Tuesday, March 10, 2009

Dosenku "Pacarku" (76)

http://www.youtube.com/watch?v=jxfdDrKO8uM

"Alone"
I hear the ticking of the clock/I'm lying here the room's pitch dark/I wonder where you are tonight /No answer on the telephone/And the night goes by so very slow/Oh I hope that it won't end though/Alone
[ Refrain: ]
Till now I always got by on my own/I never really cared until I met you/And now it chills me to the bone /How do I get you alone/How do I get you alone

You don't know how long I have wanted/to touch your lips and hold you tight,oh/You don't know how long I have waited and I was going to tell you tonight/But the secret is still my
own/and my love for you is still unknown/Alone
[ Refrain: ]
Till now I always got by on my own/ I never really cared until I met you/And now it chills me to the bone /How do I get you alone/How do I get you alone/How do I get you
alone/How do I get you alone /Alone, alone

=============
" Nantilah bang, kita makan sore dulu. Sejak beberapa bulan lalu aku belajar memasak dari mami. Abang rasakah dulu masakanku siang ini, tetapi abang bantuin aku." ujarnya.
=============
AKU bersikap biasa, tak ada lagi "gocekan bola." Magda telah memaku mati peringatan, don't tell me anymore about love. Magda menyuruhku mengiris bawang. Selama memasak, aku dan dia hanya berbicara seputar kampus. Kadang kala bernostalgia ketika di es-em-a. Tetapi sikap kehangatannya membuatku penasaran. Magda tak canggung mencium pipiku, juga marahnya sama seperti ketika kami masih pacaran.
"Zung, kok iris bawang saja nggak becus, tapi mau jadi bapak- bapak!" tegurnya tertawa sambil menjewer kupingku. Aku dan Magda makan bareng hasil racikannya. Kali pertama menikmati masakannya. Di meja makan sesekali mata beradu pandang. Aku merasakan dibalik sinar matanya masih tersimpan sejuta kenangan yang sukar disembunyikan.

Setelah makan sore, Magda pergi kerumah kost Ira, kebetulan tidak jauh dari rumahnya. Sepeninggalan dia, aku memikirkan bagaimana caranya, agar dia merubah keputusan tidak menikah untuk selamanya. Aku ingin, Mawar juga mempengaruhinya merubah keputusan pahit itu. Sementara Magda pergi kerumah Ira, aku menghubungi Mawar lewat telephon. Mawar meyambut percakapanku tidak sehangat biasanya, dingin. Ternyata Mawar tahu semua apa yang terjadi sejak tadi malam hingga pagi.

" Apalagi bang. Sudah puas? Lagi-lagi abang menyiksa Magda. Capek aku membujuknya agar mau menerimamu kembali, akhirnya semuanya sia- sia. Abang sok manusia jujur," ketusnya

" Aku nggak tahu, kalau Mawar berbaik hati membujuknya agar aku dan Magda bersatu kembali."
" Aku kasihan melihat abang kembali menjadi manusia " kerdil" menghadapi kenyataan dengan mabuk-mabukan."
" Boleh aku ketemu dengan Mawar sebelum aku pulang ke kampung besok lusa.?"
" Untuk apa lagi bang. Tadi malam dan pagi ini, Magda sudah menceritakan semuanya pembicaraanmu dengan Magda. Tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Kebetulan aku dan mami sedang siap-siap mau berangkat ke Siantar," jawabnya diujung telephon.

Sekembalinya Magda dari rumah Ira, aku mengakhiri pembicaraanku dengan Mawar. Magda membawa buku pinajaman Ira dan menyerahkan sebuah amplop tertutup, dia menyerahkannya dengan wajah dingin.

" Abang aku antar pulang sekarang?"
"Magda mengusirku?"
"Bukan bang, biar abang lebih enak dan bebas membaca surat Ira yang menurut abang teman biasa."
" Benar, dia teman biasa, nggak ada yang khusus. Mungkin Magda menduga aku bohong karena suratnya ini. Nih, Magda kau buka dan baca sendiri isinya."
Magda tertawa renyah mendengar ucapanku.
" Zung, setelah kau suruh aku menjemput bukumu dan juga surat Ira, kini abang suruh pula aku membuka dan membaca suratnya? Sejak kapan aku menjadi sekretarismu...hah..?" ujarnya sambill mencubit lenganku. Di rumah Ira pun aku harus menunggu dia menuliskan surat itu, imbuhnya.

" Sekretaris? Sejak lima tahun lalu." jawabku.
" Oalaa....abang...bolak balik berujung kesana lagi."
" Aku serius, aku tak punya hubungan khusus dengan Ira. Barangkali Ira mau latihan menulis," ujarku bergurau sambil membuka amplop.

Aku membaca dengan bersuara isi suratnya dihadapan Magda. " Bang, terimakasih atas bantuannya selama ini. Aku sudah nggak kerja lagi di diskotik karena sedang mempersiapkan skripsi kecil sarja muda."
Suratnya diakhiri dengan kalimat genit, dari: Ira yang hampir pernah jatuh hati kepada abang. Magda senyum cembrut mendengar suaraku semakin pelan dan tersendat membaca akhir tulisan Ira.

" Awalnya pengawal pribadi kemudian penjaja cinta, terakhir pejagal cinta iya bang.!?
" Magda! silahkan kau menyebutku apa, asal itu membuat dendammu terlampiaskan!" Segera Magda memeluk diakhir kalimatku. " Zung, maaf, aku hanya bergurau, kok abang sensitif sekali..huh..?!"
***
Magda mengantarku pulang, segera bibi menemuiku ke kamar sepeninggal Magda.
" Tadi siang ibu Susan datang nanyakan bapak. Aku bilang, menginap di rumah temannya."

" Bibi beritahu aku nginap dirumah Magda.?"
" Iya..nggaklah, macam mananya bapa, mengertinya aku itu. Bibi juga pernah anak muda, tapi om nya dulu nggak pernah nginap bergiliran," sintilnya sambil ngakak. Memang mestinya tadi malam bapak giliran tidur dirumahnya Susan ya? lanjutnya.

" Bibi..! memang aku piala bergilir," ucapku nyegir. Bibi menyambut ucapanku dengan ketawa lepas, seraya menyerahkan satu amplop dari Susan.
" Nih, titipan ibu Susan, bapak dapat rejeki dari kiri-kanan. Tetap hati-hati bapak, pilihan hanya satu., ujarnya mengingatkan.

Los Angeles. March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment