Monday, March 16, 2009

Dosenku "Pacarku" (89)

http://www.youtube.com/watch?v=Nez7gsXBJtw&NR=1

"Almost Lover"
Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind Images You sang me Spanish lullabies/The sweetest sadness in your eyes Clever trick /Well, I never want to see you unhappy/ I thought you'd want the same for me
*)
Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not to think about you/Can't you just let me be? /So long, my luckless romance/My back is turned on you/Should've known you'd bring me heartache /Almost lovers always do

We walked along a crowded street/You took my hand and danced with me Images/And when you left, you kissed my lips/You told me you would never, never forget These images
No/Well, I'd never want to see you unhappy/I thought you'd want the same for me
[Chorus]
*)
I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot wake up in the morning
Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted/And I bet you are just fine Did I make it that/Easy to walk right in and out/Of my life?
*)
===============
" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu sambil mau liburan. Magda mau ikut?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya," ujarnya dengan suara lemah
===============
Mawar tidak jadi datang makan malam bersama kami. Setelah makan, mami Magda menasehati kami. Magda menitikkan air mata, dia memanggil lirih papinya dalam isak, disela nasihat mami. Maminya juga ikut menitikkan air mata. Aku bangkit dari kursiku dan memeluknya. " Magda, jangan menangis," bujukku sambil mengelus kepalanya. Magda balas memelukku sambil memanggil papinya. Aku juga tak kuasa menahan air mata. Aku teringat ketika jenazah papinya masih di rumah,kala itu, Magda berulang memanggil papinya dalam ratap. " Papi bangun, abang Tan Zung datang. Papi bangun," tangisnya ketika aku datang melayat ke rumahnya.

Magda mengakihiri tangisnya ketika maminya mengingatkan: " Sudahlah boru, mestinya kita bahagia atas keberhasilanmu. Mami sangat senang melihat Magda, Mawar dan itomu Tan Zung yang berhasil menyelesaikan kuliah."
***
Esok hari menjelang siang, aku berangkat menemui Susan ingin mengucapkan terimakasih sekaligus memberitahukan keberangkatanku ke Jakarta. Susan menyongsongku ke teras rumahnya dan berteriak. " Selamat datang doctorandus Tan Zung," sambutnya sambil memelukku. Kebetulan Zung, aku mau makan, mari duduk kita makan bersama," ajaknya.

Susan menggandeng tanganku ke meja makan. Saat makan, aku sampaikan niatku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan. " Aku mau cari kerja disana, " kataku.
" Lho, dulu abang bilang mau kerja di kantor papi almarhum?. Kebetulan mingggu depan suamiku mau kembali dari London. Nanti kita kekantor cabang isi lamaran, mereka butuh jurusan akuntansi. Zung, gajinya lumayan besar jangan sia-siakan,!" ujarnya.

Hatiku terasa terbang setelah memberitahukan suaminya pulang minggu depan. Aku tak harus lagi "meralat" ucapanku akan menikahinya. Aku juga sudah nggak tertarik dengan tawaran bekerja di kantor almarhum ayahnya meski gajinya termasuk paling besar dibandingkan dengan gaji pegawai negeri sipil atau be-u-em-en lainnya. Susan terus mendesak ku supaya minggu depan mengisi lamaran di kantor almarhum ayahnya yang juga tempat suaminya berkerja.

Menjelang akhir percakapan kami, Susan mengajakku ikut menjemput suaminya ke pelabuhan udara. Aku tak dapat mengelak permintaanya. "Aku minta tolong, minggu depan menemaniku menjemput Hendra, boleh?". tanyanya.

Aku menyanggupi permintaannya. Permintaan terakhir, pikirku. Aku beritahukan kalau aku sudah pindah ke tempatku semula. Selama makan siang, tak ada lagi kata-kata cinta terucap dari mulutku dan Susan. Kecuali menjelang ketika aku minta ijin pulang. Dengan perasaan berat Susan membiarkanku pulang sebelum senja. Berulangkali dia membujukku untuk menginap, " Untuk yang terakhir bang, sebelum suamiku pulang. "

Aku menolak permintaan untuk menginap, aku berdalih mau mengembalikan motor pinjamanku. Susan tampak kecewa berat. Susan mendekatiku, " Abang, berubah jauh dibandingkan sebelumnya. Kenapa?. Kamu punya pacar baru?"

" Nggak.! Aku janji motor akan ku kembalikan sebelum malam hari. Mungkin lain waktu, aku datang lagi."
" Nanti nginap sebelum suamiku pulang iya bang! Kita sama berangkat dari rumah ini, " pintanya.

