Thursday, February 26, 2009

Dosenku "Pacarku" (50)


"I finally found someone"
I finally found someone /finally found someone/That knocks me off my feet I finally found the one /That makes me feel complete/It started over coffee/We strated out as friends It's funny how from simple things /The best things begin

This time is different/And it's all because of you /It's better than it's ever been /'Cause we can talk it though /My favouite line was /"Can I call you sometime" /It's all you had to
say /To take my breath away

This is it, oh I finally found someone /Someone to share my life /I finally found the one /To be with every night 'Cause whatever I do /It's just got to be you /My life has just begun /I finally found someone/ Did I keep you waiting? I didn't mind /I apologise, baby that's fine /I would wait forever just to know you were mine

http://www.youtube.com/watch?v=quODMt__8Hc

================
Aku merasakan sepasang bibir menyentuh keningku, "Zung..bangun sudah pukul sembilan. Tadi pagi abang mengingau, abang mimpi apa,? tanyanya.
==================
" Oh..iya..aku bermimpi, tapi aku tak mengerti maknanya." ujarku, masih meringkuk dalam sofa.
" Zung, serius nih!? Ayo bang ceritakan..." desaknya, Susan duduk disiku.

Aku, bersamamu mengarungi samudera luas, aku dan Susan berenang mengikuti riak dan gelombang, hingga akhirnya kita kelelahan. Gelombang besar menggulung danmenghempaskanku dan Susan ketepi pantai penuh batu-batuan.

Diantara sisa-sisa tenagaku yang hampir tiada, satu Sosok yang tak pernah aku kenal, mendekatiku serta mengulurkan tangannya kearahku.

Aku sambut tangannya yang kokoh bening bagai batu pualam. Aku meraih tanganmu yang dingin hampir membeku, tetapi aku tak berdaya. Sosok itu menjangkau tubuhmu dan mengangkatnya berdampingan dengan tubuhku dalam pangkuannya.

Sosok melangkah menjauhi pantai berbatuan tempat kita terdampar. Dia menaruh tubuhku dan tubuhmu diatas pasir putih kemilauan diterpa sinar mentari dari ufuk barat. Aku meraih pergelangan kakinya, ketika Sosok beranjak meninggalkan kita.

Aku mengiba dengan suaraku hampir tak terdengar karena kerongkonganku kering kerontang; " jangan tinggalkan aku dan sahabatku terbaring diatas pepasiran, sebentar bila badai tiba, aku dan dia akan terhempas ketengan samudera luas nan ganas. Bawalah aku dan sahabatku dari hamparan pasir kering dan menyengat ini," ibaku.

Bibir sang Sosok merekah dan sinar kedua matanya bagai cahaya metari diufuk timur, mengangkat tubuhku dan tubuhmu dalam pangkuannya. Dengan kakinya yang kokoh melangkah pasti menyelusuri pinggiran pantai...."

" Terus...kita dibawa kemana?"desaknya.
" Mimpiku terputus karena Susan buru-buru membangunkanku. Andaikan saja, kamu membiarkan aku meneruskan tidurku barang sepuluh menit lagi, pastilah aku tahu kemana kita akan dibawa."

" Oalah...mimpi abang kok tangung-tanggung." ujarnya sedikit kecewa. Susan bangkit dari sisiku sambil menarik selimutku, " ayo bang bangun."
" Susan, tadi malam aku nggak pakai selimut. Siapa yang menyelimutiku ? "
" Aku bang.!"jawabnya.
" Kok tega, Susan membiarkan aku tidur sendirian di sofa.?"

" Zung..sudah, nggak usah banyak cakaplah. Entah siapa pula memindahkan aku kekamar dan meninggalkanku sendirian...nih abang mandi." ujarnya sambil melemparkan handuk kewajahku.

Aku dan Susan ketawa bersamaan menyambut kesejukan pagi, sesejuk hati dua insan yang sedang menyemai bibit asmara. Aku menggoda Susan, mengajak mandi bersama--padahal aku lihat dia sudah mandi dan berdandan rapi: "Susan, ayo temani aku mandi." ajakku.

Susan tidak menanggapiku, hanya senyum sambil setengah berteriak, "Zung...cepatlah aku sudah lapar." ( Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (49)



http://www.youtube.com/watch?v=-HhsPAk68PA

ALL MY LIFE
Am I really here in your arms /Its just like I dreamed it would be /I feel like we're frozen in time And you're the only one I can see

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you /All my Life And I never really knew how to love /I just hoped somehow I'd see /Asked for a little help from above /Send that angel down to me

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you /All my Life I never thought that I could feel a love so tender /I never thought
I /could let those feelings show /But now my heart is on my sleeve /and this love will never leave /I know /I know

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you All my Life /All my Life

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you / All my Life


" Susan, tadi aku sudah sepakat, tidak akan menceritakan kisah keluarga mu kepada siapapun. Tetapi aku terinspirasi mau menuliskan cerita mirip dengan kisahmu ini dikoran tempatku "nyambi" ? Selama ini ini pemimpin redaksi selalu mengenyekku reporter "nekat".

Sebab, setiap laporan yang aku kirim, selalu bebenturan dengan pejabat pemerintah, iya.. mengenai penyelewengan dan penipuan uang rakyat di kabupaten tempat aku dilahirkan. Sehingga, orangtuaku pun terancam di kampung.

Aku ingin menulis cerita ini, karena sangat menarik, sekaligus menunjukkan kepada redaktur, bahwa akupun mampu menulis cerita yang mengharubirukan. Aku, sebenarnya bisa menuliskan cerita asmaraku dengan Magda, tetapi ceritanya terlalu umum, beda dengan kisahmu. Bagaimana Susan setuju.?"

" Terserah abang, kalau itu untuk kebaikan profesimu. Tetapi tolong bang, jangan menyebut namaku dan suamiku. Juga, jangan terlalu persis sama alur ceritanya."

"Terimakasih Susan, sebenarnya, profesi ku bukan wartawan. Selama ini aku mau menulis dikoran hanya jika rakyat kecil "disiksa dan diperas" pejabat negara ini. Hanya lewat medialah aku bisa "berteriak". Tak sedikitpun aku berniat jadi wartawan, aku ingin menjadi akuntan publik, sesuai dengan jurusanku."

" Zung, aku sudah capek, aku mau tidur. Atau kita tidur disini saja.?" tanyanya.

Aku setuju usulannya. Aku dan Susan berbaring berhimpitan di sofa"bersejarah" itu. Susan benar-benar kelelahan, dia tertidur pulas disampingku, sementara pikiranku kembali mengurut ceritanya sejak awal hingga akhir. Karena perasaan iba, sesekali aku menempelkan pipiku ke pipinya yang sedang terbaring pulas.

