Monday, March 9, 2009

Dosenku "Pacarku" (74)

"Private Emotion"
Every endless night has a dawning day/Every darkest sky has a shining ray/And it shines on you baby can't you see/You're the only one who can shine for me
[ CHORUS: ] /It's a private emotion/that fills you tonight/And a silence falls between us As the shadows steal the light/And wherever you may find it /Wherever it may lead/Let your private emotion come to me/Come to me

When your soul is tired and your heart is weak/Do you think of love as one way street/Well it runs both ways, open up your eyes/Can't you see me here, how can you deny
[ CHORUS ]
Every endless night has a dawning day/Every darkest sky has a shining ray/ It takes a lot to laugh as your tears go by But you can find me here till your tears run dry
[ CHORUS ]
=======================
" Magda, sungguh aku tak tahu sebelumnya.?"
" Seperti aku katakan tadi, memang, abang tak mampu lagi melihat relung hatiku yang pernah bergelora menyatu dengan gelora cinta mu selama lima tahun.!"
========================
" Magda, aku mengaku jujur terhadapmu perihal hubunganku dengan Susan, karena aku masih merasakan keterpautan hati meski dalam sukma yang terluka."

" Bang, mestinya dalam sukma yang terluka tidak lagi menorehkan luka baru. Zung, sempurna sudah luka dalam bingkai siksa yang abang ukirkan dalam tatanan hidupku. Aku tidak lagi menemukan ketulusan hatimu setelah mengikatkan diri dengan perempuan lain.!"

" Magda, untuk yang terakhir, aku mengharap, kau akan memaafkanku. Sungguh aku tak mengerti, ternyata masih ada relung yang tesisa diantara hatimu yang terluka."

" Sejak abang menabur benih cinta dalam sudut-sudut sukmaku, tidak satu akar ilalang aku biarkan tumbuh meski benih cinta yang abang taburkan telah aku tuai dalam dera tak berkesudahan, hingga kini. Zung, aku terus memaafkanmu, mungkin, itu sebabnya abang menganggap rendah atas ku."

" Magda, aku tak pernah menggangap rendah dirimu, hanya saja aku tidak dapat membaca dengan sempurna relung hatimu, karena aku selalu dihantui rasa bersalah."

" Zung, kesalahan yang sama terulang dalam bentang waktu yang berbeda, bukan.!?"
" Iya, mungkin ini kesempatan akhir menuju niat tulus --lima tahun-- yang tertunda."

" Kesempatan apalagi yang abang harap. Apa mungkin dua matahari terbit dalam waktu bersamaan.?"
" Iya, aku kan sudah katakan, mau membatalkan niat pernikahan ku dengan Susan. Kini aku sadar, janji menikahi Susan adalah keputusan emosional."

" Bang, aku ini perempuan, masih punya hati dan perasan. Tadinya aku tak setuju hubungan mu dengan Susan, karena aku tak terpikir kalau abang dan Susan belum melangkah jauh. Bukankah abang juga pernah menjanjikan hal yang sama ( dulu) mau menikahi ku? Tetapi akhirnya berujung tanpa bayang dalam lorong gelap dan berliku.

Tadinya aku masih mengharap, sepercik cahaya akan tersembul didalamnya, namun lolongan serigala menyambut ku diujung lorong kebinasaan itu. Zung, jangan biarkan lagi serigala itu mencabik- cabik korban baru."

" Magda, aku juga korban kecerobohanku. Tetapi aku harus membatalkan niat untuk menikahinya. Itu jalan terbaik untuk masa depanku, meski Magda tidak lagi memaafkan ku. "

" Zung belajarlah dari masa lalu, bukankah abang kerap mengatakan masa lalu mengajar dan menghantarkan kita menyongsong mentari pagi? Ketika itu, aku sangat marah dan cemburu karena Sinta bersandar diatas dadamu sepulang dari kampung.

Abang mengingatkan ku, akupun sadar. Sejak itulah aku belajar dan lebih-hati-hati dalam melangkah bersama dengan mu. Bukankah sejak kejadian itu abang telah melihat dan merasakan ketulusan hati serta dewasaanku ? Kemudian tanpa aku sadari badai maut menerpa diriku dari seseorang yang aku dambakan. !?"

