Tuesday, March 10, 2009

Dosenku "Pacarku" (77)

http://www.youtube.com/watch?v=8rPD7Kr4qp4

=============
" Nih, titipan ibu Susan, bapak dapat rejeki dari kiri-kanan. Tetap hati-hati bapak, pilihan hanya satu," ujarnya mengingatkan.
=============
BEBANku semakin bertambah setelah membuka amplop titipan Susan berisi sejumlah uang. Pemberian seperti ini paling aku tak suka, juga ketika berteman dengan Magda dan dia tahu itu. Magda pernah kelimpungan kena damprat karena membayar makanan kami tanpa sepengetahuan ku. Hampir saja aku membuang titipan Susan ke tong sampah, aku benar-benar tersinggung; meski barangkali dia memberi dengan tulus hati. Aku serba salah, dikembalikan pasti dia tersinggung, ku simpan dia mungkin mengira aku menerima dengan ikhlas, dan harus pula mengucapkan terimakasih, huh....! Semalaman mata sukar terpejam memikirkan jalan terbaik untuk mengakhiri hubunganku dengan Susan, kini ditambah pula dengan pemberian sejumlah uang.
***
Aku merasa surprise melihat Magda datang sendirian mengenderai mobil untuk menghantarkanku ke teminal. Tampak wajahnya segar, pagi itu bibirnya dilapisi lipstick tipis, biasanya dia make-up bila kami berpergian ke pesta. Di dalam mobil aku memujinya. " Magda, pagi ini kamu segar dan manis sekali, aku senang melihat bibirmu...ehh maksudku lipstickmu," pujiku.

" Nggak dua-duanya bang," tanyanya menggoda.
" Halah....kamu beraninya di dalam mobil. Coba kamu ngomong dirumah, ku "habisi" kau," kataku gemas. Magda tak melayani ucapanku, dia mengalihkan pembicaraan kami dengan tertawa. Setelah tiba diterminal, dia mengusulkan supaya aku tidak usah pakai tongkat.

" Zung, nggak usah pakai tongkat, nanti mamatua( bu'le, pen) kaget melihat abang. Jalannya pelan-pelan saja. Biar aku bawa tonngkatnya kerumah."
" Iyalah....kalau Magda rindu, pandang saja tongkatku untuk pelepas rindumu."
" Rindu maho. Magda bakar nanti tongkat ini," ucapnya ketawa.
" Bagusss...setelah kau bakar pemiliknya kini giliran tongkatnya. "
" Oalahh..ito Zung, bicaranya selalu bermuara ke laut," balasnya sambil melirikku.

Setibanya di terminal, tak sedikitpun Magda merasa rikuh membantuku turun dari mobil, menenteng tas dan memegang lenganku. Magda masih setia menungguku hingga jadual keberangkatan bus. Dalam percakapan di ruang tunggu, tak ada lagi kata-kata bersentuhan dengan nuansa cinta. Aku dan Magda saling ngenyek soal tingkah laku masa-masa lalu. Kami menjadi perhatian dari calon penumpang lainnya karena keceriaan itu.

Magda mengecup pipiku ketika akan berpisah. Dia masih membantuku berjalan hingga kedalam bus.
" Zung, salam pada mamatua, bapa tua dan adik-adik. Juga untuk Sinta. Jangan "nakal" dikampung," ujarnya tersenyum.
***
Aku tiba di kampung setelah melewati perjalanan yang sangat melelahkan dan membosankan. Suasana ramai menyambutku termasuk Sinta dan calon suaminya, kebetulan mereka sedang berkeumpul dirumahku. Melihat aku berjalan agak pincang, Sinta, membantuku jalan. " Aku pikir abang nggak datang. Kalau tadi nggak datang akan ku pecat sebagai pariban. Apa khabar ibu Susan,?" tanya Sinta pelan.

" Sinta, jangan kau buat perkara, sekali lagi kau tanyakan itu, aku akan gigit bibirmu didepan calon suamimu, mau?" ancam ku
" Aku kan bertanya pelan bang," jawabnya sedikit menghindar, takut ancamanku benar-benar terjadi.