Sebelum aku tertidur, aku memangku Susan kekamarnya, meninggalkan dia tidur sendirian. Aku membujuk mataku agar rela terlelap, tetapi tak kunjung redup. Tak mau diajak kompromi dengan syaraf otakku yang terus terganggu dengan tragedi Susan.

Akhirnya setelah menjelang subuh, keletihan seharian melumpuhkan kebengalan syarafku, aku lelap. Aku merasakan sepasang bibir menyentuh keningku, "Zung..bangun sudah pukul sembilan. Tadi pagi abang mengingau, abang mimpi apa,? tanyanya.

" Oh..iya..aku bermimpi, tapi aku tak mengerti maknanya." ujarku, masih meringkuk dalam sofa.
" Zung, serius nih!? Ayo bang ceritakan..." desaknya, Susan duduk disiku. (Bersambung)

Los Angeles. Feberuary 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (48)


" Zung, suamiku bercerita, dia mendapat kecelakaan ketika mengikuti pertandingan sekaligus mengikuti ujian kenaikan tingkat DAN III di Tokyo. Menurut dia, sejak awal lawan mainnya selalu bermain curang, dan menjelang akhir lawannya menghajar alat kelaminnya.

Segala cara telah diupayakan hingga operasi di Tokyo, tetapi tak berhasil. Lawan mainnya dipecat dari perguruan dan mencabut seluruh atribut serta tidak diperkenankan main seumur hidup. Sejak saat itulah dia "kelakiannya" lumpuh total, dan akhirnya isteri yang dia nikahi selama lima tahun meninggalkannya.

Aku kaget mendengar lanjutan cerita Susan, ketika dia mengatakan, suaminya mengenalku. " Bagaimana suamimu mengenalku.?" tanyaku. Sebelum menjawab pertanyaan, Susan meninggalkanku sendirian, " sebentar bang." ujarnya sambil meninggalkanku.

Susan keluar dari kamarnya, membawa lembaran koran. Dari kejauhan aku sudah tahu, dari logo dan warnanya kalau koran itu tempatku"nyambi" sebagai reporter .

Aku masih ingat, kalau fotoku terpampang dikoran sedang merintih usai dihajar lawan mainku ketika mengikuti pertandingan antar cabang beberapa bulan lalu. Susan menujukkan gambar pada halaman lainnya, terlihat Magda menangis sementara adiknya Jonathan iba melihat aku tergeletak.

" Suamiku, pada saat itu geram mau menghajar lawan mainmu yang curang. Sempai/suhu mu itu adalah teman suamiku ketika masih aktif, dan dialah temannya ke Tokyo ketika dia mengalami cidera.

Itu sebabnya aku tak pernah menanyakan abang, sewaktu-watu berjalan pincang, karena ku melihat sendiri abang dicurangi, tutur Susan.
" Kenapa Susan nggak pernah cerita sebelumnya.?"
" Apa artinya bang. Aku tidak mau cerita apapun sebagai rujukan untuk berhubungan dengan abang." ujarnya.

"Itukah sebabnya, suamimu tak berkata apa, ketika kita berdansa di discotik sebelum dia berangkat ke London.?"
" Iya...bang. Sebelumnya sudah beberapa kali suamiku memperhatikan dan mau menyapamu. Tetapi aku selalu melarang, aku tahu, abang pasti merasa malu jika melihatku disana."

" Kenapa dia begitu percaya, ketika Susan bersamaku hampir sepanjang malam hingga usai di discotik pada malam itu.?"
" Suamiku tahu dari sempaimu, kalau abang sedang marahan dengan Magda.

Suamiku tahu, abang sedang melampiaskan rasa kesal lewat minuman. Dia merasa iba melihat abang hampir setiap malam minggu di tempat itu. Aku juga kasihan melihatmu, maka aku masih memberi nilaimu agak lebih baik dari sesungguhnya. Itu juga sebabnya, kenapa aku dan suamiku mau menghantarkan pulang kerumahmu malam itu. Tetapi kau memilih pergi dengan Ira."

" Apakah suamimu masih mempercayai ku, ketika dia tahu, aku dirumahmu hingga larut malam? Sampai dimana tingkat kepercayaannya terhadapku.? Apakah dia tidak curiga kalau aku ikut "bermain " dalam alur cerita kehidupan rumah tanggamu?"

"Tidak bang,hingga percakapanku tadi, dia tidak berkata apa-apa. Aku memberitahukan kalau abang menginap beberapa malam dirumah. Hanya aku diminta jangan terlalu banyak minum. Abang saja yang langsung uring- uringan, ketika aku menolak minum dengan abang."

" Jangan-jangan, suamimu berpikir kalau aku juga mengalami nasib yang sama seperti dia, " tak mampu mendayung perahu", ujarku sekedar mengendurkan ketegangan syaraf.

Susan mencubit lenganku keras sekali seraya menatap mataku tajam. Aku segera beranjak dari sofa, berlagak mau mengambil minuman."Sebentar Susan aku mau menambah minumanku"

Susan menahanku, " bang, botolnya disini, baru minum sedikit kok sudah linglung? Zung...cukup..? Abang sudah puas mendengar tragedi kehidupanku,?" ucapnya sembari memelukku.

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku semakin "ngeri" mendengar tuturan kisahnya, ternyata Susan masih gadis uuckhh. Rasanya aku segera pulang, sebelum aku melanggar pesan ibuku; " Cinta kasih tidak harus dilabur dengan nafsu berahi."(Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (47)


"Help Me Make it Through the Night"
Take the ribbon from your hair/Shake it loose, let it fall/Lay it soft against my skin/Like the shadow on the wall /Come and lay down by my side/Till the early morning light/All Im taking is your time/Help me make it through the night /I dont care whats right or wrong/I wont try to understand/Let the devil take tomorrow/cause tonight I need a friend

Yesterday is dead and gone/And tomorrows out of sight/And its sad to be alone/Help me make it through the night /I dont care whats right or wrong/I wont try to understand/Let the devil take tomorrow/cause tonight I need a friend

Yesterday is dead and gone/And tomorrows out of sight/And its sad to be alone/Help me make it through the night /I dont want to be alone/Help me make it through the night
===================
" Sudah punya isterikah dia.?"
" Iya, tetapi isterinya meninggalkannya, karena om Hendra mengalami kecelakaan di Tokyo." " Sekarang dimana om Hendra itu, jadi dia menikahi ibumu.?"
" Nggak Zung, !" ujarnya dengan tatapan hampa.
=========================
SUSAN terdiam mendengar pertanyaanku, kemudian perlahan dia berujar, " bang dia sekarang di London, dialah suamiku.!"
" Astagafirulah... jadi dia yang namanya Hendra ketika kita bertemu di bar beberapa waktu lalu.?"