" Iya, aku lihat dulu. Mungkin aku pulang sebelum berangkat ke Jakarta. Tapi yang pasti aku ikut menjemput suamimu."
" Aku jemput abang kerumah malam sebelum suamiku tiba, ?" tanyanya.
" Telefon dulu, mungkin aku belum tiba dari kampung."
Susan menghantarkanku hingga kehalaman rumahnya dengan perasaan kecewa.
" Perubahan abang terlalu cepat, kenapa ? Karena abang sudah tamat iya, ?" tanyanya.

Ah...tembakan "duabelas pas" pikirku. Meski harus berpisahaku aku tetap bersikap santun. Berpisah tidak harus saling menyakiti. Aku mengecup pipinya sebelum meninggalkannya. Susan memelukku. Aku masih merasakan getaran tubuhnya. Aku segera mengakhirinya sebelum aku diajak kembali kerumah. Susan melepaskan pelukannya dengan rasa kecewa. " Hati-hati di jalan bang.!"pesannya

Satu beban berat terlalui tanpa ada yang terluka. Karena demikan senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah Magda memberi "laporan". ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (88)

http://www.youtube.com/watch?v=znS3rVjXRrg&NR=1

===========
Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masalalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda taksegan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya aku "melenceng".
==================


DENGAN kedekatanku sebagai saudara mengharap, dia akan merubah keputusan tidak akan menikah selamanya. Aku telah tulus melepaskannya seandai Magda mempunyai pilihan lelaki lain. Aku juga tak segan mengutarakan masalah pribadiku tanpa ada maksud mempengaruhi agar hubungan kami kembali. Kini, hanya aku ingin menunggu waktu yang tepat membicarakan mengenai Maya. Kembali kami berbicara mengenai hubunganku dengan Susan.

" Zung, perkuliahan kita sudah selesai. Tak ada lagi yang perlu abang takut kan. Jangan abang gantung perasaan ibu Susan. Segeralah abang mengambil keputusan. Tetapi saranku, akhirilah hubunganmu dengan dia. Aku berani mengatakannya, karena ibu itu punya suami. Aapapun alasannya, abang tak pantas menggunting dalam lipatan," ujar Magda serius.

" Iya, rencanaku besok hendak kesana. Boleh aku pinjam motormu?"
" Nggak terlalu jauh naik motor kerumahnya?" tanyanya.
" Iya memang cukup jauh, tapi nggak apalah, biar ada alasanku pulang mengembalikan motor bila Susan menahanku menginap dirumahnya. Magda, entah kenapa aku paling sukar menolak permintaannya, itu kelemahanku yang selalu dimanfaatkan ibu Susan.

Memang selama ini kalaupun aku nginap, kami tak pernah berbuat melampaui batas. Aku dan Susan masih bisa menahan diri. Magda, mungkin aku pinjam motormu dua hari karena aku juga rencana mau pindah dari rumah kosku sekarang, menungu berangkat ke Jakarta akhir bulan ini.

" Abang pakai saja sesuai kebutuhanmu, nanti aku pakai mobil antar mami kepasar atau ketempat lain. Abang serius mau ke Jakarta,?" tanyanya pelan.
" Iya, aku serius," jawabku. Aku segera mengajak Magda pulang, aku melihat ada perubahan dalam wajahnya ketika ku katakan akan berangkat ke Jakarta akhir bulan. Memang aku pun merasakan beratnya meninggalkan kota Medan, kota kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Dikota ini aku mengenal indah dan pahitnya hidup bercinta.

" Ada yang aku bicarakan denganmu Magda tetapi kita bicarakan dirumah saja." Magda merasa heran setelah aku mengajak pulang dan ingin membicarakan hal yang serius sementara aku akan berangkat ke Jakarta. Aku menduga, pikirannya pasti mengenai hubungan kami.

Magda mengajakku bicara di rumah, ketika aku mengambil tempat duduk di teras. Dia mengajakku ke dapur. Magda menyediakan minuman teh hangat untuk kami berdua. " Ada hal yang serius bang? " tanyanya sambil menyeduh teh. Aku membantu dia mengangkat kedua gelas ke ruang tamu. Magda duduk berhadapan denganku.