" Iya...Magda aku mengerti itu," ucap ku tak bergairah. " Magda, kenapa tadi malam mencium pipiku dan menangis sesunggukan ketika meninggalkan kamar ku?"

" Aku mencium mu pertanda aku masih mengasihi mu sebagai seorang sahabat yang pernah aku cintai, dan aku menangisi kenapa aku dan abang harus berjumpa dalam bentangan waktu yang cukup lama, kemudian kita akhirnya mengingkari keindahan itu hanya dalam sekejap.

Bang, aku masih mencintai mu sebagai teman. Abang tak usah mengaharap (lagi)lebih dari situ."

"Magda, tangisan dan air matamu menyiksaku akibat kecerobohan ku dulu.!"
" Zung, bujuk rayumu tak mampu lagi meruntuhkan dan mencairkan kebekuan hatiku." ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Taz Zung

Dosenku "Pacarku" (73)


When A Man Loves A Woman"
When a man loves a woman/Can't keep his mind on nothing else /He'll trade the world/For the good thing he's found /If she's bad he can't see it/She can do no wrong /Turn his back on his best friend/If he put her down

When a man loves a woman/Spend his very last dime /Tryin' to hold on to what he needs/He'd give up all his comfort /Sleep out in the rain/If she said that's the way it ought to be

Well, this man loves a woman/I gave you everything I had /Tryin' to hold on to your precious love Baby, please don't treat me bad
.............
AKU terhenyak dan berujar pelan, " Magda, tadi kamu bilang tak usah lagi mengungkit masa lalu. Tetapi kenapa Magda sendiri yang mengingkari ucapan mu?.

Magda meletakkan kembali kopi yang telah diseduhnya keatas meja, " Zung, aku tadi bilang, jangan mengingat kepahitan masa lalu."
" Magda, nanti juga ada waktunya, Magda akan mengalaminya entah dengan siapa.!"

"Justru itulah abang. aku ingin menyaksikan sahabat lama ku Sinta menikmati kebahagian itu. Karena bagi ku sendiri hal itu sesuatu yang mustahil akan terjadi.!" ucapnya serius.

" Jangan ngomong seperti itu. Tadi kamu katakan, telah melupakan kepahitan masa lalu, kok sekarang malah memendam."ujarku lagi mengingatkannya.

" Zung, Magda tidak memendam apapun dan kepada siapapun. Kalau aku dendam, ngapain aku mau ikut abang ke kampung."
" Jadi maksud mu, Magda tidak akan menikah selamanya.?"
" Sebagaimana abang tanyakan."

" Kenapa...? Mengapa keputusan mu sepahit itu.?"
" Itu adalah jawaban yangku peroleh dalam kehingan jiwa dari hati yang bening. Entah kelak, mungkin ada malaikat yang mampu mengubah keputusanku.!"

" Tidak, itu bukan keputusan dari hati yang bening. Itu hanya keputusasaan.!" suaraku menghentak.
" Sejak kapan abang mampu melihat kebeningan hatiku.?"
" Nah..lagi, Magda, ternyata kau masih menaruh dendam.!" ucapku.

" Aku nggak dendam, sungguh.! Bang, lima tahun, lebih dari cukup aku dan abang merasakan kenikmatan cinta. Kemudian kenikmatan itu berakhir diujung pengharapan yang terluka. Aku telah menerima dengan ikhlas dan itu membuatkan semakin dewasa.

Aku salut melihat abang, dalam waktu relatif singkat dapat melupakan perjalanan panjang yang sangat indah itu, kini "mencicipi" madu segar, bahkan mau menikah. Abang mau mengundang ku nanti pada pernikahan mu dengan ibu Susan.?"

Aku bergegas meninggalkannya di dapur, tak tahan mendengar kalimat- kalimatnya menohok tajam. Magda menahanku dengan memegang lenganku.
" Kenapa abang ? Tersinggung? Adakah yang salah dengan ucapanku.? "

Aku tak memperdulikan ucapannya, segeraku melepaskan gemgaman tangannya dan melangkah keruang makan.