" Ya..dialah suamiku. Zung, tadinya aku berfikir kalau Hendra akan menikahi ibuku. Ketika aku kuliah di California, ternyata uang simpanan ayah tidak cukup menopang uang kuliah dan kehidupan sehari- hari. Padahal sebelum aku berangkat kembali ke California, aku telah setuju kalau rumah peniggalan ayah dijual. Tetapi, om Hendra menghalangi ibu menjual rumah.

Dia berjanji mau membantu seluruh biaya selama aku kuliah di California. Aku juga baru tahu setelah aku mendesak ibu, kenapa om Hendra begitu baik dan penuh perhatiaan terhadap aku dan ibu, sementara keluarga dekat ayahku tak pernah memperhatikan kami!?"

"Jadi, Susan menikah karena balas jasa.?"
" Kurang lebih demikian, bang.?"
" Kini, kenapa Susan masih mau menjalin hubungan dengan orang yang bukan suamimu? Bukankah Susan telah memiliki semuanya?"
" Tidak bang. Aku belum memiliki semuanya. Aku memang memiliki materi lebih dari cukup, tetapi bukan dengan bathinku?"

" Maksud mu.?"
" Aku menderita batin. Suamiku tidak pernah memberiku nafkah batin. Dia tidak "mampu" bang!" keluh Susan. Suaranya melemah diiringi linangan air mata. Kembali Susan mendekapkan wajahnya keatas dadaku, sesunggukan.
" Sejak kapan suamimu tidak pernah memberi nafkah batinmu, Susan.?
" Sejak aku menikah dengannya!"
" Jadi Susan..?"
Segera Susan memotong pertanyaanku, " Iya Zung....aku masih gadis!" akunya.

" Susan, kamu menikah tanpa pernah kawin? Ibumu tahu nggak masalahmu ini.?"
" Entahlah, tetapi aku tak pernah bercerita kepada ibu. Aku tak mau membebani pikirannya. Zung, belakangan ini suamiku ingin membawaku pulang kerumah ibu dengan pembagian harta lebih dari cukup, tetapi aku tak mau, nggak tega. Kelak ada waktu yang tepat."

" Aku nggak habis pikir, maaf, kalau aku terlalu jauh. Sebelum menikah, apakah om tak pernah memberitahu "kelemahan"nya.
Susan menggelengkan kepalanya dan memohon, " bang, sudah cukup..aku semakin tersiksa."

" Baik Susan, aku tidak akan menyinggung masalah pribadimu lagi, cukup. Tapi kalau boleh tahu, tadi Susan mengatakan bahwa suamimu pernah kecelakaan di Tokyo. Kecelakaan apa?"

" Zung, pada malam pertama pernikahan kami, dia menangis dan minta maaf setelah melihatku sangat terpukul. Dia menceritakan perihal kecelakaanya di Tokyo. Zung..., malam itu, aku sangat marah dan menyesali hidupku. Aku tak terpikir kalau malam pertama bagiku, hanya disuguhin "dongeng horor" pengantar tidurku....uhch. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (46)



"All Out Of Love"
I'm lying alone with my hand on the phone/Thinking of you till it hurts/I know you're hurt too/But what else can we do? Tortmentedr and torn apart/I wish I could carry/Your smile in my heart/For times when my life seems so low /It would make me believe/What tomorrow could bring/And today doesn't /really know,/Doesn't really know...

*) I'm all out of love/I'm so lost without you/I know you were right/We're leaving for so long/I'm all out of love/What am I without you/I can't be too late/To say that I was so wrong...

I want you to come back and carry me home/Away from these long, lonely nights /I'm reaching for you/Are you feelin' it too/Does a feeling seem oh so right /But what would you say/If I call on you now/To say that I can't hold on /There's no easy way/Think it's harder each day/Please love me or I'll be gone..
*)
Oooh - what are you thinking of/What are you thinking of/What are you thinking of/What are you thinking of.....
*)
Out of love baby/Out of love/So wrong baby/Oh so wrong baby/So out of love/I'm all out of love /Out of love baby/Out of love darling/All out of love....
====================
Aku dan ibu letih menangisi bengisnya peradaban, kami terlelap dalamtidur, hingga ayah membangunkanku sepulang dari pekerjaannya. Ayahheran melihat aku ada dikamarnya.
===================
AYAH menciumku, kemudian menggendong pindah kekamarku. Sejak aku duduk di es-em-a, aku tidak pernah lagi tidur bersama ayah dan ibu. Aku merasakan dekapan ayah ketika memangkuku.

Aku tak dapat menahan tangisku ketika melihat wajahnya, aku peluk ayah sangat erat sembari berucap, " ayah jangan tinggalkan Susan dan ibu...ayah..tetaplah bersama kami." tangisku tak berhenti sambil menciumi ayah.

Ayahku heran mendengar bujukanku dalam tangis. " Tidak sayang, ayah tidak meninggalkanmu dan ibu. Aku kemalaman karena ada rapat mendadak, ada pemeriksaan dari Jakarta. Ayah..tidak kemana-mana sayang," balas ayah.

"Iya aku percaya ayah. Tetapi Susan sudah tahu, kalau ayah disuruh nikah lagi oleh om dan tante, saudara ayah."

Ayah merangkulku, dan menciumiku pipiku. Ayah membenamkan wajahku diatas dadanya dan berujar, "Susan, percayalah pada ayah. Kalau mau, tanpa disuruhpun ayah dapat melakukannya."

Seketika, aku mengangkat wajahku dari dekapannya, dan melonjak bagaikan mendapat hadiah tak ternilai. Aku cium ayahku sambil tertawa diiringi airmata kebahagiaan. " Sungguh...! ayah....tidak mau meninggalkan Susan dan Ibu.?"

" Iya sayang, ayah tidak sebodoh apa yang mereka pikirkan." jawab ayah sambil menuntunku kembali kekamar menjumpai ibu yang sedang tertidur.

Bersamaan, ayah dan aku memeluk ibu, ternyata dia masih terjaga, airmatanya masih mengalir di wajah sendu ibuku. Ibu menyambut pelukanku dan ayah, kini kami tanpa tangisan. Ibu menciumku dan ayah bergantian.

Malam itu, aku tak mau tidur sendirian, " malam ini aku mau tidur dengan ayah dan ibu, boleh kan,?" tanyaku. Ayah kembali memelukku, "oh iya..sayang, " jawabnya sambil memopongku ke tempat tidur, seperti ayah sering lakukan ketika aku belum beranjak remaja.

Ah...bang, aku kok jadi ngelantur. Zung...ketika kesedihanku mulai pulih sepulang dari California, ibu menyuruhku membuat lamaran keUniversitas tempatku meraih sarjana. Aku menanyakan ibu, dari mana tahu informasi kalau universitas itu menerima tenaga pengajar.

Menurut ibu, om Hendra menghubungi rekannya di kampus. Aku nggak habis pikir kenapa om Hendra begitu besar perhatiannya kepada ibuku. Beberapa minggu kemudian, aku dipanggil rektorat untuk interview.

