Sunday, March 1, 2009

Dosenku "Pacarku" (55)

http://www.youtube.com/watch?v=-ZBoPlCzuRY

"When you look me in the eyes"
If the heart is always searching/Can you ever find your home/I have been looking for that someone I'll never make it on my own /Dreams can't take the place and loving you/There's gotta be a million reasons why it's true
(Chorus)
When you look me in the eyes/Tell me that you love me/Everything's alright, /When you're right here by my side. When you look me in the eyes/I catch a glimpse of heaven/I find my paradise/When you look me in the eyes
(Verse 2)
How long will I be waiting/To be with you again/I'm gonna tell you that I love you/In the best way that I can I can't take a day without you here/You're the light that makes my darkness disappear
(Chorus)
When you look me in the eyes/Tell me the you love me/Everything's alright, /When you're right here by my side. When you look me in the eyes/I catch a glimpse of heaven/I find my paradise/When you look me in the eyes
(Bridge)
Moving on, I start to realize/I can reach my tomorrow /I can hold my head up high/It's all because you're by my side (Chorus) .........

==============
" Iya..inilah korban atas ketidak sukaanmu itu, kaki terpelintir. Bagaimana kalau sekarang Susan bernyanyi sambil mengurut kakiku, supaya cepat pulih." ucapku tertawa.
==============

SUSAN mengangkat tubuhku dari atas batu tempatku duduk dan memapah ke tepi sungai. Ibu Rukiah melihatku berjalan tertatih-tatih membelah aliran sungai, segera berlari menuju ke arah kami. Dia membatu Susan. Kemudian, Rukiah berlari menuju rumahnya setelah membaringkanku di pinggir sungai. "Susan, sebentar aku mau mengambil minyak urut kerumah," ucapnya.

"Susan, jangan biarkan Rukiah mengurut kakiku, dia mengira kalau kaki aku baru saja terkilir. Lebih baik Susan sendiri mengurutku, sepertinya tanganmu " jodoh "dengan kakiku."
"Oalaah..bang, sudah kesakitan masih genit," balasnya.
" Biarkanlah aku genit dengan pacarku. Susan setuju kalau aku genit ke pada Rukiah.?"
Tanpa merasa risih, Susan mendekapku yang sedang terbaring dipinggir kali, sambil menunggu ibu membawa minyak urut.

" Nggak bang, aku hanya bergurau, aku tak melarang apan pun yang abang perbuat, kecuali...."
" Susan, jangan kau umpan darah kemulut "singa lapar".
"Iya..bang, aku nggak akan mengumpan darah ke mulut singa. Aku hanya "mengurbankan darah" kepada abang, juga jiwaku. Semua aku persembahkan hanya kepada abang."

" Ahh..Susan, sepertinya, bagi insan sedang jatuh cinta, seperti kita, tulang lidah lumat remuk di bakar api asmara."
"Andaikan tidak, manalah aku dan abang sampai kesini," balasnya lantas menindih tubuhku.
"Susan, awas orang sekitar. Apa kamu nggak malu ditonton orang banyak.?"
" Nggak, aku nggak peduli, aku nggak berbuat apa-apa kok. Masya aku tak boleh mencium dan tidur-tiduran dengan calon suamiku.!"

" Tapi bukan disini tempatnya, lagi, aku sedang kesakitan."
"Bang, jangan cengeng, yang sakit kakinya bukan yang ini ," ucapnya seraya memukulkan tangannya ke atas dadaku pelan.

Ibu Rukiah tiba dengan membawa satu botol kecil berisi minyak urut. Susan, tidak membiarkan Rukiah mengoleskan minyak ke pergelangan kakiku yang sedang"sekarat." "Biar aku yang mengoleskannya," ujar Susan sambil meraih minyak dari tangan Rukiah. Susan dan Rukiah memapahku ke rumah setelah mengoleskan minyak urut. Mereka membaringkan ke atas tempat tidur.

" Ibu, tolong rebus air untuk permandian abang," pinta Susan.
Tangan Susan kembali mengoleskan minyak sambil mengurut pergelangan kakiku. Rasa sakit terasa berkurang, Susan membiarkan tidur beberapa saat, sementara dia tertidur dikursi disisi tempat tidur dengan meletakkan wajahnya diatas telapak tangan kananku.

Susan tetidur lelap. Dia tidak mendengar suara Rukiah memanggil dari luar kamar. Dia terbangun ketika aku mengusap-usap wajahnya.