Aku mulai gelisah, Sinta pasti sudah cerita sama ibu, pikirku. Memang mulut paribanku ini kayak "ember" kalau menyangkut pacar. Cerita dari A hingga Z lengkap dengan titik komanya pasti sampai kepada ibuku, namborunya. Kini, aku tinggal menunggu waktu "pengadilan" kedua orang tuaku, runyam sudah. Semangatku jatuh pada titik dibawah nol, minus.

"Sinta, kau sudah cerita ke ibu.? Darimana kamu tahu hubunganku dengan Susan," tanya ku pelan..
" Aku cuma cerita sedikit. Aku juga tahu dari Maya. Om dia dan Susan sama-sama dosen di kampus abang."
" Ah...kalian bocor halus semua, kuping pakai antena bercabang seribu," keluhku. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (76)

http://www.youtube.com/watch?v=jxfdDrKO8uM

"Alone"
I hear the ticking of the clock/I'm lying here the room's pitch dark/I wonder where you are tonight /No answer on the telephone/And the night goes by so very slow/Oh I hope that it won't end though/Alone
[ Refrain: ]
Till now I always got by on my own/I never really cared until I met you/And now it chills me to the bone /How do I get you alone/How do I get you alone

You don't know how long I have wanted/to touch your lips and hold you tight,oh/You don't know how long I have waited and I was going to tell you tonight/But the secret is still my
own/and my love for you is still unknown/Alone
[ Refrain: ]
Till now I always got by on my own/ I never really cared until I met you/And now it chills me to the bone /How do I get you alone/How do I get you alone/How do I get you
alone/How do I get you alone /Alone, alone

=============
" Nantilah bang, kita makan sore dulu. Sejak beberapa bulan lalu aku belajar memasak dari mami. Abang rasakah dulu masakanku siang ini, tetapi abang bantuin aku." ujarnya.
=============
AKU bersikap biasa, tak ada lagi "gocekan bola." Magda telah memaku mati peringatan, don't tell me anymore about love. Magda menyuruhku mengiris bawang. Selama memasak, aku dan dia hanya berbicara seputar kampus. Kadang kala bernostalgia ketika di es-em-a. Tetapi sikap kehangatannya membuatku penasaran. Magda tak canggung mencium pipiku, juga marahnya sama seperti ketika kami masih pacaran.
"Zung, kok iris bawang saja nggak becus, tapi mau jadi bapak- bapak!" tegurnya tertawa sambil menjewer kupingku. Aku dan Magda makan bareng hasil racikannya. Kali pertama menikmati masakannya. Di meja makan sesekali mata beradu pandang. Aku merasakan dibalik sinar matanya masih tersimpan sejuta kenangan yang sukar disembunyikan.

Setelah makan sore, Magda pergi kerumah kost Ira, kebetulan tidak jauh dari rumahnya. Sepeninggalan dia, aku memikirkan bagaimana caranya, agar dia merubah keputusan tidak menikah untuk selamanya. Aku ingin, Mawar juga mempengaruhinya merubah keputusan pahit itu. Sementara Magda pergi kerumah Ira, aku menghubungi Mawar lewat telephon. Mawar meyambut percakapanku tidak sehangat biasanya, dingin. Ternyata Mawar tahu semua apa yang terjadi sejak tadi malam hingga pagi.

" Apalagi bang. Sudah puas? Lagi-lagi abang menyiksa Magda. Capek aku membujuknya agar mau menerimamu kembali, akhirnya semuanya sia- sia. Abang sok manusia jujur," ketusnya

" Aku nggak tahu, kalau Mawar berbaik hati membujuknya agar aku dan Magda bersatu kembali."
" Aku kasihan melihat abang kembali menjadi manusia " kerdil" menghadapi kenyataan dengan mabuk-mabukan."
" Boleh aku ketemu dengan Mawar sebelum aku pulang ke kampung besok lusa.?"
" Untuk apa lagi bang. Tadi malam dan pagi ini, Magda sudah menceritakan semuanya pembicaraanmu dengan Magda. Tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Kebetulan aku dan mami sedang siap-siap mau berangkat ke Siantar," jawabnya diujung telephon.