"Magda, ketika aku pulang kampung, Sinta mendesak-desakku berteman dengan Maya. Awalnya aku nggak tertarik. Tetapi karena semua keluarga termasuk ompung kita "komporin" akhirnya aku mau. Maya itu temanku sekelas ketika di es-de hingga di es-em-pe. Orangnya baik dan cerdas seperti kamu."

" Lalu kenapa dengan Maya?"
" Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan Maya. Yang menjadi masalah adalah om dia. Ketika aku mengantar Maya pulang, om itu menunjukkan rasa tidak senang denganku. Dia adalah dosen di salah satu fakultas di kampus kita. Dia mengetahui hubunganku dengan Susan. Menurut Lisa kakak Maya, itu lah alasannya melarang Maya berteman denganku. Hampir sebulan ini aku tak pernah ketemu dengan dia, kecuali dengan kakaknya. Om nya selalu mengawasi langkah Maya."

" Nah....sekarang baru ketahuan. Aku dan Mawar sudah tertanya-tanya setelah pulang dari kampung abang seperti kehilangan semangat. Rupanya ini penyebabnya. Ya..ya..iah......itoku. Aku kan sudah bilang sebelum abang berangkat kekampung, jangan lagi "main api". Yang satu belum beres, masalah baru menggerogotimu."

" Itulah alasannya, aku mau berangkat akhir bulan ini. Tadinya rencanaku dua bulan yang akan datang."
" Zung, aku mau mendatangi Maya, apa pesanmu.?"
" Nggak usah lagi lah, aku capek. Aku hanya ingin memberitahu sebelum kamu tahu dari orang lain."

" Jadi abang mau "melarikan diri" ?
" Nggak.! Aku hanya menenangkan diri sambil mau cari kerja."
" Bang, kenapa harus di Jakarta. Abang kerja di Medan saja. Kalau abang berangkat, nggak ada lagi temanku berantam. Aku serius, minggu depan aku dan mami ke kantor gubernur, biar aku tanyakan bagian personalianya."

" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu sambil mau liburan. Magda mau ikut?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara lemah.( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (87)

Have You Ever Seen The Rain
Someone told me long ago/There's a calm before the storm, I know;
It's been comin' for some time./When it's over, so they say,/It'll rain a sunny day,/ I know;

*)Shinin' down like water./I want to know, have you ever seen the rain?/I want to know, have you ever seen the rain Comin' down on a sunny day? Yesterday, and days before,/Sun is cold and rain is hard, I know;

Been that way for all my time./'Til forever, on it goes/Through the circle, fast and slow, I know;
It can't stop, I wonder. I know;
*)
=================
" Abang tenang saja, nggak usah gugup menjawab pertanyaan mereka, apalagi mengahadapi bapak "S" itu, soknya bukan main. Pertanyaannya aneh-aneh, nggak ada hubungannya dengan mata kuliah dia. Ibu Susan mantap bang, pertanyaannya sangat enteng," terang Mawar.
================
MAGDALENA keluar ruangan lebih cepat dibandingkan dengan mahasiswa yang diuji sebelumnya. Magda berlari kecil menuju kearahku dan Mawar. Magda memelukku, juga mengeluarkan air mata kebahagiaan. Dia mengangkat wajahnya memandangku. " Bang, akhirnya perjuangan kita nggak sia-sia." ujarnya.

" Kita? Magda, kau lupa, nasibku masih diujung tanduk. Aku belum diuji," kataku datar. Magda terdiam mendengar ucapanku. " Abang pasti lulus, pasti!. Nggak usah gentar bang! Hadapi mereka dengan tenang. Ibu Susan mengajukan pertanyaan sangat ringan," ujarnya memberi semangat.
" Magda, tadi sebelum masuk ke ruangan sidang kamu janji mau.."
" Janji apa bang?.." potongnya. " Ah..abang ada-ada saja. Masak sih disini..?" ujarnya setelah dia menyadari niatku yang tergantung.
" Lha, masak hanya pegang tangan pun harus tersembunyi..?"
" Ya..iya lah..ayo bang..." ujarnya seraya menggemgam tanganku erat menjauh dari keramaian. " Sudah puas? Maunya apa lagi bang...?" tanyanya disambut tawa Mawar.

Sementara menunggu giliran, Magda dan Mawar terus memberiku semangat sebelum giliran tiba. Aku nggak sabaran menunggu giliran, mestinya giliranku sudah tiba. Magda mulai gelisah dia ke sekretariat menanyakan kapan giliranku. Karyawan yang ditanyakan tersenyum menjawab Magda." Gilirannya diganti dengan yang paling akhir, karena namanya berawal huruf " Z".
Ini pasti kerjaan Susan pikirku, setelah Magda memberitahukan alasan sekretariat mengundurkan giliranku yang paling akhir.

