Monday, February 9, 2009

Magdalena ( 70)

Demis Roussos - Good bye My Love
Hear the wind sings a sad old song/it knows I’m leaving you today/please don’t cry oh my/heart will break when I’ll go on my way/ goodbye my love goodbye/goodbye and au revoir/ as long as you remember me/I’ll never be too far“
============
"Mama saja langsung mengatakannya kepada papimu, papa tak usahikut. Aku khawatir nanti kalau papa ikut penyakit jantungnya akan kambuh.”
“ Apa bedanya bila aku sendiri mengatakananya,?” ujarnya menatapku
tajam.
============
“ Sangat berbeda, bila papa ikut bersertamu mengatakannya, pasti lah papi akan tersinggung. Papi eranya berbeda dengan kita. Dia hidup dalam budaya yang sangat kental menyangkut adat. Masalah seperti hubungan kita ini ada tatanan yang mengaturnya. Nah, kita masih bertengkar masalah yang seharusnya bukan bagian kita. Mama, sampai kapan kita terus seperti ini.?”

“ Nggak tahulah, mama pusing.”
“ Tetapi, kita harus menentukan sikap kalau mau hubungan kita akan berlanjut. Seperti berulang kali ku katakan, papa terlalu letih dan perjalanan cinta kita seakan tidak ada kepastian. Satu sisi mama mencintaiku, sementara sisi lain mama mendua hati karena sikap orang tuamu.”

“ Papa..! Ini hanya soal waktu, percayalah hatiku tak mendua!” jawabnya setengah teriak.
“ Tetapi sampai kapan waktu ini akan menyiksaku.?”
Untuk beberapa saat, aku dan Magda mengakhiri perbedaan pendapat. Magda merebahkan dirinya ditempat tidur, sementara pikiranku pusing, bagaimana aku mengatakan “ bubaran”.

Luka hati dan retaknya kaki, korban tersinggungnya harga diri beberapa waktu lalu semakin menguatkan hatiku menyatakan, “ selamat jalan sayang, ikutlah apa kata papimu, selamat tinggal kenangan.”

Hingga pada akhirnya, aku semakin tak dapat merasakan ketersikasan itu, aku dekap dia dalam tidur, “ Magdalena, demi cintaku yang sangat tulus, papa merelakanmu mengikuti apa kata papimu. Hanya itu yang dapat kupersembahkan kepadamu. Aku rela berkorban, demi cintaku yang sangat tulus untuk mama dan untuk papimu yang sangat mengasihimu. Selama ini aku lelah bercumbu dalam derita”

“ Apa....? papa rela membiarkan mama menanggung sengsara sendirian, papa...papa kejam.... papa mau menguburku hidup-hidup dalam deritaku. Papa ...cintamu tulus ? Tetapi papa hempaskan mama ke lembah terjal...papa kejam. Papa...masihkah ada rasa kasihmu yang tersisa? “ujarnya menjerit dalam tangis.

“ Mama, sungguh aku masih mencintaimu setulusnya, tetapi, papa tak tega menyakiti hati orangtuamu, biarlah cintamu dan cintaku menjadi kenangan abadi,” ujarku sambil mencium untuk yang terakhir.

Magda, membalas ciumanku dan mendekap erat, “ Papa...ijinkanlah mama mencintaimu untuk selamanya, mama cintaku akan bersamamu sampai selamanya. Papa ...jangan biarkan aku sendirian, mama lemah, mama capek, ayo papa kuatlah, atau kita pergi sekarang papa ?”

Pelan, aku berusaha melepaskan pelukannya sambil menggelengkan kepala. Magda terus mendekapku erat seakan tak mau melepaskannya, hingga akhirnya memukuli seluruh tubuhku sepuasnya. Terlalu banyak kata dalam ratap yang tak dapatku tangkap.

“ Papa, bangkitlah, tataplah aku, lihatlah mama yang sudah mencintaimu selama lima tahun, akhirnya papa campakkan begitu saja. Papa ...bangun, papa kejam.”

Magdalena bangkit dari tempat tidur ku, nafasnya sesak, kembali tangisnya meledak tak karuan dalam kamarku, dia terduduk dalam kursi. Aku bangkit dan mendekatinya, namun kali ini Magda bergeming, kecuali tangisnya yang menyesakkan hati. Magda, mengusap airmatanya, tanpa mau memandangku lagi disebelahnya. Magda membiarkan tanganku mengusap bening air dari matanya.

Magda masih membiarkan rambutnya ku gerai, untuk yang kali terakhir Magda membiarkan bibirnya ku kecup dengan lembut, akupun tak menahan tangis, sesugukan. Magda bangkit dan meninggalkan ku sendirian, kini tidak ada lagi tangan mengusap airmataku. Aku terduduk sendirian dalam kamar, hatiku sesak. Selamat tinggal kenangan, kini buaian mimpi telah meninggalkan aku dan Magda untuk selamanya. ( Bersambung )

Los Angeles, February 2009
Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena (69)

Cinta Ku Kandas Di Rerumputan - Ebiet G. Ade

=============
Aku mau berkata jujur kepadamu. Selama mama tidak mau jujur dengan papi, selama itu pula papa tak mengaharap apapun atas hubungan kita.
=============
PAPA tidak suka, melihat atau mendengar ada pria lain menggangu pikiranmu dan pikiranku, papa capek. ”I’m so tired but I can’t sleep. Magda terdiam tertunduk lesu, sesekali menggelengkan kepalanya, cucuran air menetes dari matanya. Magda beranjak dari tempat duduknya menghempaskan diri diatas tempat tidur. “I’m screaming inside, but you can’t be heard

“ Mama takut, kalau nanti penyakit jantung papi akan kambuh,’ ujarnya lirih.
“Baik, kalau demikian sampai kapan kita harus menanggung semua ini. Seandainya, ada hukum yang mengatur, diijinkan membunuh seseorang yang menggangu hubungan sepasang anak manusia yang telah terjalin minimal lima tahun, papa akan menjagal si Albertmu itu.”

“ Papa, selalu menyalahkan, selalu menuding kalau mama berteman dengan Albert. Papa jangan lagi menambah siksa batinku.”
“ Baik, enyahkan Albert itu dari rumahmu, dari pikiranmu.”
“ Papa...papa, Albert tidak pernah dalam pikiranku, hanya papa seorang, percayalah,” teriaknya.
“ Mama, duduklah kita bicara dari hati kehati, jujur dan terbuka. Tolong hentikan tangisanmu, karena itu tak menyelesaikan persoalan. Ayo, duduklah mama, atau papa meninggalkanmu sendirian dikamar ini.?

“ Kenapa jadi begini papa! Aku datang karena mama rindu, mama tinggalkan papi masih terbaring lemah dirumah, hanya karena rinduku sama papa, kenapa marah-marah pada mama. Apa salahku papa.?

“Maafkan papa, tetapi kita harus bersikap. Tidakkah mama melihat penderitaan pisikku bahkan ajal hampir menjemputku, itu karena cintaku. Sekolah papa dan mama berantakan. Papa tidak akan mengalami seperti ini, andaikan Magda mau bersikap tegas kepada papimu.”
***
Amarahku mulai surut melihat tangisnya tak henti-henti. Tetapi, saat ini aku harus mengambil sikap, terus atau putus. Aku membiarkannya sendirian sesugukan ditempat tidurku. Aku sadar jika Magda berkata jujur, dia mempertaruhkan nyawa papinya yang memiliki penyakit jantung atau “nyawa” asmara yang berusia lima tahun. Saat ini harus ada “nyawa” yang menjadi korban. Magda bangun duduk diujung tempat tidur berhadapan denganku disudut ruangan itu.

“ Papa, tidak tahu lagi apa yang mama harus katakan. Mama kira hubungan kita selama ini sudah cukup menjelaskannya kepada papa. Sungguh, mama tak mengerti semuanya ini.”
“ Mama, sebenarnya sangat sederhana, seperti papa minta, katakan secara jujur kepada papi tentang hubungan kita.”

“ Iya,mama akan memberitahukannya, tetapi jangan dulu saat ini.”
“Itu sama saja mama memperpanjang masa derita siksaku dan memperpanjang”usia” Albert dirumahmu. Magda aku amat lelah.”

Magda memeluk dan menciumku sepuasnya, ditatapnya mataku, “ Iya, mama akan katakan dengan jujur tetapi maukah papa mendampingiku menyatakannya.?”
Aku terperangah, merasa tersudut atas tantangannya. Seandainya, papinya tidak mengidap penyakit jantung, aku siap dan berani menghadapinya, paling juga ditolak. Nah, ini urusannya dengan nyawa.