" San, bangun, ibu Rukiah memanggilmu." Meski Susan tealh bangun, tetapi masih enggan bergerak dari kursi. Kembali dia meletakkan wajahnya diatas telapak tanganku sembari menciuminya. Lagi suara ibu Rukiah memanggil Susan dan memberitahu jika air panasnya telah tersedia.
" Bang sebentar aku persiapkan permandianmu," ucapnya meninggalkanku.( Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (54)

http://www.youtube.com/watch?v=aMk46I3dO7w

==============
Susan menyusul, berlari terseok-seok tertahan arus sungai. Kali ini Susan berteriak agak keras memanggil, " Zung, tunggu, abang mau kemana? Tunggu Susan bang."
==============
AKU terus melangkah meninggalkannya dengan perasaan geli, dalam hatiku, Susan memang benar-benar jatuh menggelepar. Aku tak tega mendengar teriakannya berulang memanggilku. Aku menghentikan langkah sambil memutar tubuh menoleh kearahnya yang sedang berlari kecil.

Ketika aku melangkah hendak menyongsongnya, kaki kananku terbentur dengan batu kecil lalu jatuh terjerembab kedalam air. Aku berteriak menahan rasa sakit di pergelangan kaki, bekas korban kecelakaan lalulintas, dulu. Akh....aku menyesal"mempermainkan" Susan. Hanya sesaat, aku telah menerima "karma", kataku dalam hati.

Aku mendengar gemercik air mengiringi langkah Susan yang semakin cepat menemuiku yang masih mengaduh menahan rasa sakit. Aku menggapai batu dengan kedua tangan dibantu dorongan kaki kiri. Susan segera mengangkat tubuhku dari dalam sungai, melingkarkan tanganku keatas bahunya. Susan meringis mendengar jeritanku menahan rasa sakit.

Perlahan Susan mendudukanku ke atas batu tempat duduk sebelumnya, sementara Susan duduk diatas batu kecil menghadapku. Susan meluruskan kakiku di atas kedua pahanya sembari mengurut telapak dan jari kaki. Sejenak kemudian, Susan bergegas ke tepian sungai. "Sebentar, aku mau mengambil handuk, abang kedinganan," ujarnya. Susan melap seluruh tubuhku setelah dia membuka t-shirt yang aku kenakan. Kembali Susan mengangkat kakiku keatas pahanya sambil mengurutnya.

"Ini balasan untuk orang nakal," ujarnya menggoda sekaligus mengalihkan rasa sakit. Aku tertawa seraya meringis menahan rasa sakit, perih. "Sebenarnya aku bukan nakal, hanya Susan saja nggak dapat mengimbangi "permainan", ujarku. Mestinya, ketika aku meninggalkanmu, Susan memanggilku dengan nyanyian sambil memutar-mutar tubuhmu mengitari pohon, menengadahkan tanganmu kearahku sambil menggoyangkan kepalamu dengan lirikan ekor mata mu," gurauku lagi.

" Hahaha....maksud abang seperti film India? Ughhh...aku paling nggak suka, film itu yang aku paling nggak suka, cengeng," balasnya
" Iya..inilah korban atas ketidak sukaanmu itu, kaki terpelintir. Bagaimana kalau sekarang Susan bernyanyi sambil mengurut kakiku, supaya cepat pulih." ucapku tertawa. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (53)



All You Need Is Love - Movie Mix
Love, love, love./Love, love, love./Love, love, love. There's nothing you can do that can't be done./Nothing you can sing that can't be sung./Nothing you can say but you can learn how to play the game./It's easy.

Nothing you can make that can't be made./No one you can save that can't be saved./Nothing you can do but you can learn how to be you in time./It's easy. All you need is love./All you need is love./All you need is love, love./Love is all you need.

All you need is love./All you need is love./All you need is love, love./Love is all you need. Nothing you can know that isn't known./Nothing you can see that isn't shown. /Nowhere you can be that isn't where you're meant to be./It's easy.

All you need is love./All you need is love./All you need is love, love./Love is all you need.
All you need is love (all together, now!)/All you need is love. (everybody!)/All you need is love, love. Love is all you need (love is all you need). Yee-hai!/Oh yeah!/She loves you, yeah yeah yeah./She loves you, yeah yeah yeah.
===================
Mendengar aku menyebut "mertua" Susan langsung berdiri dari kursinya dan mendekap seraya memutar wajahku menghadap wajahnya matanya binar, mulutnya berujar, " Zung, sayang, abang belum sempat mengenal ayahku."
===================
Selesai makan, Susan meninggalkanku sendirian di ruang makan. Sejenak kemudian Susan keluar dari kamar dengan pakaian celana pendek dan t-shirt. Kali pertama Susan berani "mempertontonkan" kemolekan tubuhnya di hadapanku dengan pakaian minim. Tanpa sepengetahuanku, Susan juga sudah menyiapkan pakaian yang sama seperti yang dia kenakan, "Zung, ganti pakaiannya, aku sudah siapkan dikamar," ujarnya.