"Tunggu, aku aku bawakan kopi ini ke depan, sebentar aku bantu abang jalan." Magda mendahului ku jalan ke ruang tamu, kemudian kembali menemui dan memapah setelah mencium pipi ku.

" Bang nggak merasakan kehangatan jiwa ku sejak kemarin pagi.?. Abang tak mampu lagi melihat relung hatiku yang pernah bergelora menyatu dengan gelora cinta mu?

"Memang, pernah abang mengingatkan ku, cinta tidak selalu berakhir dengan pernikahan, dulu aku menolak pandangan mu itu. Tetapi akhirnya aku menerima dan mengakui kebenarannya. Bang, duduklah, tampaknya abang kelelahan berdiri," ucapnya.

Aku heran melihat Magda begitu dewasa saat berbicara dan menahan emosinya pagi itu. Apalagi setelah dia mengajak ku duduk bersama, sepertinya aku dan dia tidak pernah mengalami luka yang mendalam. Tetapi hatiku resah dengan keputusannya, tidak akan menikah.

"Zung, aku juga salah mengharap, setelah pertemuan kita, aku, Mawar dan abang, di restauran minggu lalu. Aku merasakan ketersiksaanmu atas perpisahan kita, sehingga abang melampiaskannya mabuk-mabukan di discotik.

Aku tak tega melihat abang membunuh dirimu secara perlahan-lahan. Sejak saat itu dan atas bujukan Mawar sahabat kita, kebencianku berubah terhadap abang.

Ternyata aku dan Mawar salah menilai. Abang bukan lagi seperti yang kami kenal sebelumnya. Abang sudah terlalu jauh melangkah, dan pengakuan jujurmu tadi malam, mau menikah dengan ibu Susan, membuat keputusan akhir, tak ada satupun lelaki yang aku dapat percayai."

" Magda, sungguh aku tak tahu sebelumnya, karena selalu dihantui rasa besalah.?"

" Seperti aku katakan tadi, memang, abang tak mampu lagi melihat relung hatiku yang pernah bergelora menyatu dengan gelora cintamu selama lima tahun.!" (Bersambung)


Los Angeles. March 2009
Taz Zung

Dosenku "Pacarku" (72)

http://www.youtube.com/watch?v=9EHAo6rEuas

Please Forgive Me*
It still feels like our first night together/Feels like the first kiss and/It's gettin' better baby/No one can better this/I'm still holding on and you're still the one

The first time our eyes met it's/the same feelin' I get Only feels much stronger and I/wanna love ya longer/You still turn the fire on

So If you're feelin' lonely.. don't/You're the only one I'd ever want I only wanna make it good/So if I love ya a little more than I should Please forgive me I know not what I do/Please forgive me I can't stop lovin' you Don't deny me

This pain I'm going through/Please forgive me/If I need ya like I do Please believe me/Every word I say is true/Please forgive me I can't stop loving you Still feels like our best times are together/Feels like the first touch

We're still gettin' closer baby/Can't get close enough I'm still holdin' on /You're still number one I remember/the smell of your skin /I remember everything/I remember all your moves /I remember you/I remember the nights ya know I still do

One thing I'm sure of/Is the way we make love/And the one thing I depend on /Is for us to stay strong/With every word and every breath I'm prayin' /That's why I'm sayin'...
=============
Magda goyang-goyang kepala seraya mendekatkan wajahnya ke wajahku," sejak berteman dengan ibu Susan, otak abang dijejalin apa sih? Kok mengeluh melulu.!?
=============
MAKAN bersama siang itu diwarnai rasa kekeluargaan yang sangat kental. Inanguda, mami Magda, mengurai silsilah kekerabatan orangtua yang melahirkannya--kakek Magda--dengan aku punya kakek. Magda menyimak serius, tidak seperti dulu ketika paman mengurai silsilah yang sama, Magda tidak perduli bahkan pernah marah ketika aku panggil ito, pada hal itu sesuai dengan urutan silsilah.

" Bang Tan Zung, jadi pulang besok?" tanya Magda.
" Tunggu pulih benarlah kakinya," usul mami Magda.
" Mungkin hari Jumat, karena kebetulan besoknya Sinta putrinya paman akan nikah."