Zung...aku lulus, aku diterima, sejak saat itulah aku menjadi tenaga pengajar disana, mengajarmu dan Magda, ujarnya tertawa menatapku.

" Om Hendra itu siapa,"tanyaku.
" Dia teman sekantor dan junior almarhum ayahku."
" Sudah punya isterikah dia.?"
" Iya, tetapi isterinya meninggalkannya, karena om Hendra mengalami kecelakaan di Tokyo."
" Sekarang dimana om Hendra itu, jadi dia menikahi ibumu.?"
" Nggak Zung, !" ujarnya dengan tatapan hampa. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (45)


=======================
Aku segera" bangkit dari kubur nestapa" ini. Aku tak mau dijerat masa-
masa lalu, aku harus menapak menyongsong mentari terbit.
========================
Zung..aku nggak habis pikir, kenapa perilaku beberapa saudara ayahku begitu cepat berubah. Ketika ayah masih hidup, hampir setiap minggu mereka mengunjungi kami. Aku juga tahu, kalau ayah membantu biaya sekolah saudara sepupuku dan membantu usaha bibiku yang hampir bangkrut.

Menurut ibu, setelah kepergian ayah, tak seorangpun sepupuku mengunjungi ibuku, juga keluarga dari pihak ayah, kecuali om dan tante dari pihak ibuku. Mereka tega membiarkan ibu sendirian menanggung kesedihan, sementara aku jauh dari ibu.

Memang, jauh sebelum ayah mengalami kecelelakaan yang mengakibatkan kematiannya, ibu telah merasakan dinginnya hubungan dengan pihak keluarga ayah.

Bang...aku masing ingat ketika ayah masih hidup, ibu juga sudah lama menderita akibat ulah saudara ayahku, tetapi ibu selalu menutupi. Sekuat-kuat ibu menyimpan derita dan tangis, heningnya malam menghantarkan derita ibu ketelingaku.

Malam, ketika ibu sendirian dikamarnya-- ayah pulang agak larut malam- -aku mendengar suara Ibu menahan tangis. Kebetulan saat itu aku belum tidur, karena aku sedang belajar menghadapi ujian semesteran.

Hatiku gundah, segera menghampiri kamar ibu. Perlahan aku membuka pintu, aku khawatir ibu mengetahui kedatanganku. Diam-diam aku duduk bersimpuh disampingnya yang sedang berdoa khusuk masih diiringi isak tangis.

Ibu tidak menyadari kalau aku berada disampingnya, sambil menahan tangisku. Aku mendengar jeritan lirih dalam doanya. Ibu memohon kebaikan Allah agar memberi seorang anak lelaki. Aku terhenyak mendengar doanya, hatiku semakin teriris. Mustahil ibuku dapat melahirkan karena usia.

Zung...aku tak tahu peradaban mana yang mewajibkan rahim wanita harus melahirkan seorang lelaki. Usai ibu berdoa, dia kaget melihatku duduk bersimpuh disampingnya sambil sesugukan.. Ibu memelukku hangat dan berujar, " Susan, kenapa kamu berada disini. Ibu hanya berdoa untuk keselamatan ayah, aku dan kau boruku(putriku, pen)."

Aku menciumi ibuku, kemudian dalam tangisku menatap bola matanya, " Aku telah mendengar doa ibu. Aku cukup mengerti derita ibu dan ayah. Ibu menangisi nasib karena aku tak punya saudara lelaki, bukan?"

Ibuku menangis semakin menjadi-jadi sambil memelukku erat sekali. Kami berpelukan haru disaksikan foto ayah yang tergantung didalam kamar itu. Akhirnya ibuku mengaku jujur terhadapku, kalau seluruh keluarga ayah menyarankan agar ayah menikah lagi.

Zung, aku kaget luarbiasa mendengar pengakuan ibu. Aku tak dapat menahan rasa amarahku hingga aku terkulai lemas dipangkuan ibuku.

Ibuku berteriak dikehiningan malam, memanggil nama Allah. Aku merasakan jeritan hati ibu yang terdalam, mana kala ada sekelompok orang yang menyebut dirinya keluarga, ingin merampas ayah dari tengah kehidupanku dan ibu.

Aku dan ibu letih menangisi bengisnya peradaban, kami terlelap dalam tidur, hingga ayah membangunkanku sepulang dari pekerjaannya. Ayah heran melihat aku ada dikamarnya. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (44)


Sebelum aku menanyakan kepada ibu, kenapa om Hendra ikut bersamanya, Hendra lebih dulu menjelaskan "kebetulan aku tugas ke Arizona, ibu mengajaku sama. Sebenarnya, dinasku baru minggu depan," terangHendra. Aku merasa lega, padahal pikiranku sedikit curiga.
================
Aku mengantarkan Hendra ketempat saudaranya di "Orange County", perjalanan memakan waktu setengah jam dari airport.

Didalam mobil, setelah mengantar Hendra, ibu menanyakan, apa mungkin Hendra dapat menghadiri wisudaku. Aku hanya mendapat jatah dua orang, satu untuk ibu dan satu lagi telah aku janjikan mau memberikan kepada teman kostku, Gina, perempuan Turki.

Dengan berat hati aku membujuk Gina agar mau membatalkan kehadirannya pada wisudaku. Gina memahami penjelasanku, akhirnya undangan itu aku serahkan kepada om Hendra. Sehari sebelum wisuda, ibu menyuruh agar aku menjemput Hendra pada hari "H".

Aku menolak; akuterangkan kepada ibu, kalau hari itu sibuk mempersiapkan keperluanku, dan aku harus ke kampus pagi hingga siangnya. Tetapi ibu ngotot harus menjemput om Hendra. Aku mengalah.

Diam-diam tanpa sepengetahuan ibu, aku telephon om Hendra, memberitahukan aku nggak bisa menjemputnya, karena kesibukanku. Om Hendra mengerti, "nggak apa-apa, nanti saudaraku yang mengantarkan" ujarnya. Aku lega.

Air mata ibuku mengiringi tangisan kebahagaiannya, ketika aku selesai diwisuda. Aku juga terisak sedih, teringat ayahku yang telah pergi untuk selamanya, semestinya ayah mendampingi ibuku bukan om Hendra. Lama sekali ibu memelukku sambil menangis, hingga akhirnya om Hendra menegur aku dan ibu," sudah, nanti dirumah lagi kalian lanjutkan," ujarnya.

Om Hendra memberiku ucapan selamat, sembari mencium tanganku. Hal yang sama dilakukannya kepada ibu. Aku menolak ajakan om Hendra untuk makan siang esok harinya.

" Lain kali saja om, aku mau bawa ibu ke Universal Studio dan esoknya lagi ke Disneyland,"ujarku kala itu. Sebelum kembali ketanah air, aku puaskan ibu menikmati beberapa daerah kota wisata; Fresno, San Francisco kemudian mampir ke Sacramento, ibukota California.