Sekembalinya Magda dari rumah Ira, aku mengakhiri pembicaraanku dengan Mawar. Magda membawa buku pinajaman Ira dan menyerahkan sebuah amplop tertutup, dia menyerahkannya dengan wajah dingin.

" Abang aku antar pulang sekarang?"
"Magda mengusirku?"
"Bukan bang, biar abang lebih enak dan bebas membaca surat Ira yang menurut abang teman biasa."
" Benar, dia teman biasa, nggak ada yang khusus. Mungkin Magda menduga aku bohong karena suratnya ini. Nih, Magda kau buka dan baca sendiri isinya."
Magda tertawa renyah mendengar ucapanku.
" Zung, setelah kau suruh aku menjemput bukumu dan juga surat Ira, kini abang suruh pula aku membuka dan membaca suratnya? Sejak kapan aku menjadi sekretarismu...hah..?" ujarnya sambill mencubit lenganku. Di rumah Ira pun aku harus menunggu dia menuliskan surat itu, imbuhnya.

" Sekretaris? Sejak lima tahun lalu." jawabku.
" Oalaa....abang...bolak balik berujung kesana lagi."
" Aku serius, aku tak punya hubungan khusus dengan Ira. Barangkali Ira mau latihan menulis," ujarku bergurau sambil membuka amplop.

Aku membaca dengan bersuara isi suratnya dihadapan Magda. " Bang, terimakasih atas bantuannya selama ini. Aku sudah nggak kerja lagi di diskotik karena sedang mempersiapkan skripsi kecil sarja muda."
Suratnya diakhiri dengan kalimat genit, dari: Ira yang hampir pernah jatuh hati kepada abang. Magda senyum cembrut mendengar suaraku semakin pelan dan tersendat membaca akhir tulisan Ira.

" Awalnya pengawal pribadi kemudian penjaja cinta, terakhir pejagal cinta iya bang.!?
" Magda! silahkan kau menyebutku apa, asal itu membuat dendammu terlampiaskan!" Segera Magda memeluk diakhir kalimatku. " Zung, maaf, aku hanya bergurau, kok abang sensitif sekali..huh..?!"
***
Magda mengantarku pulang, segera bibi menemuiku ke kamar sepeninggal Magda.
" Tadi siang ibu Susan datang nanyakan bapak. Aku bilang, menginap di rumah temannya."

" Bibi beritahu aku nginap dirumah Magda.?"
" Iya..nggaklah, macam mananya bapa, mengertinya aku itu. Bibi juga pernah anak muda, tapi om nya dulu nggak pernah nginap bergiliran," sintilnya sambil ngakak. Memang mestinya tadi malam bapak giliran tidur dirumahnya Susan ya? lanjutnya.

" Bibi..! memang aku piala bergilir," ucapku nyegir. Bibi menyambut ucapanku dengan ketawa lepas, seraya menyerahkan satu amplop dari Susan.
" Nih, titipan ibu Susan, bapak dapat rejeki dari kiri-kanan. Tetap hati-hati bapak, pilihan hanya satu., ujarnya mengingatkan.

Los Angeles. March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (75)

http://www.youtube.com/watch?v=OKorl7Ouht0

Highway run/Into the midnight sun/Wheels go `round and `round/You're on my mind/Restless hearts/Sleep alone tonight/Sendin' all my love/Along the wire

They say that the road/Ain't no place to start a family/Right down the line/It's been you and me
Lovin' a music man/Ain't all it's supposed to be/Oh girl, you stand by me/I'm foreveryours/Faithfully

Circus life/Under the big top world/We all need the clowns/To make us smile/Through space and time/Always another show/Wondering where I am/Lost without you

And being apart ain't easy/On this love affair/ Two strangers learn/To fall in love again/I get the joy Of rediscovering you/Oh girl, you stand by me/ I'm forever yours/ Faithfully
=====================
"Magda, tangisan dan air matamu menyiksa ku akibat kecerobohan ku
dulu.!"
" Zung, bujuk rayumu tak mampu lagi meruntuhkan dan mencairkan
kebekuan hati ku."
====================
" Baiklah Magda, jika cinta kita tidak dapat menyatu seperti dulu, tetapi keputusanmu tidak mau menikah dengan lelaki manapun adalah keputusan yang keliru. Seperti aku katakan tadi, keputusanmu itu akan menyiksaku seumur hidup."

" Zung, aku tak percaya kalau hal itu bisa terjadi dengan dirimu. Bukankah dalam waktu relatif singkat, abang telah bersenandung merdu dengan kekasih barumu ditengah badai yang menggulungku!?"

" Itu hanya senandung fatamorgana mengiring kebuntuan jiwa akibat kecerobohan putusanku terhadap dirimu.!" ucap ku
" Berbahagialah abang yang masih mampu besenandung, menghiraukan korban kecerobohanmu yang masih terkulai dengan airmata darah!" Suara Magda menghentak ditengah hati memelas mendengar jeritan hatinya. " Zung sudahlah...ah..kok kita malah larut masa- masa lalu yang menyakitkan. Hehhh..Zung bangun!" teriaknya mengelus wajahku.
***
" Zung, jangan terlalu lama dikampung. Kalau abang mau, nanti aku dan Mawar bersama abang mengulang sedikit mata kuliah serta pendalaman skripsi kita, terserah, disini atau dirumah Mawar," ujarnya.
Aku belum "siuman" mendengar jeritan hatinya yang tertumpah ruah menggenangi sukmaku. Kembali dia mengehentakku. " Zung....bangun hari sudah siang..!" guraunya.

" Belum, hari masih gelap gulita," balasku tak bergairah.
" Abang sedang bermimpi," balasnya seraya mengulang pertanyaannya, berapa lama aku akan dikampung.
"Belum jelas, mungkin selamanya, kalau aku "nyangkut" dengan bidadari disana," jawab ku seadanya.
" Bang, jangan ada lagi bidadari korbanmu di kampung," ujarnya tertawa.

" Memang aku pemangsa perempuan? Perempuan yang selalu memburuku." ujarku membalas sentilannya. Magda menyambut ucapanku dengan tawa, namun tak membalas dengan sepenggal kata, takut berkepanjangan dan membelit dirinya.

"Siapa yang mengantarkan abang ke terminal?" tanyanya.
" Belum tahu pasti, Ibu Susan mau mengantar tetapi aku sungkan."
" Lho, kok sama calon isteri merasa sungkan.?"
" Susan tahunya, aku pulang hari ini. Boleh Magda ngantar aku ke terminal?"
" Abang nggak takut ketahuan dengan kakak itu?"
" Siapa maksudmu?"
" Kalau abang jadi nikah dengan Susan, kan aku panggil kakak. Bagus mana, panggil kakak atau eda.?"
" Nggak lagilah, tadi sudah aku katakan, aku telah berubah pikiran."
" Oalah ...bang, tambah lagi korban siksaanmu."
***
Sebelum mengakhir pembicaraan pagi itu, aku minta tolong kepada Magda pergi kerumah Ira, yang seharusnya Sabtu ini aku menemani dia pulang dari diskotik. Magda heran mendengar nama Ira.

"Siapa Ira bang ? Ngapain aku kesana? Zung mau menunjukkan koleksi abang sama aku iya.?"
" Bukan! Ira hanya teman biasa, dia pramuria di discotik dekan lapangan Merdeka itu."
" Bah, hebat kali abang ini, membakar asmara dengan seorang dosen dan pramuria, sekaligus."
" Magda, aku hanya mau membantunya dari kebrutalan preman sekitar itu. Aku kasihan dengan dia. Bekerja keras tapi preman memerasnya setiap dia pulang. Ira seorang mahasiswi semester enam, jurusannya sama dengan kita, akuntansi."

" Hebat ! Abang jadi pahlawan. Lalu, aku ngapain kesana?"
" Hanya memberitahu, kalau aku Sabtu nanti nggak bisa menemaninya pulang. Sekaligus minta buku yang dia pinjam."
" Iya tuan paduka, aku akan melaksanakan perintahnya," ujarnya tertawa sambil menundukkan kepalanya.

" Antar aku dulu pulang atau atau menunggumu disini?"
" Nantilah bang, kita makan sore dulu. Sejak beberapa bulan lalu aku belajar memasak dari mami. Abang rasakah dulu masakanku siang ini, tetapi abang bantuin aku." ujarnya. (Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Taz Zung


http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/