Aku dan Suan menelusuri jalan kecil menuju sungai bening yang terbentang luas mengalir membentur batu-batu besar, meliuk diantara akar pohon besar yang tumbuh dipinggir sungai. Sambil berlari kecil, Susan meraih tanganku dan melingkarkan di atas pinggulnya. Sesekali dai menatapku dan mendaratkan bibirnya di pipiku.

Susan menghentikan langkahnya di tepi sungai, kembali menatap, tangannya diletakkan diatas pundakku. Meski baru dalam hitungan minggu bersahabat dengannya, aku telah paham body langguagenya. Segera aku mengangkat tubuhnya dalam pelukanku sembari melangkah menuju ke dalam sungai.

Beberapa pasang mata memperhatikan tingkah anak manusia yang sedang merajut kasih, aku dan Susan. Ibu Rukiah tersenyum menatap kami dari seberang sungai sambil menuntun bocahnya meninggalkan kami yang sedang "menenun" kasih di tengah dinginnya sungai mengalir.

Susan masih dalam pangkuanku, aku memilih duduk tempat diatas akar kokoh yang menopang pohon besar. Susan enggan melepaskan tanggannya dari atas pundakku, sementara aku duduk diatas akar pohon sementara Susan masih bergelayut manja dalam pelukan.

"Susan, kamu nggak malu dilihatin banyak orang dari seberang sana,?" tanyaku. Susan hanya menggelengkan kepala perlahan kemudian memagut daguku. Aku akhiri "sesi" ini dengan melepaskan tanganku, tubuhnya tercebur kesungai. Aku segera melompat kearahnya sebelum dia mengumpat, marah.

Sementara dia gelegapan dalam sungai, aku mengangkat tubuhnya. Wajahnya merengut, tangannya memukul-mukul dadaku, "Zung nakal," ujarnya. Kembali aku benamkan tubuhnya kedalam sungai. Aku melepaskan tanganku sembari meninggalkan Susan, berenang menjauhinya.

Susan berteriak ditingkahi batuk karena kerongkongannya keselak air masuk melalui mulutnya. " Bang aku kedinginan," teriaknya sambil mengangkat kedua tangannya minta tolong. Aku biarkan dia sendirian, aku duduk diatas batu besar ditengah sungai. Susan terus berteriak meminta tolong keluar dari sungai. Aku balas teriak, " berusahalah sendiri, hidup harus ada perjuangan," jawabku dalam gurauan.

Susan mengomel sambil melangkah keluar menuju akar pohon. Dia duduk kedinginan mengibas-ngibaskan rambutnya tanpa menolehku. Aku merasa puas "mempermainkan" nya, aku juga merasa geli melihat tingkah Susan yang sehariannya adalah dosenku.

Aku bangkit dari batu besar tempatku duduk berjalan menuju pinggir sungai meninggalkan Susan masih duduk di atas akar pohon. Susan terus berteriak memanggil, aku terus melangkah tanpa menolehnya. Susan menyusul, berlari terseok-seok tertahan arus sungai. Kali ini Susan berteriak agak keras memanggil, " Zung, tunggu, abang mau kemana? Tunggu Susan bang." (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (52)

http://www.youtube.com/watch?v=8zlt57Q7ZVU

================
Welelhh, aku cuma bercanda, kok ditanggapi serius? Mati aku.
“ Kok, Susan serius, aku hanya bercanda.” ujarku.
“ Aku serius bang.!” jawabnya belum melepaskan pelukannya.
================
KAMI berangkat ke kebun dengan mobil Land Cruiser milik suaminya. " Zung kamu yang setir, hati-hati jalannya masih tanah dan berkubang," ujarnya ambil menyerahkan kunci mobil. Sebelum kami tiba, Susan menyuruhku menghentikan mobil disisi bahu jalan."Tunggu sebentar bang, aku mau mengambil kunci rumah." Aku dan Susan menuju rumah sederhana, disambut seorang perempuan usia paruh baya.

"Selama ini, mereka sudah bertahun-tahun mengurus kebun dan rumah peninggalan ayah. Entah mengapa suamiku tak pernah mau diajak ketempat ini," ujarnya.