" Eh...inanguda hampir lupa. Tolong nanti sampaikan tumpak(kado,pen)ku pada Sinta. Sampaikan salam ke ito, ayahnya Sinta. Katakan inanguda nggak bisa datang."
" Magda mau ikut,?" tanyaku iseng.

" Kalau mami kasih, aku mau, tetapi aku ajak Mawar. Boleh aku pergi mam.?" tanya Magda.
" Terserah Magda tapi tanya dulu Mawar kalau dia punya waktu."
Segera Magda menghubungi Mawar melalui telephon setelah maminya memperbolehkannya ikut. Tidak begitu lama, Magda meletakkan gagang telephonnya. "Mawar nggak bisa mam, dia pergi ke Siantar dengan maminya.!" ujarnya agak kesal.
" Iya sudahlah inang, lain kali saja," jawab mami menghibur
***
Selesai makan siang, mami Magda meninggalkan kami berdua di dalam rumah. " Mami mau pergi ke kantor papi, ada yang mau ditandatangani. Dari sana nanti langsung ke rumah om dokter. Magda jangan nakal pada ito mu." ujar maminya sambil meninggalkan meja makan.

Sepeninggal inang uda, Magda memandangiku dan bertanya, " sejak kemarin, kenapa kok mami ngebelaian abang terus? Heran.!"
Memang, seharusnyalah orang yang terabaikan dan tertindas harus dibela, dan mami tahu itu.
" Bang, aku serius. !" Aku nggak suka dengar lagi kata-kata terabaikan dan tertindas. Memang siapa yang mengabaikan dan menindas abang!?"

" Magda...! Makanya, abang jangan dimarah dan di cacimaki lagi. Aku mau bermalam disini, karena aku menganggap mami dan Magda adalah keluarga. Tadinya aku mengharap Magda mau membantu dari ketersesatanku, ternyata kata makian yang aku peroleh. Tetapi nggak mengapa, abang juga tak dapat memaksa Magda untuk membantuku. Barangkali saja, Magda masih memendam kesalahanku dulu."

" Magda tidak ada dendam kepada abang. Aku sudah mengubur masa-masa pahit yang menyakitkan itu. Kalau aku masih ada dendam, ngapain Magda mengajak abang kesini. Bang, memang kadang kala, masa indah kita dulu tak dapat aku lupakan walaupun berakhir tragis. Tetapi Zung, percayalah, kepahitan masa lalu, aku tetap berusaha melupakannya. Seperti ucapan abang tadi malam, semuanya terjadi diluar kehendak kita. Situasi saat itu belum berpihak padaku, sehingga abang pun mengambil kesimpulan yang salah atasku," balasnya lembut.

"Terimakasih Magda, maaf, selama ini aku telah salah duga."
" Sikap abang seperti itu kan membuat kita seperti ini. Abang saja yang tidak percaya pada Magda. Tapi, sudahlah bang, kok kita jadi ngomongin yang telah berlalu. Abang, sudah mau pulang atau mau kubuatkan teh atau kopi?"

" Aku mau Manson kalau ada," jawab ku bergurau.
" Iya, aku ambilkan sebentar," balasnya, dia meninggalkanku di meja makan.
" Magda, tunggu aku mau ikut."
Magda membantuku berdiri dan memapah ke dapur.
"Bang, Manson nggak ada, ini rumah bukan discotik, abang mau kopi atau teh,"tanyanya dengan tertawa.

"Apa saja aku mau. Tetapi aku juga akan seduh buatmu. Ito Magda mau kopi atau teh, ?" gurau u.
" Nggak usah bang, aku nanti buatkan sendiri." jawabnya.
" Aku pun nggak usahlah, abang juga buat bisa buat sendiri," balasku.
" Ini juga bentuk pemaksaan kehendak. Ini sendoknya, gulanya buatku sedikit saja bang," ujarnya. Magda tertawa.