“ Itu tak bagus, apalagi dalam adat batak.?
“Papa, kenapa bawa-bawa lagi masalah adat ? bukankah kita selama lima tahun telah mengabaikan adat? Bukankah kita sesunguhnya “mar ito ( sepupu, pen) Ingatkah, papa dulu uring-uringan, karena tulang( paman, pen) orang tua Sinta, ber”tarombo” (urut silsilah, pen) dengan mami, bahwa kita sebenarnya saudara sepupu, tidak boleh menikah. Tetapi atas keputusan kita berdua, kita abaikan hubungan kekerabatan itu? Kenapa sekarang papa berdalih adat? "

“ Bukan! Maksudku, kurang baik kalau papa ikut lagsung menyatakan itu, mestinya ada pihak ketiga—dari keluarga ku— menghubungi keluarga mu, jadi bukan aku langsung kepada papi.”

“ Mama semakin tak mengerti, tadi papa katakan urusannya sangat sederhana, tapi malah kok berbelit-belit.”
“ Iya, sangat sederhana, kalau mama mau.”
“ Mama mau, tetapi papa berdalih.”

“ Mama saja langsung mengatakannya kepada papimu, papa tak usah ikut. Aku kuatir nanti kalau papa ikut penyakit jantungnya akan kambuh.”
“Apa bedanya bila aku sendiri mengatakananya,?” ujarnya menatapku tajam.( BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

Magdalena (68)

Bonnie Tyler It's A Heartache
It’s a heartache/Nothing but a heartache/Hits you when it’s too late/Hits you when you’re down It’s a fool’s game/ Nothing but a fool’s game/Standing in the cold rain/Feeling like a clown. It’s a heartache/Nothing but a heartache./Love him till your arms break/Then he lets you down./It ain’t right with love to share

=====================
“ Aku nggak bisa jalan, dekatlah,” ajakku
“ Nggak ah, Mawar besok lusa masih kembali lagi,” jawabnya
“ Urusan besok iya besok, sekarang jangan ditunda,” ujarku geli karena ditolak mentah.
=====================

" Nggak, selamat tidur bang, selamat bermimpi indah," ujar Mawar
‘ Iya selamat malam, tolong bawa dalam mimpimu, kalau abang lagi kesal pada kakinya. Akibatnya, abang tak dapat mencium adiknya ketika mau pergi."
Mawar mendekatiku, " abang merajuk iya, protes kok pakai perantaraan mimpi,? ujarnya ngenyek.

" Daripada protes pakai surat, keluar lagi biaya beli perangko." ujarku tak mau kalah.
" Iya, sudah, abang ngomel melulu, cepatan cium, adiknya mau pulang. Bang, besok nggak bisa datang, Mawar mau memperbanyak skripsiku. Mulai besok Mawar sudah pesan rantangan untuk abang, sampai kaki abang pulih."

" Mawar, beritahu nanti berapa biayanya, aku akan ganti. Dengan kehadiranmu membantuku selama ini sudah lebih dari cukup, tidak tahu bagaimana lagi harus membalasnya."
" Nanti ada waktunya bang, tetapi, membalaskannya tidak harus kepada Mawar.
***
Meski kaki masih sangat sakit, ku paksakan melatihnya melangkah dalam kamar sempit. Saat melatih jalan Magdalena tiba di kamarku. Magdalena mengankat tanganku ke atas bahunya dan menuntunku perlahan seputar kamar.

" Kok nggak dikasih tahu kalau papa mau pulang, kan hari itu sudah mama pesan, supaya diberitahu kapan akan pulang."
" Mawar sudah berusaha menghubungimu tapi ngggak pernah ketemu. Apa mama masih nomaden ?" tanyaku bercanda.
" Iya, masih, gara-gara cintaku pada papa," katanya sambil mengusap pipiku amat lembut.
" Kemana saja beberapa hari ini, papa kesepian," tanyaku

" Bukankah selama ini Mawar membantu papa.?"
"Magda setuju kalau Mawar mengganti mama, mengusir rasa sepiku.? Iya, Mawar telah mengaplikasikan arti sahabat yang sebenarnya; seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. Seperti mama juga telah menujukkan itu kepada papa. Apa Magda tidak kuatir jika kelak akan bersemai bibit cinta dengannya.?"

