Wednesday, March 11, 2009

Dosenku "Pacarku" (80)

http://www.youtube.com/watch?v=ITNupfRijGg

===============
Aku berusaha menolak, tetapi Maya bersikeras mengajakku. Akhirnya aku mengalah lagi dengan bujukannya. Aku tak ingin mempermalukannya dihadapan orang banyak.
===============
"Tingkah" Maya mengundang perhatian para undangan yang menghadiri acara itu. Benar, penilaianku tak salah, Maya kini bukanlan lagi Maya yang aku kenal dulu. Secara tidak langung -dihadapan orang banyak -- Maya "memproklamirkan" kedekatannya denganku, sementara aku belum siap.
***
Aku tidak menyangka kalau puluhan teman Sinta dan suaminya sengaja datang dari Medan menghadiri pernikahannya. Ini juga salah satu alasannya aku merasa betah mengikuti acara resepsi. Maya terus memperhatikanku ketika aku duduk dan berbicara ditengah gadis-gadis molek. Maya tampaknya sedikit gelisah melihat gadis-gadis itu terkekeh-kekeh bersamaku.

Satu diatara gadis itu malah "over acting". Beberapa kali membisikkan sesuatu dekat ketelingaku, seakan kami sudah berkenalan lama. Maya segera bergabung dengan kami. Dia terpaksa duduk agak jauh, karena gadis-gadis teman Sinta duduk mengitariku. Maya mengeluarkan jurus "mengusir" gadis-gadis itu dari sekitarku. Dia mendekat dan berbisik ke telinga seraya tangannya menggemgam tanganku.

Tanpa diperintah, gadis disebelahku langsung hengkang memberi tempat duduknya kepada Maya. Satu persatu gadis-gadis itu pergi meninggalkan aku dan Maya duduk bersanding. Setelah beberapa lama kami duduk bersanding, aku menyuruh Maya kembali mendampingi pengantin, tetapi dia menolak, berdalih, masih ada teman pendamping lainnya melayani pengantin.

Lagi-lagi aku dan Maya menjadi perhatian para undangan khususnya keluarga dekat, ketika Maya secara khusus sibuk mempersiapkan makananku, terpisah dengan makanan orang banyak. Aku ingin menghindar dari perhatian orang banyak, mengajaknya pindah kesudut ruangan, tetapi Maya menolak. Sejumlah keluarga dekat Maya dan keluargaku "setor muka" dan mencari perhatianku.

Mereka secara bergantian mengantar minuman dan sejumlah makanan ringan, diantaranya" lampet". Hampir semuanya keluarga -khususnya perempuan--mencubit lenganku sambil senyum pertanda senang dan seakan setuju melanjutkan hubunganku dengan Maya. Dalam hatiku berkata....."ratu-ratu kompor bersileweran".

Selesai makan, Maya mengajakku menggati pakaiannya ke rumah. Aku coba menolak dengan dalih kakiku yang masih sakit.
" Kita jalan pelan saja bang, " ujarnya seraya menarik lenganku, mesra. Ah...akhirnya aku kini benar-benar jatuh dalam "pencobaan".
"Zung, sebentar aku bilangin dulu ke Sinta,"ujarnya sambil meninggalkanku. Sinta menoleh kearahku dan tersenyum setelah Maya berbisik ke telinganya.
***
Maya dan Sinta membujukku agar aku mau menghadiri malam perpisahan Sinta dengan anak-anak muda sekampung, juga sahabatnya dari Medan. Maya dan Sinta tak mempan, akhirnya mereka minta "bantuan" kepada ibuku. Sebelum disuruh ibu, aku langsung bergegas mengikuti Maya dan Sinta sambil memplototin keduanya.

Sinta tahu betul kalau aku selalu " bertekuk lutut" kepada ibu. Malam itu, master of ceremony memprovokasi undangan untuk mendaulatku bernyanyi dengan Maya. Dengan perasaan terpaksa aku memenuhi permintaan undangan setelah Sinta dan suaminya memaksaku "turun". Laguku mengalun sendu, bayang-bayang wajah Magda dan Susan muncul silih berganti bersama puing-puing cinta yang tercecer.