Magda dan Mawar mengantarkanku hingga kedepan pintu ruangan sidang. Magda menghentak punggungku," tenang bang."
Aku melihat Susan duduk diantara dosen penguji. Dia memandangiku hingga aku duduk dikursi "pesakitan". Susan mengawali pertanyaan, segeraku sambar. Susan mengangguk. Susan meberi kesempatan kepada dosen lainnya, semuanya aku lahap. Terakhir Susan mengakhiri dua pertanyaan, keduanya " aku kunyah habis".

Aku lulus sangat memuaskan. Aku segera bangkit dari tempat duduk dan menyalami Susan. "Terimakasih bu." ucapku. Juga menyalami semua dosen penguji lainnya. Aku meninggalkan ruangan seperti berjalan di udara karena kebahagian. Aku ingin terbang ke kampung memberitahu hasil ujianku. Tadinya kedua orang tuaku mau menghadirinya, tetapi karena nenekku sedang sakit, mereka tak tega meninggalkannya.

Magda dan Mawar menyambutku, Magda memelukku erat. "Abang lulus.....! Magda menempelkan pipinya ke pipiku agak lama. Kan tadi aku bilang akhirnya perjuangan kita tidak sia-sia," ujarnya sambil menyeka air mata. Mawar mengajak aku dan Magda kerumahnya.

Magda menyerahkan kunci motornya. " Zung yang bawa," ujarnya. Diparkiran aku (lagi) "mencobai"nya. " " Magda, perjuangan kita setengah mati selama kuliah, kemudian aku dan kamu berhasil. Mengapa kita tidak saling memberi "oleh-oleh" sebagai tanda kenangan abadi!?"

" Zung! Tadi kan sudah. Apalagi maunya!?" tanyanya serius. " Nantilah, entah kapan-kapan," lanjutnya seraya mengajakku segera pergi.
" Magda, aku tak mau menunda hingga kapan pun. Aku mau sekarang, jika Magda berkenan."
" Zung! Apa lagi..? Ah..abang banyak maunya. Nggak!"
" Ya. Sudah aku naik angkutan umum saja,"ujarku seraya menyerahkan kunci motornya.
" Lho. Abang serius?" Ya...iya..sinian bang.."
***
Sebelum kerumah Mawar, kami mampir dulu kerumah Magda. Mami Magda menyambut kami dengan rasa sukacita. Satu persatu kami diciumi, air mata kebahagiaan mengiringinya.

Mami mengingatkan Magda, Aku dan Mawar makan malam bersama. Segera kami berangkat menuju rumah Mawar. Suasana dirumah Mawar sangat riuh, seluruh keluarga dan ponakan berkumpul. Mawar memperkenalkanku kepada kakak ipar dan seluruh keluarga. " Oohh..yang ini namanya Tan Zung. Apa khabarmu Zung. Namamu sering kakak dengar tapi nggak pernah ketemu," ujar kakak Mawar yang paling tua.
***
Aku berbisik ke Magda. "Kita pulang saja, lebih baik kita dirumahmu. Suasananya terlalu ramai, aku pusing," keluhku.
"Zung, kau cari perkara. Nanti Mawar marah. Sabar dikitlah bang. Iya nanti kita kerumah, tapi tunggu dulu sebentar," bujuknya.
" Magda, kepala pusing. Aku mau istrahat. Aku kurang tidur tadi malam."

Magda memanggil Mawar dari dapur. Mawar tak keberatan aku pulang duluan setelah melihat pisikku agak lemah. Sebelum kerumahnya, aku singgah di kedai kopi aseng ingin beli makanan pengganjal perut. Aku baru sadar kalau sejak pagi aku hanya minum teh.
" Ngapain kita kesini bang? Jangan, aku nggak mau, " ujarnya. Dia tetap dalam boncengan.
" Magda, aku lapar. Sejak pagi aku nggak makan, nggak selera, " bujukku.
" Kita makan pangsit di Selat Panjang saja. Aku juga lapar ," balasnya.
" Zung, kali ini aku yang traktir, jangan pakai tersinggung segala. Abang nanti kutinggal," ujarnya ketawa.

Aku dan Magda agak lama di restaurant, kebetulan pengunjungnya agak sepi. Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak segan-segan lagi menegurku bahkan membentak kalau dianggapnya aku "melenceng". ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/