasaannya dia saja.”

“ Mawar hanya orang yang mempunyai rasa yang memiliki cinta. Mawar, perasaan itulah menimbulkan cinta, dia datang tak kenal waktu, dia bisa muncul kapan saja, pagi, siang atau malam. Ketika Salomo menikah, kamu hilang dari “peredaran” selama seminggu. Dikampus menyendiri, ditegur wajahmu mutung, tak mau lagi belajar bersama. Kemudian katamu tidak jatuh cinta kepada Salomo.? Seperti tadi abang katakan, cinta dan cemburu itu kembaran, lahirnya diiringi “tangisan”yang sama."

“Sudah bang, nggak usah diteringati Salomo lagi, dia sudah bahagia dengan pilihannya.”
“ Nah, kan ucapan itu masih menyisakan rasa cintamu,”
“ Zung! Sudahlah, kita bicara yang lain.”

“ Baik! Mawar, ketika aku sedirian di ruangan ini, aku berangan-angan, ingin membuat novel, judulnya,” Cinta saja tidak cukup” Disana aku bercerita tentang kegigihan seorang lelaki mempertahankan cintanya ketika seekor serigala mau menerkamnya, walau penuh resiko, tangan dan kaki bahkan seluruh tubuhnya hampir remuk.

Kemudian lelaki itu menapak bersama dengan pilihan hatinya diatas belantara luas dan ganas. Dia terus berjuang, tetapi pada akhirnya kekuatannya melemah setelah dia berjalan melintasi belantara itu. Semangat lelaki itu tak kunjung padam.

Diabangkit, berlayar, berjuang melawan gulungan ombak disamudera luas dan akhirnya terdampar diujung pulau tak bertuan. Diujung pengembaraannya, dia terbang bersama juwita hatinya, terhempas diatas batu cadas dan tajam hampir merenggut nyawa. Penderitaan itu menghantarkannya pada keputusasaan, pada hal cinta mereka telah terajut selama lima kali kalender berganti.

“Mawar masih dengar nggak?” tanyaku setelah melihat tatapan matanya, hampa.
“ Iya aku dengar, terus bagaimana lanjutannya bang?

Dalam dekapanku, ia telah memberikan cinta sepenuhnya, tetapi pada akhirnya wanita yang dicintainya “surut” atas cobaan yang melilitnya. Sayang, pengorbanannya tidak total. Mawar! mewujudkan cinta hingga akhir, membutuhkan pengorbanan, cinta saja tidak cukup.

Tetapi, diakhir cerita itu - happy ending - beruntung lelaki itu menemukan seorang wanita yang baik budi, mengerti dan memahami si lelaki malang yang sedang terbujur dipembaringan karena pengorbanan cintanya. Wanita itu, kini sedang duduk menatap korban akibat cinta.
“ Ah... kirain abang serius, aku tinggal abang sendirian nih.”

“ Oh...iya, tunggu, ujung cerita diubah lagi, akan kutuliskan, “ Ah...ternyata lelaki itu masih bernasib malang. Wanita yang dianggapnya dapat mengerti penderitaannya, ternyata hanya perasaanya lelaki itu saja. Kini lelaki itu malang pergi mengembara mencari sejumput cinta ditengah padang pasir, entahlah kalau dia akan mendapatkannya.”

“ Abang, jangan dulu punya kesimpulan seperti itu, aku tak tega dengan sahabatku Magdalena.’
“ Mawar, kalau begitu aku akan mengubah lagi ujung cerita itu, “ wanita itu mengubah keputusannya, ternyata dia bukan menolak, hanya “ mohon tunggu sebentar, nomor yang anda tuju sedang sibuk.” kataku, disambut tawa Mawar. (BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 63)

When You Love Someone

When you love someone - you’ll do anything /you’ll do all the crazy /things that you can’t/explain /you’ll shoot the moon - put out the sun /when you love someone /you’ll deny the truth - believe a lie /there’ll be times that you’ll /believe you can really fly /but your lonely nights - have just begun /when you love someone
===============
“ Memang cuma abang yang pernah atau sedang jatuh cinta, orang lain juga.”
“ Tetapi punya jalan cerita yang sangat berbeda-beda, meskipun banyak persamaanya.”
“ Jadi hubungan kalian sudah putus,?” tanya Sinta lagi.
==============
“ Sinta! Dalam dua malam ini aku berpikir, lebih baik abang mundur secara teratur dan baik-baik. Terlalu banyak penderitaan yang dia dan aku alami dalam menelusuri perjalanan cinta itu. Pengunduran diriku juga merupakan wujud dari cinta tulus terhadap dia. Aku tak rela dia terus tersiksa karena aku, bukankah tindakan pengunduran itu bahagaian dari rasa cinta.?”