Meski Maya telah memberi perhatian khusus sejak pagi hingga malam pada acara pemuda, Maya --sementara ini-- belum mampu sepenuhnya memompa semangatku menyongsong duka, karena aku segera memadamkan api asmara dengan Susan. Maya mengajakku kerumahnya meski sudah larut malam. Aku menuruti ajakannya dengan satu pertanyaan dalam hati, akankah aku mendapatkan kembali cinta tulus seperti pernahku peroleh dari Magda. Bila iya, aku akan mengakhiri petualangan cinta setelah kandas dengan Magda. Mawar bagiku masih sebuah "misteri", dingin dan kabur. ( Bersambung)

Los Angeles, March 2009
Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (79)

http://www.youtube.com/watch?v=8GxHfJsemnU

===============
Maya diam ketika ku tanyakan siapa pacarnya sekarang, malah bertanya, mengenai hubunganku dengan Magdalena.
===============
" Hubunganku dengan Magda telah berakhir. Maya mau pacaran denganku,?" ujarku berguyon. Maya keok, wajahnya menunduk, modalnya hanya senyum. Aku tahu dia tak akan mampu bermanuver seperti Magda, Mawar dan Susan. Sekampung tahu, kalau urusan berpacaran, Maya zero kilometer. Malam ini ketemu pula sama lelaki yang" kilometernya" sudah hampir kembali ke zero lagi."

Aku mengulang pertanyaanku seakan serius, mau nggak?" Maya tak menjawab hanya memandangku kemudian menunduk sambil menikmati makanannya. Sebelum dia menjawab iya atau tidak, segera ku alihkan pembicaraan kepesta pernikahan Sinta esok paginya. Sungguh, saat itu, aku belum terpikir untuk "menenun " lembaran baru, kecuali iseng.

Sepertinya, hati mulai jenuh berurusan dengan api asmara yang menghanguskan, apalagi dalam waktu dekat aku harus mengahadapi masalah baru, "bercerai" dengan Susan. Aku juga ingat pesan Magda, "jangan ada lagi korban baru." Makan malam kami akhiri tanpa ada "komitmen" antara aku dan dia, meski aku merasakan, Maya menaruh perhatian pada ku.
***
Ibu menegur ketika melihatku belum berkemas setelah bangun pagi. Aku tak bergairah pergi ke pesta pernikahan Sinta. Tidak hanya ibu menegurku, semua keluarga termasuk tamu dirumah "mengeroyok" ku agar segera berkemas.

Milhat aku bergeming dengan keroyokan mereka, tanpa sepengetahuanku ompung pergi menjemput Maya ke rumah. Maya datang bersama ompung. Maya pasang badan dan membujukku agar segera berkemas.

" Zung, sebentar lagi acara pemberkatan, ayolah bang, temani Maya, " bujuknya.
" Berangatlah kalian, aku menyusul," jawabku.

Maya tak bergerak dari tempatnya berdiri dan terus membujukku di dukung oleh ibu. Akhirnya aku mengalah, segera aku bangkit meski perasaan dihinggapi rasa malas. Aku melihat Maya masih dirumah, ah....dia menungguiku selesai mandi seraya bercakap-cakap dengan ibu. Ibu agak lemas, tak bergairah, ketika melihatku mengenakan pakaian kemeja lengan pendek tanpa dasi. Maya mendekatiku," Zung, kok ke gereja pakaiannya seperti itu. Abang marahan dengan Sinta.?"

" Nggak, apa hubungannya pakaianku dengan Sinta?" Ibu mendekatiku dan berujar, " Kamu nggak menjaga perasaan pamanmu. Pamanmu juga akan kesal kepada ibu dan ayah, dikira kami tidak mengingatkanmu," ujar ibu lembut.

Lagi-lagi aku mengalah menuruti "kemauan" ibu dan Maya untuk mengganti kemeja dan memakai dasi. Maya mengajakku jalan bersama diiringi senyum dikulum dan menyanjungku, " Zung tampak semakin gagah dengan pakaian seperti itu."
" Gagah katamu, nggak tahu perasaanku tersiksa dengan pakaian seperti ini. Aku tak suka. Tapi demi kau aku rela." Aku tak menyadari kalimat terakhir membuat hatinya berbunga-bunga.
" Maya pergi duluan dengan ibu, aku belum dapat berjalan dengan sempurna. Nanti kita ketemu di gereja." ucap ku.
" Kita sama sajalah bang, aku nanti mendampingi abang jalan."