"Ngomong-ngomong, Magda serius ikut ke kampung kalau tadinya Mawar ada waktu.?"
" Iya seriuslah, maka aku langung telefon Mawar. Aku kan tadi bilang, aku telah melupakan semua kejahatan abang. Aku juga kangen dengan Sinta dan ingin menyaksikan kebahagian mereka ketika menerima berkat dari pendeta. Aku ingin melihat Sinta sahabatku, paribanmu, disuap oleh suaminya didepan para undangan, seperti yang pernah abang janjikan, dulu, kepadaku." (Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Taz Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (71)

http://www.youtube.com/watch?v=Agbs8EYvOww


==================
Magda mengetuk ruangan Susan, tak ada jawaban. Sebenarnya, aku tahu, saat itu Susan nggak ada di ruangannya, hari ini dia masuk kantor pada siang hari. Aku hanya menguji keberaniannya.
==================
" Kita pulang saja, mungkin dia masih dirumah."
" Mau aku antar ke rumahnya,?" ucap Magda nantang.
" Nggak usah, rumahnya terlalu jauh, kakiku teras pegal,"ujarku berdalih.
" Ah... abang ketakutan nih..."
"Iya, aku takut. Soalnya kita masih mahasiswanya. Kecuali sudah tamat, aku nggak perduli."
" Kalau abang takut, kenapa ngajak aku mengantarkan abang kesini.?"
" Aku hanya menguji keberanian dan kesetiaan seorang sahabat."
"Sesudah itu apa....?"

" Iya itu, yang aku bilang tadi malam di hall way itu!"
"Nggak ada hal lain yang dibicarakan bang?"
" Nggak ada, selama aku bersama denganmu, iya pembicaraan seputar disitu saja."

" Ayo bang, kita pulang, atau abang naik sudako (sejenis mobil kecil yang berfungsi angkutan umum,pen ) saja," ucapnya ketawa.
" Nggak ah... sama saja kita , nanti kamu habisi ikan arsikku," ujarku bergurau.
Aku minta kunci motor dari Magda;" Nanti kalau sudah diluar kampus, kamu yang bawa. " Magda menolak aku mengenderai motornya, alasannya, kakiku belum pulih sempurna.

" Magda, aku malu dilihatin orang. Nanti kalau keluar dari kampus kamu yang bawa," bujukku. Magda akhirnya menyerah, dia menyerahkan kunci motornya. Setelah keluar dari kampus, Magda menyuruhku berhenti.

"Bang, aku lah yang bawa," pintanya. Aku tak perduli, motor terus melaju. Dia mencubit paha dan pingganku supaya aku berhenti, tetap aku tak memperdulikan, hingga akhirnya dia diam sendiri.
***
Maminya mengomel kepada Magda setelah melihat aku membawa motor, "Kenapa bukan kau inang yang bawa motornya, kaki itomu masih sakit." ujarnya setelah kami tiba teras rumah.

Magda bertolak pinggang sambil mengomel. "Apa tadi aku bilang hah..!? Abang jugul ( keras kepala, pen), senang kalau aku terus di onelin mami..!" ujarnya, sambil mencubit lenganku kuat, perih.

"Abang jalan sendiri saja, aku nggak mau bantuin," katanya kesal sambil melepaskan tangannya dari lenganku.
" Yah... tertindas lagi. Nggak cukup di cubit, sekarang dibiarkan jalan sendiri. Pada hal, Magda yang melarangku membawa tongkat, kini aku tak diperdulikan!" keluhku.

Magda tak tega mendengar keluhanku, dia membantuku tetapi berpura-pura marah. "Makanya jangan bandal, dengar omongan orang biar jangan ditindas," ujarnya tersenyum sambil melingkarkan tanganku ke pinggangnya.
" Ohya...iya..ya.. aku dibantu tapi dibawah tekanan, repressive," gumamku

Magda goyang-goyang kepala seraya mendekatkan wajahnya ke wajahku," sejak berteman dengan ibu Susan, otak abang dijejalin apa sih? Kok mengeluh melulu.!?( Bersambung)

Los Angels, March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (70)

==============
Aku mulai mencium wewangian semerbak bunga malam berkuncup pagi. Setelah menghabiskan serapan pagi, aku minta tolong kepada Magda untuk mengantarkan aku pulang kerumah, mandi dan ganti pakaian.
==============
Seperti biasa, bibi menyambutku "heboh" apalagi karena aku datang dengan perempuan. "Bapa nginap lagi....? Bapa nginapnya bergiliran iya," tanyanya pelan diiringi tawa setelah Magda keluar dari kamarku.
" Bibi...! Nanti dia dengar, nggak enak," ingatku.
"Makanya aku bicara pelan, supaya nggak kedengaran," balasnya sambil ketawa ngakak meninggalkan kamarku.