" Bila itu akan membahagiakan papa, mama tidak dapat berbuat apa."
" Kenapa menyerah segampang itu."
" Apalagi yang mama mau katakan, mama telah memberikan semuanya hanya pada papa, dan sampai saat ini mama masih percaya dengan kejujuran papa."

" Mama, ada sesuatu yang menurutku sangat sukar dimengerti. Papa tidak meragukan ketulusan hatimu selama ini. Kenapa mama tidak berterus terang kepada papi-mamimu, bahwa kita sudah berhubungan sedemikan jauh. Aku mengerti kalau mama selama ini tersiksa, bahkan sering menghilang dari rumah, menurutku itu bukan jalan keluar.!"

" Mama sudah berterus terang dengan mami tentang hubungan kita, tetapi mami juga tak tega menceritakan kepada papi. Papa kan tahu, kalau papi mempunyai penyakit jantung. Papi baru kemarin keluar dari rumah sakit karena ganguan jantung, itu sebabnya mama tidak datang menunjungi papa ke rumah pak Ginting. "

" Lalu sampai kapan kita terus seperti ini. Terlalu banyak yang kita korbankan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Lihatlah tubuhku sekarang, tiga kali dalam cobaan berat; tidak itu saja, sekolah kita berantakan. Seandainya, Magda berterus terang kepada papi, apapun hasilnya, kita dapat menentukan sikap, tidak seperti ini terus menggantung."

" Mama kan sudah berulangkali mengusulkan, agar mama dibawa ke kampung atau ke Bandung atau kemana saja papa suka, mama dari dulu telah siap."
" Mama benar, tetapi dengan kondisiku seperti sekarang, sesuatu yang mustahil kita lakukan."
" Menurut papa apa yang mama harus perbuat."

" Katakan sejujurnya kepada papi tentang hubungan kita, atau penderitaan kita terus seperti ini. Aku mau berkata jujur kepadamu. Selama mama tidak mau jujur dengan papi, selama itu pula papa tak mengaharap apapun atas hubungan kita. ( BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

H.Tan Zung

(Magdalena ( 67)

Bryan Adams - I Finally Found Someone

finally found someone/That knocks me off my feet/I finally found the one /That makes me feel complete/It started over coffee/We strated out as friends /It’s funny how from simple things /The best things begin

===================
“ Papa! Magda sampai kelupaan, padahal sudah lama dibeliin,”katanya sambil mengalungkan kembali ke leherku kalung berinitial” MH” bertengger dalam bingkai heart.
==================
Setelah kakiku sedikit pulih, pak Ginting mengijinkanku pulang, “jangan terlalu banyak bergerak,” pesannya sebelum kami meninggalkan rumahnya. Mawar dan kopral Suharman—sopir papi Mawar memapahku masuk ke mobil.
“ Mawar beritahu ke Magda kalau abang pulang hari ini.? "
“ Aku sudah kerumahnya, tetapi Magda nggak ada dirumah, kata maminya, Magda sudah dua hari tak tidur dirumah, mungkin nginap dirumah Mega saudaranya. Zung, belakangan ini papinya sering sakit-sakitan.”

“ Minta tolong carikan dia, aku mau ngomong ke Magda. Tidak baik wanita terus menerus tidur dirumah orang, apapun alasannya, apalagi papinya sudah sakit-sakitan.”

“ Magda bersikeras, tidak mau menerima sikap orangtuanya yang memaksakan nikah dengan Albert. Magda maunya dengan abang.”
“ Itu yang mau abang bicarakan dengan dia.”
“ Maksud Zung bagaimana?”
“Abang tidak patut lagi mempertahankan hubunganku dengan dia. Magda harus mengutamakan keluarga, dan abang merelakannya dengan tulus demi orangtuanya, serius.!”

“ Magda terus bertahan dengan sikapnya, tidak mau nikah dengan Albert pilihan papi-maminya.”
“ Ngomong-ngomong, siapa Albert itu, kok dia tiba-tiba muncul dalam dunia”persilatan”.?

“ Sudah begitu lama, masya Magda nggak pernah cerita kepada abang?”
“Disebutkan saja nama Albert, lagsung histeris, kapan aku mendengar ceritanya.?
“ Menurut maminya, Albert anak sahabat papinya ketika tugas di Manado,. Dulu kedua orang tua mereka sangat akrab dan orangtua Albert sangat berjasa terhadap keluarga Magda, waktu itu Magda masih es-de.”