" Kapan Susan terakhir kesini? tanyaku, sementara Susan membuka pintu.
" Sejak ayah meninggal. Ini kali pertama aku berkunjung, kecuali ibu sekali dua minggu masih tetap berkunjung,"ujarnya dengan suara tersendat.

"Susan kita datang kisini mau melanjutkan semaian kasih yang sedang bergelora atau untuk mengingat masa lalumu?"
" Iya Zung, maaf aku terbawa perasaan, " ujarnya, bibirnya menyapu suara tersendat.

Susan menuntunku ke sebuah kamar, tampaknya tempat tidur dan bed cover baru terpasang, semerbak wangi menyembul dari dalam kamar. Susan merebahkan tubuhnya diatas kasur, membiarkan aku berdiri menatap sekeliling ruangan.

" Puluhan tahun lalu, kamar ini , tempat aku, ayah dan ibu melepaskan lelah setelah kami selesai "menjelajahi" kebun dan mandi bersama di sungai yang baru saja kita lewati. Zung, kesini rebahan, abang tampaknya letih."
Ibu Rukiah yang merawat rumah dan kebun datang menyusul membawa sejumlah bungkusan. " Neng Susan, aku sudah siapkan makanan dimeja," teriaknya dari ruang makan.

Aku bergegas bangkit dari tempat tidur, tetapi Susan menahanku seraya bertanya, " Zung, aku mencintaimu dengan sepenuh hati. Apakah abang mencintaiku?"
" Iya Susan, aku mencintaimu, tetapi aku bingung kenapa aku mencintai seorang perempuan yang telah mempunyai suami?"
" Zung, aku telah mengutarakan semua kisah pernikahanku dengan suamiku ."
" Iya, tetapi Susan masih terikat pernikahan dengannya. Bagaimanapun aku harus menghargai ikatan itu."

Susan diam, matanya menatap hampa langit-langit kamar, tangannya melepaskan pelukannya dari tubuhku. Aku segera mengakhiri kekakuan dengan membalikkan tubuhku menghadapnya seraya berbisik di telinganya, " Susan, aku akan segera menikahimu setelah Susan resmi bercerai dengan suamimu."

Susan membalas dekapanku erat seakan tak mau melepaskan. " Zung, aku akan meminta cerai setelah dia kembali dari London. Seperti aku ceritakan sebelumnya, suamiku ( dulu) ingin memulangkan aku kerumah ibu, tetapi ketika itu aku masih menolak, aku tidak tega. Bang, nanti setelah kita menikah, kita akan berbulan madu ke California, mau kan abang.?"
"Jangankan ke California, ke bulanpun aku mau," jawab ku bergurau.

Kembali ibu Rukiah mengingatkan kami, jika makanannya telah sedia. Susan melepaskan dekapannya turun dari tempat tidur mendahuluiku, dia berlagak mengangkat tubuhku dari tempat tidur," bang ayo makan," ujarnya sembari ketawa.

Seperti biasanya, Susan mengisi piring dan gelas, dia duduk persis di sebelahku. Sembari menikmati makanan siang dia mengutarakan rencana kedepan bila nanti kami menikah, mulai dari jumlah anak hingga pekerjaan setelah aku di wisuda.

Pada akhir tuturan rencananya, dia bertanya, " bagaimana bang, setuju kita cukup punya anak dua? Zung, mau kan bekerja ditempat ayah bekerja di masa hidupnya?"

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala. Susan mencubit pahaku minta jawaban pasti, " Zung, aku nggak suka cara abang menjawab pertanyaan ku. Ayo bang, jawablah, kita cukup punya dua anak, dan abang mau bekerja ditempat alamarhum ayah bekerja.?"

" Iya, dua belas anak pun aku setuju dan mau bekerja di perusahaan tempat ayahmu-mertuaku- bekerja."
Mendengar aku menyebut "mertua" Susan langsung berdiri dari kursinya dan mendekap seraya memutar wajahku menghadap wajahnya matanya binar, mulutnya berujar, " Zung, sayang, abang belum sempat mengenal ayahku." ( Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (51)



“When you love someone”
When you love someone - you’ll do anything /you’ll do all the crazy /things that you can’t explain you’ll shoot the moon - put out the sun .
when you love someone /you’ll deny the truth - believe a lie /there’ll be times that you’ll /believe you can really fly /but your lonely nights - have just begun /when you love someone

when you love someone - you’ll feel it deep inside /and nothin’ else /can ever change your mind when you want someone - when you need someone /when you love someone...