Ingat kata ompung( nenek,pen) kita dulu,? “masihaholongan ndang pola na ingkon sohot” (bercinta tidak harus menikah, pen)
“ Ompung saja abang dengarin. Aku serius bang, kalian sudah putus?”
“ Belum, tetapi aku akan mengakhirinya.”
“ Kasihan dia bang.!”
“ Cinta membutuhkan pengorbanan.”
“Tetapi bukan seperti itu maksudnya, abang sok pintar.”
“ Syukurlah, aku tak kau sebut lagi bodoh.”

“ Jadi sekarang abang pacaran dengan Mawar.?”
“Bagaimana bisa timbul pertanyaanmu seperti itu,? hanya karena Sinta melihat aku mencium pipinya? Sinta sudah berapa puluh kali mencium pipiku, padahal kita tak pernah pacaran,” ujarku disambut cubitan.

***

Kembalinya Mawar keruangan, mengakiri pembicaraanku dengan Sinta. Sinta dan Sihol mohon ijin pulang, sebelumnya dia mencium pipiku. Kutahan kepalanya, kubisikkan, “ kan kau juga mencium pipiku, tapi aku bukan pacarmu,” ujarku, disambut dengan senyuman.

Kehadiran Mawar mendampingiku di rumahsakit menimbulkan semangat hidup yang hampir pudar karena ketersiksaan yang tak berujung.
“Abang aku ada bawa makan, abang mau cicipi,?
“ Mau, tapi abang belum bisa duduk sempurna.”
“ Mawar suap, mau.?”
“ Iya, kataku, akhhhh...otakku langsung ke Magdalena.”

Dengan sabar sambil memperhatikan wajahku, Mawar meyuapkan makanan kemulutku. Lagi-lagi hatiku tak dapat berbohong, meski aku berusaha menahan rasa pilu, Mawar melihat mataku menerawang jauh.
“ Kenapa bang? Ingat Magda iya.?"
“ Nggak. Aku rindu pada kedua orangtuaku,” jawabku berbohong.
“ Kenapa nggak abang suruh saja bapak dan ibu datang.?”
“ Jangan, abang tak mau keluargaku mengetahui kejadian ini!”
“ Mawar tidak mendengar berita terakhir Magdalena.?”

“ Terakhir, aku ketemu ketika dia tidur dikamar abang. Dia bercerita panjang waktu dia menunggui abang sampai pagi disini. Menurut Magda, orangtuanya masih terus mengekangnya. Terakhir dia sudah mengambil putusan, tidak akan menyelesaikan skripsinya. Dia mau berhenti kuliah. Apa dia nggak cerita ke abang,?”.

"Pernah Magda cerita beberapa waktu lalu,tetapi aku marah, aku tidak setuju."
“ Bagaimana rencana yang ke Bandung.?”
“ Aku sudah pikirkan matang, hal itu tidak mungkin lagi, apalagi kesehatan seperti ini. Sepertinya aku dan dia tidak puya hak untuk menentukan masa depan kami sendiri, teralu banyak siksa derita yang kami alami. Magda puteri satu-satunya bagai hidup dihutan rimba raya, tempat tak menentu, sementara aku tersiksa batin tak berkesudahan.”

“Abang harus bangkit dan mengembalikan semangat. Mawar yakin saatnya nanti abang dan Magda akan melewati masa-masa kesukaran itu.” ujar Mawar
“ Bagaimana Mawar meyakininya.”
“ Dari keteguhan hatinya.”
“Mawar, seandainya dia punya keteguhan hati, saat itu dia harus menunjukkan kepada orangtuanya, kepada pria pilihan papi-maminya, bahwa dia sudah punya pilihan sendiri.”