Magda tersenyum simpul, ketika aku keluar dari kamar mengenakan pakaian hampir sama seperti yang dia kenakan, jeans dan t-shirt, yang dia belikan waktu ulang tahunku sebelum hubungan kami putus. Tiba-tiba bibi berceloteh dari dapur ketika aku dan Magda hendak pergi, " Bah...pakaiannya sama, cantik sekali. Bapa nggak usah pakai tongkat lah biar kelihatan gagah. Apalagi bergandengan dengan Magdalena," ujarnya cengengesan.

Magda setuju usulnya. " Ya, bang nggak usah pakai tongkat, nanti aku bantuin kalau abang jalan." Bibi ngoceh lagi. " Jalannya, pelan-pelan saja bapa, biar kayak pengantiiinnn...!" Magda tersenyum mendengar ocehannya, sambil memegang lenganku melangkah keluar rumah.
" Jangan biarkan bapa main bola lagi," celoteh bibi.
Magda tak kuasa menahan ketawa mendengar "jabir'nya bibiku. "Iya..iya bi, aku jagain dia supaya nggak main bola dan nggak mandi lagi di sungai."

"Abang cerita kepada bibi bahwa kaki abang terkilir karena main bola?"
" Iya, pengakuanku sama seperti kepada mami, hanya kepada Magda aku berkata jujur."
***
"Magda, sepertinya kakiku sudah agak baikan. Biar aku yang bawa motornya."
"Nggak ah, nanti aku dimarahin mami. Abang malu kalau di bonceng iya?"
" Nggak juga. Ya sudah, tapi nanti aku bisa pegang pinggang Magda?"
" Terserah, tapi jangan salahkan aku kalau ibu Susan marah kepada abang."

" Boleh mampir sebentar ke kantor ibu Susan? Aku ada yang perlu," ujarku menguji hatinya.
" Serius ini, aku antar abang kesana?"
" Magda berani?"
" Demi sahabat, aku antar sekarang, tak peduli kalau Susan marah." Magda sungguhan, kami menuju kampus. Dia parkirkan motor agak jauh dari kantor Susan.
" Ah...ternyata Magda takut juga, kok parkirnya jauh sekali, lagi, manalah aku tahan jalan sejauh itu."
" Maaf bang, aku nggak sadar kalau kaki masih sakit. Aku bukan takut, aku juga mau pergi dengan abang menemuinya."

Magda parkir persis depan kantor Susan. Tak merasa canggung, Magda menuntunku ke depan ruangan Susan. Magda mengetuk ruangan Susan, tak ada jawaban. Sebenarnya, aku tahu, saat itu Susan nggak ada di ruangannya, hari ini dia masuk kantor pada siang hari. Aku hanya menguji keberaniannya. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (69)



http://www.youtube.com/watch?v=pTFKPdWw1Gc

"You're in my heart"
I didn't know what day it was/When you walked into the room/I said hello unnoticed/You said goodbye too soon Breezing through the clientele/Spinning yarns that were so lyrical/I really must confess right here/The attraction was purely physical

I took all those habits of yours/That in the beginning were hard to accept/ Your fashion sense, beardsly prints /I put down to experience The big bosomed lady with the dutch accent/Who tried to change my point of view /Her ad lib lines were well rehearsed/But my heart cried out for you

Chorus:
You're in my heart, you're in my soul/You'll be my breath should i grow old/You are my lover, you're my best friend /You're in my soul My love for you is immeasurable/My respect for you immense/You're ageless, timeless, lace and fineness .........

===============
Ah....wajahnya kuyu, mata sembab, tetapi sepertinya hati masih berbunga-bunga. Aku semakin bingung "menerjemahkan" semua kejadian sejak tengah malam hingga pagi ini. Ada apa diantara tangis dan tawa.?
================

Kedatangan mami Maga dari pasar membuyarkan scenario pagi ini. " Sudah bangun kau amang. Sampai pukul berapa kalian tidur tadi malam.?" tanyanya.