when you love someone - you’ll sacrifice /you’d give it everything /you got and you won’t think twice you’d risk it all - no matter what may come /when you love someone... yeah you’ll shoot the moon - put out the sun /when you love someone
==============
Susan tidak menanggapiku, hanya senyum sambil setengah berteriak, “Zung...buruan aku sudah lapar.”
===============
Segera aku berlari menuju kamar mandi, akh..lagi-lagi Susan “berzakat”. Sepasang pakaian —jeans dan t-shirt- digantung dikamar mandi. Dari kamar mandi aku berteriak, “ Susan, pakaian ini untuk siapa, untuk suami atau untuk pacar.?”
Susan menjawab dengan teriakan pula, untuk “ mahasiswaku, pacarku.!”
Susan telah menungguku dimeja makan, dia tersenyum melihat pakaian yang aku kenakan. “Zung, kita serapan sekedarnya, aku capek nggak sempat masak, nanti siang kita makan diluar.” ujarnya.
“Pembantu dimana.”
“ Ada, ada perlu apa cariin dia.?”
“ Kenapa bukan dia yang masak.?”
“ Nggak boleh, dirumah ini hanya aku yang dapat melayani abang, spesial.!”

“ Spesial...? nggak juga, kemarin aku mau masukin mobil yang buka grasi pembantumu.!”
“ Zung, masa tega, aku yang buka grasi.?” ucapnya tertawa.
***
TUTURAN kisah Susan, mengubah prasangka buruk terhadapnya yang selama ini melekat dalam diriku. Kisah Susan yang masih terekam segar dalam benakku hampir mengurungkan niatku pulang kampung, sebagaimana usul Magdalena, menjauhi Susan sekaligus melupakannya.

Aku ingin menceritakan, sekedarnya, ikhwal kisah Susan kepada Magda dan Mawar, walau Susan telah mengingatkanku agar tidak menceritakan kepada siapapun. Harapanku, Magda dan Mawar dapat mengubah stigma binal terhadap Susan.

Suasana pagi hingga siang mengukir kesan tersendiri bagi diriku, juga dengan Susan, meski aku dan dia menghabiskan waktu hanya dengan sendagurau, kadangkala Susan bergelayut manja dipangkuanku. Sikapku berubah drastis sejak mendengar kisahnya. Perasaan seakan tidak lagi bersahabat dengan seorang nyonya.

Setelah kami puas bercengkerama dirumah, Susan mengajakku ke suatu desa yang aku belum pernah kujalani.
“ Zung masih merasa capek? Kita jalan kesana yuk?” ajaknya, sambil bergegas masuk kedalam kamarnya.

Susan memanggilku dari dalam kamarnya, “ Zung, sebentar kesini, bantuin aku.”
Segera aku berlari kecil menemuinya dikamar, “ Apa yang perlu kubantu.?” tanyaku sembari melihatnya berdiri didepan lemari pakaiannya.

“ Pilih bang, warna apa yang abang suka aku kenakan siang ini,?” ujarnya sambil memilah-milah pakaiannya dalam lemari.
“ Semuanya bagus, terserah Susan yang mana.”

“ Nggak bang, mesti abang yang pilih,” bujuknya manja.
Aku pilih gaun berwarna biru, mirip gaun Magda. Susan ketawa
cekikian atas pilihanku, “ Zung kita bukan mau kepesta.!”

“ Tadi aku bilang terserah kamu, tetapi kamu paksa aku memilih. Setelah aku pilih, kamu tertawa ngenyek,” kataku sambil meninggalkannya.

Buru -buru Susan menahanku, “ Bang...nggak aci merajuk. Iya..aku akan pakai pilihan abang, tetapi jangan pergi dulu.” pintanya.
“ Masa aku lihatin kamu ganti pakaian.”?
“ Bukan, boleh aku bawa pakain satu lagi.?”
“ Terserah, bawa satu koper juga nggak apa-apa kok, sekalian kita kawin lari.” balasku bercanda.

Segera dia memutar tubuhnya menghadapku, suaranya manja, “ bang belum sekarang.” Susan merangkul ku erat sekali, dan mengulang ucapannya, “ belum sekarang bang.”

Welelhh, aku cuma bercanda, kok ditanggapi serius? Mati aku.
“ Kok, Susan serius, aku hanya bercanda.” ujarku.
“ Aku serius bang.!” jawabnya belum melepaskan pelukannya.


Los Angeles. March 2009

Tan Zung