“ Tapi pada saat itu, katanya, hanya menyenangkan hati orangtuanya, dia tidak mau mempermalukan dihadapan orang banyak.”
“ Dan Mawar setuju sikapnya itu?”
“ Kok tanya ke Mawar. Aku tidak dalam posisi mencampuri terlalu dalam urusan abang dan Magdalena.”

“ Mawar, aku dan Magda sudah berteman selama kurang lebih lima tahun, dan selama itupula Mawar tahu semuanya “a-z” nya kisahkasih kami, bahkan tak jarang Mawar menjadi “conselor” kami. Ada sedikit persamaan kisahkasih antara Magda dan Salomo. Ketika Salomo harus memilih salah satu; meninggalkan Mawar atau nikah dengan pariban pilihan orangtuanya. Akhirnya dia memutuskan menikah dengan pilihan orang tuanya, bukan.? Sebelum hal itu terjadi pada abang, lebih baik mundur secara-baik-baik, meskipun itu sangat menyakitkan. Mawar, maafkan aku bila mengungkit masa lalumu. (BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 62)

Listen to youre heart
http://www.youtube.com/watch?v=3sJPUTTfNbg

I know theres something in the wake of your smile./I get a notion /from the look in your eyes, yea./Youve built a love but that love falls apart./Your little piece of /heaven turns too dark./Listen to your heart/When hes calling for you./Listen to your /heart/Theres nothing else you can do./I dont know where youre going/And I dont know why,/But listen to your /heart/ Before you tell him goodbye.
===================
“Ajaklah Mawar besertamu,”
“ Tidak pap, itu hanya tempat tidur untuk papa dan mam.”
“ Terserahlah, tapi setelah itu, kau harus kembali kerumahmu.”
“ Tidak, sampai papa keluar dari rumah sakit ini.”
===================
HARI-HARI dalam pembaringan cukup merepotkan para sahabat. Sinta terpaksa “turun gunung” meninggalkan kesibukan hari-hari mengajar. Magadalena hanya berkunjung pada hari pertama. Hari kedua dan ketiga, aku ber”tekuk” sendirian. Dalam kesendirian di kamar pengap itu, mengharap kehadiran Magda, namun tak kunjung muncul, sementara Mawar disibukkan penyelesaian skripsinya.

Sebelumnya Mawar telah meberitahukan,“ Zung, dalam dua hari nanti Mawar tidak bisa mengunjungi abang. Mawar mau merampungkan skripsiku,” ujarnya. Aku hanya mengangguk pelan. Mendengar kata skripsi ini hatiku mendidih, ingin segera meninggalkan ruangan rawat, ingin mentuntaskan skripsiku juga, tetapi apa daya, luka duka menjeratku dalam waktu yang tidak tahu pasti kapan dapat meninggalkan rumah sakit.

Perasaan syakwasangka terus berkecamuk dalam pikiran setelah dua hari menunggu Magdalena tak juga berkunjung. Bayang-banyangan gelap muncul dalam pikiran. Huuh...entah sampai kapan jawaban sesungguhnya aku dan Magdalena dapatkan. Untuk sementara Sinta berkenan menungguiku sepanjang hari dan malam, dia meninggalkan tugas sebagai guru.

“ Aku sudah minta ijin selama dua hari dari kepala sekolah ,” ujarnya. Sinta tampak lebih dewasa setelah mengajar beberapa lama. Selama dia menungguiku, tak henti-hentinya memberi semangat, tak jarang pula mengingatkan kenangan masa lalu kami ketika usia anak-anak hingga remaja. Semangatku selalu timbul bila dia bercerita apa saja. Kadang kala dia cemberut ketika aku sambut akhir ceritanya, “ iya bu guru.!”
***
Hari ketiga, Mawar mengunjungiku dengan mata berbinar, “ skripsiku telah disetujui, hanya ada sedikit perbaikan,” ujarnya. Keceriaanya menimbulkan rasa”cemburu”. Aku ingin sepertinya segera menyelesaikan kuliah. Sinta turut senang mendengar kabar baik Mawar.