Selama dalam perjalanan ibu selalu bercerita tentang kebaikan om Hendra. " Orangnya rendah hati dan tulus, meski jabatannya cukup tinggi," ujar ibu. Aku tak begitu tertarik dengan cerita ibu.

Aku jadi teringat, ketika itu, saat aku mau berangkat ke California, Hendra datang kerumah, bicara dengan ibu agak lama, aku tak tahu apa yang mereka bicarakan.

Dalam hatiku, ah..ibu mungkin ada main dengan om Hendra. Tetapi, apakah secepat itu ibu dapat melupakan ayah. Buru-buru pikiraanku segera kualihkan, aku tak tega menduga-duga, apalagi ibu yang kukenal selama ini adalah yang taat beragama.

Zung..., seminggu setelah wisuda, aku dan ibu kembali ketanah air. Tiba dirumah, airmataku mengalir deras melihat foto ayah, aku dan ibu, -ketika wisuda sarjana- tergantung diruang tamu.

Aku terhempas, bersimpuh didepan foto ayah dan menangis sembari memanggil ayah. Ibu memelukku, kami berangkulan sambil melepaskan rindu dalam tangis mengingat ayahku yang terbaring diperaduannya, menyendiri.

Aku tak tahan menanggung rindu, segera aku ajak ibu ke pusara ayah. Sepanjang perjalanan, aku tak kuasa menahan tangis. Dari tepi jalan menuju pusaranya, aku berlari sambil menjerit memanggil -mangil ayahku, " ayah...aku telah kembali, ayah bangun...aku telah pulang, bangun ayah. Ayah tega meninggalkan Susan dan ibu, bangunlah ayah, aku telah berhasil menggapai cita-cita luhurmu.

Aku terus memeluk pusara dan menciumi batu nisan ayah. Ibuku berusaha membujukku supaya aku berhenti menangis, tetapi rinduku belum terpuaskan. Rasannya hidup ini begitu cepat.

Aku kelelahan menjerit, menangisi pusara ayah. Ibu mengajakku pulang, tubuhku begitu lemah dan hatiku rapuh. Selama seminggu aku tak ingin keluar dari rumah, meski ibu telah berulang-ulang mengajakku berkunjung ke rumah om dan tanteku.

Hampir setiap malam aku dan ibu duduk diam, seakan merenungi "nasib" seorang janda dan putri sebatangkara. Aku semakin tak tahan melihat wajah ibuku senantiasa dirundung kesedihan.

Aku segera"bangkit dari kubur nestapa" ini. Aku tak mau dijerat masa- masa lalu, aku harus mengayunkan langkah menyongsong matahari terbit. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (43)


" Mestinya dia minta baik-baik !" ucapku iseng.Lagi-lagi Susan menampar wajahku sambil membalikkan tubuhnya, masihdipangkuanku. Susan mogok lagi.
===========
" Jadi hanya karena mau dicium, kamu jadi trauma dan tak mau berteman dengan pria manapun sejak es-em-a hingga perguruan tinggi. Malang sekali nasibmu.Kamu lewatkan masa-masa indah yang tak akan pernah kau ulang lagi. Ah..aku pikir Susan pasti ada kelainan." ucapku.

" Zung...kamu mau dengar atau mau mengguruiku,?" tanyanya.
"Mau, cuma hatiku nggak enak...aku benci kali sama dia itu, kalau aku ada saat itu, aku hajar habis dia, anak kurang ajar itu. Kecil- kecil,mau minta ciuman, masa kau dianggap murahan."

Susan tertawa mendengar ocehanku, "bang..mau aku teruskan nggak ?"
" Iya , teruskanlah, palak kali aku sama pria itu." ocehku lagi.

" Sejak saat itulah bang, aku tak mau bertemaan dengan pria manapun hingga aku tammat dari perguruan tinggi."
" Jadi bagaimana Susan menikah dengan suamimu.?"

Susan menghela nafas, sepertinya melepaskan kepenatan jiwa yang sangaat berat, aku bujuk dia dengan lembut, aku bisikan ketelinganya, " Susan, teruskan aku masih mau mendengar ceritamu, ayolah...., atau aku buatkan dulu teh hangat untukmu.?"

Sebelum aku bangkit, Susan mendekapku, nafasnya sengal," bang aku mau tidur, aku capek." ujarnya.
"Susan , aku juga lelah, tetapi aku telah siapkan waktuku hanya untuk mendengar kisahmu, bukankah Susan mengatakan akan mengungkapkan sebagai ungkapan cintamu yang tulus padaku,? Susan ayo...teruskanlah...!"

Zung, ayahku sangat berambisi agar aku menjadi perempuan terpandang ditengah keluarga besar ayahku. Setelah aku diwisuda sarjana, ayah memberangkatkanku ke California melanjutkan studi lanjutan. Ayah pada saat itu berkeja di perkebunan menjabat salah seorang direktur.

Tahun kedua, ketika aku di California ayahku mengalami kecelakaan pulang dari Jakarta. Tidak biasanya ayah pergi atau pulang dari Jakarta mengenderai mobil. Tapi naas bagi ayah, ditengah perjalanan sopir ayah mengantuk, mengakibatkan mobil ayah jatuh kejurang. Hampir kami tidak mengenal wajah ayah setelah berhasil diangkat dari jurang kedalam puluhan meter.." tuturnya.

Susan diam sejenak, manik-manik bening keluar dari kelopak matanya. Aku biarkan dia dalam isakannya. " Susan berapa bersaudara," tanyaku lembut sambil mengusap airmatanya.

" Nggak punya bang, aku putri tunggal," jawabnya, nafasnya masih sesak sembari melanjutkan kisahnya.

Sebenarnya aku nggak mau lagi melanjutkan sekolahku setelah ayah meninggal. Ibu nggak setuju keputusanku, aku harus menyelesaikan sekolahku, bahkan ibu mau menjual rumah peninggalan ayah untuk biaya sekolah ku di California.

Dua minggu kemudian aku berangkat ke California. Semua biaya perkuliahanku lancar, juga biaya kehidupan sehar-hari bercukupan. Aku tidak tahu berapa nilai rumah yang terjual, mungkin ayah masih mempunyai tabungan, pikirku. Tapi Ibu tak pernah memberitahu, setiap aku menanyakannya. Selama di California, aku berusaha agar secepat mungkin S 2 ku selesai.

Aku ingin segera pulang, kasihan dengan ibu yang ditinggal sendirian. Meski aku dihimpit rasa rindu kepada ibu dan kesedihan atas kepergian ayah yang begitu cepat, aku berusaha tegar menjalani hidup. Usahaku tak sia-sia, aku berhasil menyelesaikan es-dua-ku tepat pada waktunya.