"Agak malam inanguda, keasyikan cerita kampus," jawabku.
"Sudah bangun itonya.?" tanyanya.
" Sudah, dia sedang mandi.!"

Inanguda mencegah, ketika aku mau membantu mengangkat barang belanjaannya dari beca. Dari teras, aku mendengar inang uda menegur Magda, " Kenapa nggak kau buatkan teh sama ito mu.?"

" Iya mam, tadi aku mau buatkan, tapi abang bilang nanti dulu." Takut aku memprotes kebohongannya, Magda buru-buru keluar menemuiku, jari telunjuknya ditempel di depan bibirnya, pertanda, abang diam. Aku merasa geli melihat tingkahnya. Tidak lama kemudian, Madga membawa secangkir teh dengan dua potong roti .

"Magda, kamu nggak pernah tawarkan teh sama ku sejak aku bangun, malah kamu membiarkan ku sendiri duduk bengong di teras ini."

" Bang, sebagai sahabat, harus memaklumi situasi ketika sahabatnya kepepet." ujarnya menirukan "nasihat" ku memaknai sahabat, tadi malam.

Aku memandangi kujur tubuhnya dibungkus sepasang pakaian yang aku pilihkan dulu ketika merayakan ulang tahunnya setahun sebelum pisah; jeans dan t-shirt dengan gambar setangkai bunga mawar didepan.
" Kenapa memandangi ku seperti itu bang.?" ujarnya sambil mengambil tempat duduk disamping, dia menghadapku.

" Aku hanya teringat seseorang. Ketika itu dia merajuk besar, bahkan hampir nggak jadi merayakan hari ulang tahunnya karena aku datang terlambat. Sahabatku itu terus diam selama perjalanan menuju Kesawan ketika ingin membeli sepasang pakaian.

Sebelumnya dia berujar padaku, mau merayakan ulang tahunnya secara sederhana dan pakaian sederhana. Aku mengusulkan, agar kami berpakaian yang sama; jeans dan t-shirt. Awalnya dia menolak, tetapi akhirnya dia setuju usulanku.

Ketika itu aku memang berjanji akan datang pukul sembilan tepat, tetapi karena kemacetan di jalan, aku terlambat lima menit. Aku tiba, wajahnya cemberut, aku minta maaf ketika itu , tetapi dia diam terus hingga kami berangkat.

Selama dalam perjalanan dia tak mau memandang ku di dalam beca seperti biasanya. Karena kesal, aku ingin meloncat mau bunuh diri melihat tingkah teman ku itu."

Magda tertawa lepas, " Kok mau bunuh diri, meloncat dari atas becak pula, itu namanya bunuh diri ecek-ecek bang.!"
"Terserah dibilang ecek-ecek, yang pasti kan ada kata bunuh dirinya, pertanda rasa kesal." balasku.

"Siapa dia itu bang, kok menjeng amat, terlambat lima menit langsung merajuk.?" tanyanya.
" Magdalena Elisabeth, mantan kekasih Tan Zung yang kini sedang terabaikan." jawab ku.

" Nggak ah.., abang mengada-ngada, ceritanya tidak seperti itu. Magdalena Elisabeth waktu itu marah, bukan merajuk, karena orang yang bernama Tan Zung itu matanya jelalatan melihat perempuan sedang berlalu di depan rumah, di depanku pulak lagi.

Iya.. jelas marahlah si Magda Elisabeth itu. Di depannya saja sudah mata jelalatan, apalagi dibelakangnya." ujarnya serius.

" Si Magda saat itu terlalu cemburuan, sebenarnya Tan Zung hanya melihat rambut perempuan itu, kebetulan panjangnya seperti rambut Magda."

" Memang, yang namanya Tan Zung itu paling bisa mencari-cari jawaban, mau menang sendiri." ujarnya mengukir senyum.

Magda mengoreksi cerita dulu, memang dia benar seratus persen. Aku sengaja poles ceritanya, memancing, kalau dia masih tertarik kisah lama kami. Aku mulai mencium wewangian semerbak bunga malam berkuncup pagi. Setelah menghabiskan serapan pagi, aku minta tolong kepada Magda untuk mengantarkan aku pulang kerumah, mandi dan ganti pakaian. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung