Tuesday, March 3, 2009

Dosenku "Pacarku" (58)

http://www.youtube.com/watch?v=BGWNF7yCwcg

===============
Abang sendiri dulu kali ini, tetapi janganlah dua minggu, seminggu saja iya bang, " bujuknya sambil memelukku dalam pembaringan.
==============

SUSAN menghantarkanku pulang kerumah setelah mampir ke ruangannya di kampus. " Telephon aku, pukul berapa abang berangkat, nanti aku antar ke terminal," ujarnya sebelum meninggalkanku dipintu rumah kos.

Ibu kost yang adalah bibiku, heran melihat tongkat menopang kaki sambil berjalan. Bibi mengelus kepala dan pipiku, " Kenapa kakinya ? Bapa kecelakaan,?" tanyanya.
" Bukan. Kakiku keseleo waktu main bola," jawabku berbohong.
" Siapa yang ngantar.?"
" Ibu Susan," jawabku singkat sambil memasuki kamar.
" Bah, bapa main bola dengan ibu Susan,..hahaha..!?" ucapnya diiringi tawa.

Oiya..iya ya...andaikan bukan bibiku sudah aku maki dia. Sok tahunya, aku nggak tahan. Baru aku menutup pintu kamar, bibi menemuiku. " Bapa, perempuan yang datang minggu lalu itu, membawa bungkusan , katanya oleh-oleh untuk eda ( panggilan sesamaperempuan=kakak /adikipar, pen) dikampung. Kok bapa mau pulang nggak beritahu bibi? Kapan mau pulang? tanyanya lantas memberikan bungkusan.

Aku terkesima membaca tulisan yang tertera diatas kertas bingkisan tertulis: " Untuk mama tua". Pengirim," Magdalena". Aku menghempaskan tubuhku diatas tempat tidur. Dalam pembaringan merenung ulang "kekejamanku" terhadap Magda.

Bingkisannya menimbulkan tanya yang tak dapat aku jawab. Gerangan apa yang mendorong hati Magda menitipkan bungkusan kepada ibuku? Persis seperti dia lakukan ketika aku masih terikat cinta dengannya. Dulu dia menitipkan bingkisan pada ibuku tanpa ada tulisan, polos. Magda hanya menitipkan melalui pesan "verbal". Kenapa kini, dia menyebutkan ibuku, mama tua?

Aku segera mengalihkan pikiranku dari sejumlah rekaan; diataranya, kemungkinan aku dan dia akan bersatu kembali. Sejak aku tiba, hingga sore aku tergeletak diatas tempat tidur. Aku tak bergairah keluar kamar, meski bibi berulangkali memanggilku untuk makan siang.

Kalau saja rumahku dekat dengan perhentian angkutan umum, ingin segera menemui Magdalena kerumahnya. Aku ingin mencium keningnya, tak peduli kalau dia akan menolak bahkan menampari ku sepuasnya. Hati semakin tersiksa mengenang jalinan kasih yang kami jalani kurang lebih lima tahun. Aku mengenang kebaikan hati inang uda - maminya Magda- dan Jonathan, adik satu-satunya yang sangat simpatik kepadaku. Aku sangat merindukan mereka. Aku belum pernah berkunjung kerumah Magda sepeninggal ayahnya, hal ini yang selalu membayang-banyangi rasa bersalah.

Pucuk dicita ulam tiba. Sepertinya, semilir udara siang menyampaikan relung renung hati kepada mantan kekasihku, Magdalena. Magdalena menemuiku sore hari. Dia datang sendirian tanpa Mawar sebagaimana sering dilakukan setelah"perceraian" aku dan dia. ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009


Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (57)

" My Girl "
I've got sunshine on a cloudy day. /When it's cold outside I've got the month of May. /I guess you'd say What can make me feel this way? /My girl (my girl, my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).

I've got so much honey the bees envy me. /I've got a sweeter song than the birds in the trees.
I guess you'd say /What can make me feel this way? /My girl (my girl, my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).

Hey hey hey /Hey hey hey /Ooooh.

I don't need no money, fortune, or fame. /I've got all the riches baby one man can claim. I guess you'd say /What can make me feel this way? /My girl (my girl, my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).


Aku menjerit kesakitan ketika pak Ginting mengurut kakiku, sementara Ibu terus mengajakku ngobrol untuk mengalihkan rasa sakit. Aku melihat wajah Susan meringis, tangannya melap peluh di wajahku.

Susan duduk diatas dipan setelah minta ijin dari pak Ginting. Dia mengangkat kepalaku ke atas kedua pahanya sambil mengusap kening dan wajahku. Susan memegang erat tanganku ketika aku berteriak menahan pijatan tangan pak Ginting. Sepertinya aku kehabisan nafas menahan rasa sakit; "ini yang terakhir," ucap pak Ginting mengakhiri pijatannya.

Pijatan terakhir ini menguras habis tenagaku. Aku terkulai lemah diatas pangkuan Susan; dia tidak merasa sungkan menciumiku dihadapan pak Ginting dan isterinya.

"Dia nggak apa-apa nak. Sakitnya hanya sebentar, biarkan dulu dia tidur sejenak, " ujar pak Ginting kepada Susan yang masih terus mengelus-elus kening dan pipiku.
" Zung, kita pulang, tidur dirumah iya bang," bisiknya ke telingaku.

Pak Ginting kembali kedapur, dia menyeduh jamu," Nak, minum ini untuk mengembalikan tenagamu," ujarnya. Sejam kemudian, pak Ginting mengijinkan aku pulang. Sebelum meninggalkan "klinik", Susan berbisik menanyakanku berapa yang harus dibayar sebagai balas jasa pak Ginting. Susan menyalamkan ketangan pak Ginting, duakali lipat dari jumlah yang aku sebutkan. Aku membujuk Susan, supaya aku diantar langsung pulang kerumah, tetapi dia menolak, " Nggak bang, malam ini abang tidur dirumahku. Besok pagi aku antar pulang sekalian aku ke kantor."
***
Semalaman Susan mendampingiku tidur, sebelum aku dan Susan tidur terlelap, aku mengutarakan rencana pulang ke kampung sebelum maju ke meja hijau. Susan menolak rencanaku dengan dalih, persiapan meja hijau, " kenapa nggak setelah wisuda saja pulang kampung.?"

" Aku sangat rindu kepada orangtua dan adik-adik."
" Kapan ? Rencana berapa lama dikampung.?"
" Besok lusa. Hanya dua minggu, " jawabku.
" Zung, itu terlalu lama. Abang harus benar-benar persiapkan diri, kaki abang belum pulih."

" Bilang saja, Susan nggak tahan menanggung rindu. Dua minggu serasa dua tahun..."
" Iya..., abang sudah tahu, kenapa masih tega pergi terlalu lama. Memang seminggu rindunya belum puas kepada orangtua.?"

" Kenapa nggak ikut saja Susan, seharian bisa "lengket" terus," ujar ku bergurau.
" Zung, aku mau, tetapi aku nggak bisa meninggalkan pekerjaan. Abang sendiri dulu kali ini, tetapi janganlah dua minggu, seminggu saja iya bang, " bujuknya sambil memelukku dalam pembaringan. ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (56)


"Every Little Thing You Do"
Hello, let me know if you hear me /Hello, if you want to be near /Let me know /And I'll never let you go Hey love /When you ask what I feel, I say love /When you ask how I know /I say trust /And if that's not enough
[ Chorus ]
It's every little thing you do /That makes me fall in love with you /There isn't a way that I can show you /Ever since I've come to know you It's every little thing you say /That makes me wanna feel this way /There's not a thing that I can point to /'Cause it's every little thing you do Don't ask why /Let's just feel what we feel /'Cause sometimes /It's the secret that keeps it alive /But if you need a reason why

Is it your smile or your /laugh or your heart? /Does it really matter why I love you? /Anywhere there's a crowd, you stand out Can't you see why they can't ignore you /If you wanna know /Why I can't let go /Let me explain to you That every little dream comes true /With every little thing you do
[ Chorus X2 ]
==============================
Kembali suara ibu Rukiah memanggil Susan dan memberitahu jika air
panasnya telah tersedia. " Bang sebentar aku persiapkan permandian
mu." ucapnya sambil meninggalkan ku.
=============================
Susan dan Rukiah memapahku ke kamar mandi. Aku menolak ketika Susan menanyakan bila aku perlu dibantu, meski sebenarnya aku membutuhkan bantuannya, " Zung, perlu dibantu?" tanya Susan setelah Rukiah meninggalkan kami.

Susan menggedor pintu kamar mandi setelah beberapa lama dia tidak mendengar percikan air dikamar mandi. Entah kenapa tangan kurang kuat mengangkat gayung membasahi tubuh. Aku terduduk di kursi yang di sediakan Susan, mengerang kesakitan. Dia menggedor ulang seraya menyuruhku membuka pintunya.

Buru-buru aku membasahi wajah menutup1 kelopak mata yang mengeluarkan cairan menahan sakit. Susan segera menahan tubuhku yang hampir terjatuh setelah pintu terbuka. " Aku tadi tanya kalau mau dibantu, abang menolak," ujarnya kesal.

" Susan, aku kedinginan," ujarku. Sebenarnya, menolak secara halus uluran tangannya memandikanku. Susan memapah ke kamar tidur setelah melap sebahagian tubuhku. Susan tidak keberatan ketika aku mengajak pulang dan mampir di"klinik" pak Ginting yang merawat beberapa bulan lalu ketika aku mengalami kecelakaan.

Tiba di rumah pak Ginting, Susan heran dan enggan turun dari mobil, " Bang, kita kerumah sakit saja," ajaknya. Aku jelaskan, bahwa pemilik rumah ini adalah " dokter spesial tulang" yang telah merawatku ketika mengalami dua kali kecelakaan.

Pak Ginting dan isterinya menyongsongku ke halaman rumah sambil membawa tongkat penyanggah. "Kenapa lagi kau nak?" tanya ibu Ginting dengan wajah prihatin.

Aku menyuruh Susan meninggalkanku setelah melihat rasa enggannya masuk ke rumah pak Ginting. " Susan pulang saja, aku nanti diantar pulang pak Ginting," ujarku pelan ketika pak Ginting mengemasi ramuannya di dapur.

" Pukul berapa abang aku jemput.?"
" Tidak usah dijemput, nanti aku ditemani oleh pak Ginting, mungkin aku sampai besok disini," ujarku kesal, suaraku agak meninggi.

" Tidak usah menginap nak, nanti malam juga sudah bisa pulang," sahut pak Ginting dari dapur. Susan merasakan rasa dongkolku, "abang kok marah,?" tanyanya pelan. Pak Ginting menyela percakapan kami, sebelum aku menjawab Susan.
" Yang ini yang ke berapa nakku," tanyanya ketawa dalam bahasa daerah, sambil membawa obat ramuannya.
"Tellu ( tiga pak, pen)" jawabku ketawa. Aku teringat pertanyaan yang sama diajukan pak Ginting, ketika Magdalena dan Mawar bergantian merawatku dirumahnya, dulu.

Ibu Ginting yang mendengar percakapan kami, menasehatiku ketika aku mengatakan, Susan adalah "serap". Dengan bahasa daerah, segera aku minta maaf kepada ibu atas kelancanganku meski itu hanya gurauan, sementara pak Ginting tersenyum seraya kedua tangannya mengurut kakiku. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/