" Hari ini, Maya mendampingi Sinta bukan aku," ucapku.
" Iya, aku tahu bang, ayolah, " ajaknya ambil menggandeng tanganku. Pagi ini Maya sedikit lebih "agresif", tidak seperti yang aku kenal dulu, pemalu dan pendiam.

Aku coba lagi "mengusirnya": "Maya duluanlah, kamu kan pendamping Sinta, nanti kamu di tungguin."
" Nggak. Aku sudah katakan kepada mereka, nanti ketemu di gereja, " jawabnya.
Aku berusaha menutupi langkah ku yang masih pincang dengan berjalan pelan dengan Maya. Jarak rumah ke gereja hanya sekitar seratus meter.

Selama prosesi acara pernikahan dalam gereja, pikiranku tak fokus. Pikiran dan hati masih terganggu dengan hubunganku dengan Susan. Sementara acara berlangsung, Maya sekali-sekali melirik kearahku, tak sengaja kami bersua mata. Selesai acara pemberkatan nikah, Maya memisahkan diri dari rombongan pengantin saat undangan memberi ucapan selamat kepada kedua pengantin dan keluarga.

Maya menjemputku dari kursi dan menggandeng lenganku menuju depan mimbar tempat keluarga menerima ucapan selamat. Aku berusaha menolak, tetapi Maya bersikeras mengajakku. Akhirnya aku mengalah lagi dengan bujukannya. Aku tak ingin mempermalukannya dihadapan orang banyak. ( Bersambung)
Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (78)

"I Wanna Love You Forever"
You set my soul at ease /Chased darkness out of view /Left your desperate spell on me / Say you feel it to /I know you do /I've got so much more to give / This can't die, I yearn to live /Pour yourself all over me /And I'll cherish every drop here on my knees

CHORUS
I wanna love you forever /And this is all I'm asking of you /10,000 lifetimes together /Is that so much for you to do? /Cuz from the moment that I saw your face /And felt the fire in your sweet embrace I swear I knew. /I'm gonna love you forever

My mind fails to understand /What my heart tells me to do /And I'd give up all I have just to be with you and that would do /I've always been taught to win /And I never thought I'd fall /Be at the mercy of a man I've never been /Now I only want to be right where you are.

CHORUS
In my life I've learned that heaven never waits no /Lets take this now before it's gone like yesterday Cuz when I'm with you there's nowhere else /That I would ever wanna be no /I'm breathing for the next second I can feel you /Loving me ... I'm gonna love
=============
" Aku cuma cerita sedikit. Aku juga tahu dari Maya. Om dia dan Susan sama-sama dosen di kampus abang."
" Ah...kalian bocor halus semua, kuping pakai antena bercabang seribu," keluhku.
=============
" Bang, Maya nanyainmu terus. Dia tahu kalau abang sudah putus dengan Magda."
" Apalagi nih, Sinta. Jangan antarkan aku dalam pencobaan, aku sedang gila ini," ucapku.

" Ompung (nenek, pen) juga senang sama dia, abang kan tahu ompung hempot ( reseh, pen), tiada hari tanpa komporin Maya. Kalau abang mau dengan Maya, dia akan berikan satu ekor sapinya untuk pesta abang. Eh...Zung, besok pakai jas, Maya pendampingku," ucapnya.

" Sinta, aku nggak punya jas. Besok aku ngga datang ke pestamu. Lanteung ( sejenis makian, pen) kalian semua," ucapku geram.
"Bang kok marah ke aku? Aku cuma beritahu. Mestinya abang bilang terimakasih," balasnya ketawa.
***
Maya, perempuan cantik , cerdas tetapi pendiam. Dia teman satu kelas ketika di es-em-pe. Maya dilahirkan dan dibesarkan ditengah keluarga religius, kebetulan kakeknya adalah seorang pendeta pertama dan pendiri gereja di kabupaten.

Pak'le dan pak'de nya serta bibinya termasuk keluarga berhasil dalam segi pendidikan, semuanya sarjana. Karena keberhasilan keluarga ini, juga karena keluarga religius, lelaki sekitar agak enggan "bermain api" dengannya. Suatu waktu ketika penamatan es-em-pe, dengan gaya "maluku"( malu- malu kucing) menghampirinya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi nggak jadi, keburu mamanya datang.

Keinginan itu tak pernah terpenuhi, kebetulan sejak es-em-a jarang ketemu dan aku telah mempunyai teman Magdalena. Kalau kebetulan pulang sama saat liburan semesteran, Maya tidak pernah keluar rumah, hanya ketemu di gereja dan itu berlangsung hingga dia menyelesaikan sarjana. Maya menyelesaikan sarjananya lebih awal, sementara aku masih menghadapi sidang meja hijau bulan berikutnya.

Ompung memanggil ku dengan semangat. "Zung , salam dulu paribanmu ini, sekolahnya sudah selesai."
"Zung, kapan datang," tanya Maya mengawali pertemuan kami. Malas juga menjawab pertanyaan basa-basinya. Hatiku juga tawar karena dia sudah tahu hubunganku dengan Susan. Namun aku pingin tahu sejauh mana dia mengetahui hubunganku dengan Susan.

Maya tidak menolak ketika tangannya ku gandeng berjalan keluar rumah. Hatiku merasa geli, melihat ompung napitpit mengembangkan senyumnya sambil meremas kedua tangannya tanda rasa senang.

" Maya, kamu mengenal Susan?" tanyaku ketika kami sudah diluar. Wajah Maya sedikit berubah atas pertanyaanku.
" Nggak, kenapa.?"
" Kata Sinta, kamu tahu hubunganku dengan Susan?"
" Oh..iya, aku cuma dengar dari percakapan teman-teman om dirumah. Mereka tidak tahu kalau abang aku kenal."

"Apa yang mereka bicarakan?"
" Aku nggak tahu persis, aku dengan sambil lalu saja, kebetulan namamu disebut-sebut," jelasnya.
"Benar kamu nggak tahu apa yang mereka bicarakan mengenai hubunganku dengan Susan?.
" Ya Zung..aku nggak tahu." jawabnya.
"Baiklah, aku punya hubungan dengan Susan karena dia dosen pembimbingku. Kebetulan akhir-akhir ini aku sering ke rumahnya."
" Katanya, suaminya sedang keluar negeri?" tanya Maya.
"Iya, itu jugalah sebabnya aku sering kesana bantuin Susan sekaligus supir pribadi."

Aku kembali mengajak Maya kerumah bergabung dengan keluarga. Daripada seisi rumah ribut, aku duduk berdampingan dengan Maya. Tapi Maya tidak akan pernah mau memulai pembicaraan, itu sifatnya dari dulu, pendiam. "Kompor" kiri kanan sudah menyala, apalagi ompungku.
" Maya, bikin dulu teh untuk Tan Zung," perintah ompungku. Maya segera bergegas ke dapur menuruti permintaan ompung. Menghindari ocehan lanjutan dari ompung, aku segera menyusul Maya ke dapur.

" Maya kalau nggak keberatan tolong siapkan makanan untukku, aku lapar." Aku membantunya mempersiapkan makanan, dengan membagi tugas; aku mempersiapkan piring dan cangkir, Maya mengisi piring dan cangkir yang telah kusiapkan.
"Aku masih kenyang," ujarnya setelah melihat aku siapkan dua piring dan cangkir."
"Jadi, maksudmu, kamu hanya "menonton" ku makan sendirian, iya nggak usahlah,? " ujarku sedikit kecewa.

Maya mengalah. Dia duduk bersamaku menikmati makan malam sambil bernostalgia ketika masa es-de dan es-em-pe, sedikit mulai nyerempet mengenai kisah-kasih asmara. Maya diam ketika ku tanyakan siapa pacarnya sekarang, malah bertanya, mengenai hubunganku dengan Magdalena. ( Bersambung)

Los Angeles, M arch 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/