“ Mendekatlah kau Mawar abang mau memberi ucapan selamat,” Sinta mengeritkan keningnya mendengar ucapanku. Mawar agak enggan mungkin karena Sinta masih diruangan ku. Aku meraih tangannya, kemudian tanganku melingkar dilehernya, Mawar menunduk. Aku beri dia ciuman dipipi, “Selamat, semoga sukses’” ujarku. Sihol pacarnya Sinta menatapku dengan rasa heran, tetapi dia tak berkata apa.

Ohh iya aku kelupaan, sebentar, Mawar mau mengambil minuman untuk abang,” ujarnya permisi meninggalkan ruangan.
“ Bang, apa-apa nih,” tanya Sinta.
“ Kenapa bu guru,?” tanyaku.
“ Memang kak Magda sudahan ? kok cepat benar.”
“ Ceritanya cukup panjang, dan sebenarnya kamu telah menyaksikan sendiri bagian dari perjalanan panjang kisahkasihku dengan Magda seperti Sabtu lalu, bukan.?”

“ Jadi berakhir begitu saja.?”
“Belum tahu pasti, tetapi aku sudah pasrah menghadapi kekerasan hati orangtuanya, memilih calon suami Magda.
“ Abang nggak boleh begitu, Magda belum tentu mau dengan pilihan orangtuanya. Kenapa abang jadi larut dan bodoh dengan pikiran seperti itu.” ujar Sinta geram, sengit.

“Sinta, urusan bercinta, pintar dan bodoh beda tipis, dan apa takaran pintar dan bodoh dalam bercinta? Ada beberapa contoh disekitar kita, Ratna kakak kelasmu, kecantikannya melebihi kecantikanmu, bintang kelas sejak es-em-a dan mendapat beasiswa dari kampus. Setelah selesai kuliah, nikah pula sama pria pegajul, setiap malam mabuk terus. Mereka akhiri pernikahannya dengan perceraian. Sadar atau tidak mereka mengorbankan seorang anak yang belum berdosa. Keduanya egois.”

“Iya itu kan hanya kebetulan saja bang, “
“ Contoh berikut, menurutku, Sihol pacarmu itu “bodoh”, segagah itu mau pacaran dengan kamu, aku saja mikir.”
“ Lha kok bawa-bawa Sihol?” protesnya.
“ Iyalah, sudah hidungmu mancung kedalam, pendek lagi....” ucapku sengaja angekinnya. Belum habis aku bicara kepalaku didoltuknya (digetok,pen). “ Dasar...., abang nggak berubah, bicara negelantur melulu nggak pernah serius,” ujarnya dengan wajah masem, sementara Sihal senyam senyum mendengar "pertikaian" yang berpariban.

“ Aku serius, sukar kita deskripsikan pintar atau bodoh dalam urusan bercinta. Hanya hati yang dapat menjabarkan sesungguhnya apa arti cinta, percayalah sama abang, karena aku sedang terlibat didalamnya.”
“ Memang cuma abang yang pernah atau sedang jatuh cinta, orang lain juga.”
“ Tetapi punya jalan cerita yang sangat berbeda-beda, meskipun banyak persamaanya.”
“ Jadi hubungan kalian sudah putus,?” tanya Sinta lagi. ( BERSAMBUNG)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 61)

Jangan Simpan Tangismu

===================
Kini, papa ikut menyiksaku. Sudah puaskah papa,? bolehkah aku pergi sekarang? Papa, aku sudah kehabisan air mata, tak ada lagi yang tersisa bahkan untuk menangisi diriku sendiri.
===================
“ Magda, sudahlah sayang, jangan teruskan lagi, mendengarpun aku tak sanggup.”
“ Papa, menangis? papa masih punya air mata ? Bolehkah mama mengusap airmata papa atau aku mengusap airmatamu dengan mahkota rambut mama yang pernah papa miliki, sebelum kelak, aku akan mencampakkannya?. Ingatkah papa, betapa bangganya mama memelihara mahkota itu hanya untuk papa seorang. Ingatkah papa marahmu luarbiasa ketika mama mau memendekkan mahkotamu yang papa titipkan padaku? Sebagaimana papa tahu, aku merawatnya hingga kini, hanya untuk papa.! Papa gerailah rambutku dan mama akan menghapus airmatamu.”

Aku terhenyak dalam dekapan wajahnya, “ Magda, sudah kataku. Aku menangisi perjumpaan kita, aku menangisi waktu yang telah membiarkan kita saling bergayut kasih dan pada akhirnya kita terjebak dilorong gelap dan pengap itu.”

“ ...dan papa membiarkan aku sendiri berjalan dalam lorong gelap dan pengap itu, begitukah papa? Baiklah papa, boleh aku pergi sekarang ? Atau masihkah aku punya kesempatan tinggal diruangan ini menunggui papa. Masihkah Magda diijinkan memanggil mu papa?”
Sederatan pertanyaan dan pernyataan yang dimuntahkannya, membuatku tersudut dalam kebingungan, “ iya,masih, panggil aku papa.” Magda menciumiku dengan ratapan tanpa airmata.

“ Sampai kapan mama boleh memanggilmu papa” tanyanya dalam ratap.
“ Saya tidak tahu, tanyalah sang pemilik waktu.”
“ Papa, kitalah pemilik waktu itu,” bisiknya ke telingaku.
“ Bukan, bukan kita, mama jangan bermimpi,”
“ Iya pap, mama masih bermimpi, kita akan menelusri waktu hingga ajal memisahkan kita.”
“ Mama berbicara ajal atau mama bermimpi tentang ajal? Tahukah mama, kapan ajal itu datang.”
“ Iya, ketika ia memisahkan kita.”

“ Mama benar, ajal itu telah diambang pintu, kini. Tidak seorangpun dapat menghempangnya bila dia tiba. Ia dapat datang kala kita bersenandung suka atau duka; Atau dia menghampiri, ketika kita menyambut fajar mentari pagi atau pada redupnya sinar rembulan; bahkan ia dapat menjemput ketika kita mengikuti syahdunya simponi siang.”

“ Papa, bertahun-tahun kita telah dendangkan senandung berirama suka dan duka. Kita telah bersama menikmati ranumnya bunga diterpa sinar mentari pagi. Kita telah melalui lorong gelap penuh onak dan duri dan kita menikmati dengan kaki dan tangan berdarah-darah. Papa, kita telah berjalan digurun pasir berbatuan dan cadas; Ingatkah papa, ketika kita berjalan, ditengah lolongan serigala buas hendak menerkam.?

“ Iya, korbannya ada, kini terbaring menahan siksa, di depan wajahmu.!”
“ Juga, korban itu sedang bersenandung sendu, didepan wajah papa. Hatiku menjadi “kurban” bagi papa seorang !”
“ Tapi aku berlumur darah mama, badanku remuk dimangsa serigala itu, ajal hampir merenggutku dan “kurban” itupun telah dicabik-cabik ganasnya serigala.”

“ Papa, bukan! Papa salah! Kurban itu masih utuh tersimpan dibalut penantian abadi. Papa, lihatlah sinar mataku, tataplah mataku dengan sempurna. Papa tidak melihat dibalik kelopak mataku tersimpan sejuta duka. Tidak kah papa melihat relung-relung hatiku tertutup gumpalan darah.? Papa dengarlah rangkaian simponi yang menyayat kalbu dari rongga hati mama!?”

"Magda, biarkan musim berganti, biarkan mentari memberi sinar dan pada waktunya akan menelusuri ufuk barat menyembunyikan dirinya. Magda, malam telah menjelang pagi, pulanglah. Kamu tampak lelah.” Tampak olehku, perasaanya telah pulih, kini Magda telah memiliki airmata.

“ Aku tak tega membiarkan papa sendirian diruangan ini, aku ingin menangis bersama dengan papa, aku ingin tersenyum menyambut sinar mentari pagi dengan papa. Mama ingin bersamamu selamanya. Pap, setelah pesta kemarin aku tidak pulang kerumah. Mama ke rumah tante, maminya Mega. Tante juga marah sikap mami-papi terhadap Magda. Nanti malam aku mau tidur sendirian dikamar papa, boleh kan pap.”

“Ajaklah Mawar besertamu,”
“ Tidak pap, itu hanya tempat tidur untuk papa dan mam.”
“ Terserahlah, tapi setelah itu, kau harus kembali kerumahmu.”
“ Tidak, sampai papa keluar dari rumah sakit ini.” ( BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/