Sebelum wisuda aku kaget ketika menjemput ibu di airport. Ibu datang bersama om Hendra . Ibu tidak pernah memberitahukan kalau dia datang bersama Hendra, teman sekantor dengan ayah masa hidupnya.

Sebelum aku menanyakan kepada ibu, kenapa om Hendra ikut bersamanya, Hendra lebih dulu menjelaskan "kebetulan aku tugas ke Arizona, ibu mengajaku sama. Sebenarnya, dinasku baru minggu depan," terang Hendra. Aku merasa lega, meski pikiranku sedikit curiga. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (42)


I'll always remember/ It was late afternoon/It lasted forever/And ended to soon/You were all by yourself Staring up at a dark gray sky/And I was changed

*) In places no one would find/All your feelings so deep inside/It was then that I realized That forever was in your eyes The moment I saw you cry

It was late September/And I'd seen you before/You were always the cold one/But I was never that sure You were all by yourself/Staring up at a dark gray sky/I was changed

[Chorus]
I wanted to hold you/I wanted to make it go away/I wanted to know you /I wanted to make your everything, all right I'll always remember.../It was late afternoon
[Chorus 2xs Out]
===============
" Oh...iya, aku akan utarakan, tetapi kita makan dulu. Aku sudah siapkan dimeja, ayo bang," ajaknya seraya menarik lenganku. " Tapi abang mandi dulu," tambahnya.
===============
"Zung, kita lupakan yang baru saja terjadi," ujarnya, dia masih memelukku.
"Susan, maaf, barangkali itu hanya ekspresi kekecewaanku. Aku juga tidak tahu kenapa aku kesal mendengar jawabanmu, padahal sepatutnyalah kamu harus mendengar suamimu. Susan menarik tanganku sembari menciumku, " Bang, aku putarkan lagu kesayangamu, tetapi abang harus nyanyi. Ayo bang temani aku ," bujuknya manja.

"Aku capek, dan lagi sudah terlalu malam,"balasku. Berulangkali Susan membujuk agar aku bernyanyi mengikuti lirik lagu yang diputarnya," suaranya pelan saja bang, aku ingin menikmati suaramu. Ayo bang bernyanyilah untukku malam ini," bujuknya seraya mendekapkan wajahnya diatas dadaku.

Susan meraih kedua tanganku, melingkarkankan diatas pinggulnya. Dia mulai melangkah pelan mengikuti senandung berirama lembut. " Zung, bawalah aku malam ini dengan langkahmu...ayo bang...kenapa diam,?" tanyanya.

Sementara aku masih putar otak, kapan waktu yang pas aku membujuknya (lagi) menuturkan kisah pernikahannya, aku dikagetkan dengan hentakan suaranya, " bang......ayo..kataku, melangkahlah untukku, kenapa diam," sentaknya sambil memukul-mukul dadaku dengan kedua tangannya.

Segera aku memeluknya, erat," iya...iya...aku akan ikut langkahmu," ucapku. Susan mendekapku erat sekali sembari memperlambat langkahnya hingga diakhir lagu.
" Zung, aku lelah, temani aku tidur," ajaknya sambil menarik kedua tanganku.
"Susan, aku akan menemanimu tidur setelah kamu turturkan kisah pernikahanmu seperti yang kamu janjikan, atau aku pulang."
"Iya...bang, aku aku tuturkan sambil rebahan. Badanku pegal bang."
"Tidak, aku mau mendengarkan disini," ujarku sambil mengangkat tubuhnya keatas sofa. Susan segera bangkit dari sofa, dia meneguk sisa minuman dari gelasnya.

" Ok...bang, aku mulai dari mana."
" Terserah dari mana, mau dari awal atau akhir asal jangan dari tengah, susah mengikuti ceritanya." Susan merebahkan tubuhnya diatas pangkuanku, sebelumnya dengan gemas menggigit daguku, " Hah........Zung...akhirnya aku menemukan seorang pria yang mau mendengar sengsara yang aku tahan bertahun-tahun.

Semoga penuturanku ini dapat melepaskan derita batin yang sangat menyiksa. Tapi, Zung...berjanjilah, bahwa abang tidak akan pernah menceritakan semuanya ini kepada siapapun."
" Tidak, tidak Susan. Aku akan menyimpan semua tuturanmu malam ini, aku janji." ucapku sambil memberi dia ciuman hangat tanda apresiasiku. Susan memulai kisahnya dengan gaya bertutur, setelah aku agak lama aku menunggu.

" Zung, seperti pernah aku utarakan, sejak es-em-a aku tidak pernah bersahabat dengan seorang pria, setelah aku mengalami trauma ketika di es-em-pe. Pengalaman buruk itu membuat aku benci dan muak melihat setiap pria, apalagi kalau pria itu ingin mendekatiku."

" Susan pernah diperkosa, berapa kali ?" tanyaku tak sabar.
" Nggak bang," jawabnya, tangannya menampar wajahku.

" Maaf...aduh aku nggak sabaran, ayo sayang teruskan," desakku. Susan hampir mogok, terpaksa aku beri"amunisi" lagi, sambil membujuknya.

" Ketika itu, habis ujian, kelas kami menyelenggarakan acara perpisahan dirumah teman. Sebenarnya ibu tidak mengijinkan aku pergi, tetapi karena aku beritahu bahwa acaranya dirumah teman pria itu-- ayahnya satu kantor dengan ayahku-- akhirnya ibu mengantarkanku. Usai acara malam itu, aku tinggal sendirian menunggu dijemput. Teman pria itu menemaniku diteras rumahnya. Seperti biasanya disekolah, kami sering bergurau. Tetapi entah kenapa malam itu, dia seperti kesetanan mau menciumku. Aku kaget, mau berteriak, tetapi aku takut dia akan memukulku. Aku lari masuk kerumahnya, untung ibunya belum tidur."

" Jadi dia belum sempat menciummu, kenapa nggak kau ludahi mukanya?" tanyaku.
" Bang......diam dulu," teriaknya manja.
" Nggak lama kemudian ibu menjemputku, tetapi malam itu aku tak bisa tidur. Aku sakit hati."

" Mestinya dia minta baik-baik !" ucapku iseng. Lagi-lagi Susan menampar wajahku sambil membalikkan tubuhnya, masih dipangkuanku. Susan mogok lagi. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (41)


" When A Man Loves A Woman"
When a man loves a woman/Cant keep his mind on nothin else Hed trade the world/For a good thing hes found If she is bad, he cant see it/She can do no wrong Turn his back on his best friend/If he puts her down

When a man loves a woman/Spend his very last dime Trying to hold on to what he needs/Hed give up all his comforts And sleep out in the rain/If she said thats the way/It ought to be

When a man loves a woman/I give you everything I got (yeah) /Trying to hold on/To your precious love/Baby please dont treat me bad

When a man loves a woman/Deep down in his soul/She can bring him such misery /If she is playing him for a fool/Hes the last one to know/Loving eyes can never see

Yes when a man loves a woman/I know exactly how he feels/cause baby, baby, baby /I am a man/ When a man loves a woman


===============
Beruntung lah aku punya teman seperti Magda, hatinya tulus dan rendah hati. Usulannya seperti mendapatkan mata air di padang pasir.
===============
Dengan sangat berat hati, Sabtu pagi aku berangkat ke Brastagi dengan Susan, menghadiri arisan ibu-ibu teman sekantor suaminya. Aku menolak rencananya menginap disalah satu losmen dikota itu, setelah acara arisan usai.