“ Jadi hanya gara-gara balas jasa, orangtua Magda nekat menjodohkan Magda dengan Albert. Nggak sadar mereka, Magda sekarang menjadi jasad berjalan, dia kini tanpa roh!” ucapku geram.

Mendekati rumah kos, Mawar mengangkat kepalaku dari pangkuannya,” Bang bangun kita sudah sampai.” Kembali bayang-bayang Magdalena menyambutku di tempat tidur yang hampir dua minggu kutinggalkan. Kamarku tertata rapih dan semerbak wangi masih tersisa.

Sebuah gambar — aku dan Magdalena— berbingkai terletak disudut tempat tidurku, disudut lain terletak gambar kami bertiga —aku diapit Magda dan Mawar, tampaknya beberapa cairan menetes dalam gambar membuatnya agak sedikit buram. Aku tak tahu darimana gambar kami bertiga Magda dapatkan, apakah dia juga mempunyai firasat buruk sebagaimana selama ini dimintoskan orang banyak, bergambar bertiga, satu diantaranya akan lebih dulu meninggal dunia atau terpisah jauh dari kedua temannya, entahlah.
Mawar mengambil gambar dari tanganku, dia juga menatap lama gambar itu.
“Aku tak ingat kapan kita berfoto bertiga,” ujarnya menatapku.

“ Buangkanlah itu Mawar. Pernah dengar mitos bahwa bergambar tiga orang tak baik.?"
“Aku nggak percaya, itu tahyul. Aku simpan foto ini untuk kenangan,” katanya sambil memasukkan kedompetnya.

Mawar seharian penuh menemaniku, dia tak sungkan lagi meski hanya kami berdua dalam kamar. Sebelum Mawar meninggalkanku malam itu, terlebih dahulu membersihkan hampir seluruh tubuhku. Meski seharian kami berdua, tak banyak lagi kata-kata yang terucap dari mulutku, tidak seperti biasanya mendayu-dayu- kecuali rencana kedepan setelah usai kuliah.

Mawar juga berjam-jam melahap buku serta bahan skripsi yang dibawa bersamanya. Usai makan malam, Mawar permisi mau meninggalkanku. Kali ini usil ku muncul lagi, “ kalau adikku mau pergi, entah kemana, selalu aku cium tanda selamat jalan,” ujarku.
“ Mau cium pakai bilang-bilang, sudah cium saja adiknya,”
“ Aku nggak bisa jalan, dekatlah,” ajakku
“ Nggak ah, Mawar besok lusa masih kembali lagi,” jawabnya
“ Urusan besok iya besok, sekarang jangan ditunda,” ujarku geli karena ditolak mentah.(BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009
Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 66)

Truly Madly Deeply By Savage Garden
Truly Madly Deeply I’ll be your dream/I’ll be your wish/I’ll be your fantasy./I’ll be your hope/ I’ll be your love/Be everything that you need./I love you more with every breath/Truly madly deeply do../I will be strong I will be faithful/‘Cos I’m counting on a new beginning./A reason for living./A deeper meaning.
==================
“ Papa masih menyesal terhadap mama.?"
“ Magda! Sudahlah, semuanya telah terjadi. Bagaimana khabar papi -mami.? “ Baik! papa.... masih marah dengan papi-mami?”
“ Nggak, bagaimana khabar Albert, calon suamimu. ?”
==================
Aku, ibu Ginting kaget tak kepalang mendengar teriaknya tiba-tiba,” papa, jangan sebut-sebut nama itu lagi,” teriakannya seraya menghempaskan dirinya dipangkuanku. Tangisnya menjadi-jadi mengundang rasa iba. "Papa! tolonglah, jangan lagi ikut menyiksaku, cukup papa-mami setiap hari menderaku. Kalau papa sudah boleh jalan, kita berangkat sekarang juga kekampung papa, atau bawalah mama. Bawalah kemana papa suka. Mama sudah nggak tahan lagi,” ratapnya. Magda menoleh kearah pak Ginting, “Bolehkah kami pulang sekarang pak.?”

“ Kakinya masih biru lembam dan lembek, dia belum bisa bergerak banyak, kurang lebih seminggu baru bisa jalan tapi harus pakai tongkat,” jawab pak Ginting. Tangis Magda semakin menjadi-jadi mendengar jawaban pak Ginting, “Pap masih lama lagi,” tangisnya tak kunjung usai, terus sesugukan merangkulku erat. Magda kelelahan, dia melepaskan rangkulannya tergeletak dipangkuanku, tak sengaja lututnya menyentuh kakiku yang barusaja dilabur penawar sakit.

Aku berteriak kesakitan, badanku gemetar, peluh bercucuran menahan sakit. Ibu Ginting mengangkat tubuh Magda dari pangkuanku, masih terisak, sementara pak Ginting kebingungan melihat dua anak manusia sama-sama berteriak dengan dua jenis penderitaan. Satu remuk tulang yang satu remuk hati, akhhh dunia.

Magda sadar kalau aku masih merasakan maha sakit akibat sentuhan lututnya tak sengaja, dia terus mengipas-ngipas badanku. Magda kelabakan, dia meratap ke pak Ginting, “Pak bagaimana si papa, wajahnya pucat sekali, tolonglah dia pak,” tangisnya sembari melap peluh di wajahku.

Pak Ginting melabur ulang tambar/obat sejenis cairan dicampur serbuk ke kaki bernasib malang. Magda terus menangis sambil menggoyang - goyang wajahku, “Papa bangun, maaf mama nggak sengaja.”
Sebenarnya aku tidak tertidur, hanya kepala terasa pusing dan berat sekali membuka kelopak mata karena kesakitan. Aku mendengar ibu Ginting membujuk Magda, “biarkan dulu dia istrahat sebentar.”
Magda duduk diatas dipanku. Aku merasakan Magda mengangkat kepalaku keatas pangkuannya, Magda terus terisak menahan tangis.

“ Maafkan, mama nggak sengaja,” ujarnya lirih sambil menciumi pipiku. Dalam hati, tak henti-hentinyalah kau ini menyiksaku, sudah ditabrak motor, sekarang ketabrak dengkulmu, yachh... nasib. Aku terbangun setelah beberapa saat istirahat dipangkuannya. “ Papa...masih sakit,?

Menghilangkan rasa bersalahnya aku berguyon, “ itu baru lutut, papa sudah rontok, bagaimana kalau kaki.? Pak tolong kaki Magda diikat.” Ibu dan pak Ginting ketawa. Magda menjewer kupingku. “Suka-sukamu mama, mumpung papa masih nggak bisa ngapapa-ngapain, Nanti papa sudah sehat, mama ku”vermak” habis.
***
Magda, melayaniku seharian. Dia menyuapiku makan, walaupun sebenarnya aku sudah bisa makan sendiri. Menuntunku kekamar mandi. Diruangan kecil itu dia puaskan rindunya. Dia “melahap”ku sepuasnya, sementara aku kurang konsen, wanti-wanti tangan atau kakinya menyentuh kakiku lagi tak sengaja.

Magda pulang sore menjelang malam. “ Baik-baik pap, tolong beritahu mama lewat Mawar kalau sudah mau pulang. Mama mau ikut jemput.”
Sebelum Magda meninggalkanku, ibu Ginting bertanya dalam bahasa daerahnya, “ Nak ini apapamu, yang kemarin itu siapa? maksud ibu itu Mawar. Dalam bahasa daerah yang Magda tak mengerti, kujawab, “ Yang ini calon isteri pertama, yang kemarin, calon isteri kedua,” ibu dan pak Ginting tertawa lucu.

Magda protes, “ papa nggak fair pasti ngomongin mama iya, ayo kasih tahu mama bicara apa sama ibu Ginting, “ protesnya dengan suara masih parau karena menangis. Papa ditanyakan, bagaimana hubunganku dengan mama dan Mawar itu siapa. Aku jawab,” mama calon isteriku, Mawar sepupu calon isteriku.” Ibu dan pak Ginting tak dapat menahan ketawanya mendengar jawabanku yang dipelesetin.

Didepan ibu dan pak Ginting, Magda membuka kalung yang kukenakan seharian, kemudian dia memasukkan liontin berinitial “MH” yang telah dibelinya beberapa waktu lalu.
“ Papa! Magda sampai kelupaan, padahal sudah lama dibeliin,”katanya sambil mengalungkan kembali ke leherku kalung berinitial” MH” bertengger dalam bingkai heart.(BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009
Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/