Berulangkali dia membujukku untuk bernyanyi dalam arisan itu, selalu aku tolak. Susan tidak tersinggung atas penolakanku, memang suaraku sedikit serak. Selain itu, dikepalaku masih terngiang nasihat Magda, meski diselingi dengan cemohan.

Aku berusaha pulang lebih awal, karena ingin menghadiri pertemuan dengan kawan-kawan kelompok belajar dirumah Mawar. Tetapi Susan selalu membujuk agar aku bersabar, " Zung, tanggung, nanti mereka pada ribut kalau kita pulang duluan. Ntar mereka akan berpikir macam-macam.

Kalau abang tidak mau menginap nanti malam, kita pulang bersama dengan mereka," ujarnya. Aku berusaha menutupi rasa dongkol, takut dia tersinggung, untuk sementara nasib perkuliahanku masih tergantung dengannya.

Selama dalam perjalanan pulang, pikiranku terus pada pertemuan malam dirumah Mawar. Susan merasakan perubahan sikapku dibanding dengan beberapa hari lalu, padahal aku sudah berusaha menutupinya.

"Abang merasa menyesal ikut aku satu hari ini? Tampaknya abang kurang bergairah. Atau ada yang membani pikiranmu, mungkin aku bisa bantu,?" tanyanya.
" Oh...nggak ada...hanya sedikit badanku kurang sehat," jawabku.
" Benar bang...abang nggak menyesal ikut aku.?" tanyanya ulang, tangannya mengelus pipiku.
" Nggak....aku senang kok, bisa ketemu ibu-ibu cantik dan genit."
" Ibu-ibu genit..? Itu hanya perasaanmu saja. Abang masih sanggup nyetir atau aku ganti ?"
" Sanggup, terus saja ngomong, sesekali cubit pahaku biar aku nggak ngantuk."
" Halah..abang maunya. Nantilah kalau sudah tiba dirumah aku pijitin."

"Susan, aku minta tolong antar aku malam ini kerumah. Aku sudah janji pada bibi jagain anak-anaknya. Dia mau pergi ketempat saudaranya."
" Abang jaga anak-anak..?"
" Kenapa, mereka sepupuku. Apa yang aneh..?" tanyaku.
" Nggak ada..." jawabnya ketus.

Sejak saat minta aku diantar pulang, Susan diam, wajahnya cemberut selama perjalan. "Susan ngomong...nanti aku ngantuk, atau mau kita kecebur kejurang ? Iya..iyalah aku nanti tidur dirumahmu, tetapi antar aku besok.!"
" Kan...abang suka ngerjain!" balasnya sambil mencubit lenganku.
***
Dering telephon menyambut kedatangan kami sementara jarum jam menunjuk ke angka delapan. Segera Susan mengangkat telephon. Terdengar percakapan dengan suaminya di London. Telephon suaminya mengingatkanku sekaligus "menuntut janji" Susan perihal pernikahan dengan suaminya.

Bebeberapa kali aku pertanyakan selalu dia mengelak. Sementara dia berbicara dengan suaminya, aku merebahkan diri dikamar tidur, mengendurkan urat yang kelelahan mengenderai mobil dari Berasatagi. Sepoi udara malam berembus melalui kamar jendela yang lupa aku tutupkan, menutup kelopak mataku sempurna. Susan menyentakkan rangkaian mimipiku yang sedang bergayut indah bersama mantan kekasihku.

" Zung...bangun, abang keletihan,?" suaranya mendesah ditelingaku. Aku menggeliat ditempat tidur sambil menggerakkan seluruh tubuhku, meski hanya sebentar, rasa pegal terasa pulih kembali.
" Zung, aku tadi janji mau pijitin abang malam ini, abang masih terasa lelah,?" tanyanya.
"Susan, janji adalah utang. Tetapi masih ada janjimu yang selalu kamu ulur waktu untuk melunasinya!"

" Janji yang mana bang..?"
" Tentang pernikahan dengan suamimu!"
" Oh...iya, aku akan utarakan, tetapi kita makan dulu. Aku sudah siapkan dimeja, ayo bang," ajaknya seraya menarik lenganku. " Tapi abang mandi dulu," tambahnya. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (40)

http://www.youtube.com/watch?v=aV7fBl3uTEY

" Time After Time"
Lying in my bed I hear the clock tick,/And think of you/Caught up in circles confusion/Is nothing new/ Flashback warm nights / Almost left behind / Suitcases of memories,/Time after Sometimes you picture me/ Im walking too far ahead/ Youre calling to me, I cant hear/ What youve said/Then you say go slow/I fall behind/The second hand unwinds

If youre lost you can look and you will find me/Time after time/If you fall I will catch you Ill be waiting/Time after time(2 x)

After my picture fades and darkness has/Turned to gray/Watching through windows youre wondering/If Im ok Secrets stolen from deep inside/The drum beats out of time If youre lost you can look and you will find me/Time after time/If you fall I will catch you Ill be waiting/Time after time You said go slow/I fall behind/The second hand unwinds
If youre lost you can look and you will find me/Time after time/If you fall I will catch you Ill be waiting/Time after time (2X) Time after time/Time after time/Time after time
==============
Ah...kaki sajapun tak sudi disentuh apalagi yang lain. Memang sudah patah arang. Segera kuakhiri "diplomasi kaki", sebelum dia meronta minta pulang.
=============
Selama percakapan, tanpa di sadari, banyak kata-kata bijak terlontar dari mulut mereka. Meskipun Magda masih sakit hati, tetapi dia masih memperhatikan "langkah"ku. Kejadian pagi hari --ketika keluar dari mobil Susan-- meyakinkan rumor yang didapatkannya melalui teman satu kampus, bahwa aku telah kembali pada kehidupan lama, mabuk dan liar.

"Bang, kalau nggak keberatan, setelah skripsimu telah selesai dan ditandatangani sama ibu itu, hindarilah dia. Terserah abang bagaimana caranya. Untuk kiat-kiat yang seperti itu kan abang gurunya," ujar Magda ngenyek.

" Bantulah aku, abang mentok nih. Abang juga sudah niat buat jarak, sebelum Susan mengharap lebih jauh."
" Apa yang mau diharap dari abang ? Paling juga abang dijadikan "piaraan!"
" Masa orang kau bilang piaraan, kayak hewan piaraan," balasku renyah.
" Kenapa nggak? kelakuan orang juga kadang melebihi hewan..!"

"Eh...Magda, kamu ngomong apaan tuh..?" selah Mawar mengingatkan. Magda langsung tersipu sambil menutup mulutnya, " maaf bang, maksudku bukan abang..." ujarnya sambil merapatkan kedua telapak tangannya didepan wajahnya yang sedang menunduk.

Sebenarnya aku tidak merasa tersinggung dengan ucapannya, hanya saja dia keceplosan lidah saja. Kebetulan pula nggak ada lagi hubungan kasih dengannya, kalau nggak, habislah dia. Aku turunkan ujung jari tangannya keatas meja, Magda masih merasa besalah, " Maaf bang, mulutku latah." ujarnya sambil menatapku.
" Nggak ada yang perlu dimaafkan, Magda benar. Banyak manusia kelakuannya melebihi dari makhluk yang kamu sebutkan tadi; membunuh anak, orang tua, menyiksa isteri, suami beristeri lima...."
" Heh...bang, kok jadi khotbah," selah Mawar disambut tawa Magda.

" Bagaimana kalau pulang ke kampung setelah kuliah kita minggu depan usai.Disana abang bisa memenangkan diri sebelum meja hijau. Jadi, ada alasan abang menghindari ibu itu. Aku yakin, ibu Susan akan dapat menerima alasanmu," usul Magda.

" Terimakasih, usulanmu cemerlang. Ternyata, masih ada yang tersisa hasil trainningku," ujarku sambil menyalamnya.
"Apa bang...? trainning...?" balas Magda sambil memelototkan matanya kearahku.

" Nggak.., anggap saja aku juga latah. Aku setuju usulmu dan aku akan berangkat minggu depan setelah skripsiku selesai cetak. Agar lebih cepat, mau nggak kalian bantuin mengetik ulang skripsiku.?"

" Halah....gaya abang dari dulu nggak berubah. Bilang saja mau minta tolong, kok pakai bahasa bersayap," tegur Magda tertawa.
" Iyalah aku minta tolong, kita bagi tiga pengetikannya. Nanti kalau punya Magda sudah selesai, abang akan bantuin."
" Bantuin maho..." ucapnya ketus.

Ingin rasanya hari Sabtu -janji dengan Susan pergi ke Berastagi- cepat berlalu, Aku ingin segera pulang sekaligus menenangkan diri untuk persiapan sidang meja hijau. Beruntung lah aku punya teman seperti Magda, hatinya tulus dan rendah hati. Usulannya seperti mendapatkan mata air di padang pasir. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (39)

http://www.youtube.com/watch?v=kVTyHX10Oyw

==============
Magda mulai semangat ketika menyinggung skripsi, " belum bang, kata pembimbingku minggu depan, "jawabnya, seraya menambahkan, abang pasti sudah selesailah iya!"
" Magda kok tahu.?"
" Iyalah.., habis abang sudah lengket dengan ibu itu.!"
=============
Aku terperanjat mendengar celutukannya, " Magda sok tahu. Darimana kamu tahu abang lengket dengan ibu itu.?"
" Dari semangat abang."
" Aku nggak mengerti maksudmu.?"
" Ah...abang pura-pura kaget. Tadi pagi dekat persimpangan kampus, aku melihat abang begitu semangat ketika keluar dari mobil ibu itu, bahkan abang sengaja tidak melihatku padahal motor aku klekson."

Mawar merasa surprise mendengar kesaksian Magda.
" Jadi abang satu mobil dengan ibu itu, hebat. Selamat, abang pasti lulus." ujar Mawar. Aku tak dapat mengelak. Terpaksa mengakuinya, " Iya, aku tadi yang bawa mobilnya. Tadi pagi aku kesana menjemput skripsiku, kebetulan sopir ibu sedang pulang kampung, jadi aku yang nyetir."
" Tadi pagi abang kesana..?" tanya Magda
" Ya ..kenapa.?"
"Siapa yang bohong, abang atau ibukos abang?"

Kata ibu kos, abang baru pulang tadi pagi!"
Oalah sempit kalilah dunia ini, tertangkap basah lagi, kepala bagai dipalu. Aku coba lagi meyakinkan bahwa aku kesana hanya urusan skripsi, " Iya...tadi malam aku menginap dirumah teman, paginya aku kesana."

" Bang..., Magda nggak punya urusan, mau tiap hari, mau tiap malam abang kesana. Tapi malu lah...ibu itu kan sudah punya suami. Sejak dulu, aku sudah ingatkan abang, hati-hati dengan ibu itu, abang saja keras kepala."

" Aku nggak ada apa-apa dengan ibu itu. Masa gara-gara tadi pagi, Magda punya kesimpulan aku ada affair dengan Susan.?"
" Bang, apa peduliku abang pacaran atau nikah dengan dia. Tetapi sebagai teman, aku hanya ingin mengingatkan. Apa abang belum dengar, kawan-kawan heboh gara-gara abang berdansa dengan ibu itu di diskotik minggu lalu?" tanya Magda.

" Aku belum dengar rumor itu. Tapi malam itu dia dengan suaminya kok!"
" Siapa peduli ada atau nggak ada suaminya, yang pasti mata orang melihat abang sedang berdansa. Minum hingga mabuk dengan ibu itu. Idihhhh... malu kali lah aku bang," ucapnya sinis

Mawar ngomporin lagi," abang hebat iyah.. sekarang mainannya ibu-ibu, dosen lagi."
" Bang, sebelum makin jauh, hentikan lah hubungannya dengan ibu itu," anjur Magda.
" Iya..tetapi aku tunggu selesai sidang meja hijau dulu. Aku takut nanti kalau langsung menjauh, aku ditekan dalam ujian. Atau menurut mu ada cara lain.?"

" Lho, abang yang melakukan, abang senidiri yang lebih tahu. Aku dan Mawar hanya penonton. Hanya nggak enak saja kami dengar rumor dikalangan teman. Kebetulan mereka tahu, kita pernah bersahabat."
" Memang, kita nggak bersahabat lagi?" Mawar ketawa mendengar percakapan kami, agak serius, sementara Magda menatapku dalam, entahlah pikirannya berkata apa. Mungkin saja dia bilang, " abang lanteung!."

Diselah-selah percakapanku dengan Magda, aku coba mengakrabkan diri lewat gesekan kakiku dibawah meja. Namun, kakinya selalu menghindar setiap kakiku menyentuhnya, tidak seperti sediakala, dia selalu membalasnya, lembut.

Ah...kaki sajapun tak sudi disentuh apalagi yang lain. Memang sudah patah arang. Segera kuakhiri "diplomasi kaki", sebelum dia meronta minta pulang.( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/