Monday, February 16, 2009

Dosenku "Pacarku" (10)

http://www.youtube.com/watch?v=DVS_qzjCiSI

Somethin’ Stupid
I know I stand in line /Until you think /You have the time/To spend an evening with me/And if we go Someplace to dance I know that There’s a chance
You won’t be Leaving with me/Then afterwards We drop into A quiet little place/And have a drink or two/ And then I go /And spoil it all /By saying something stupid/Like "I love you"...........

==================
“ Nggak Zung....., you’re my man” ujarnya seraya kedua tangannya menahan tubuhku hingga aku rebah dipelukannya. Hmmm..”bab” pendahuluan telah usai, kini masuk pada “bab” yang entah keberapa.
==================

AGAKNYA pengaruh minuman Susan sudah agak berkurang, terasa ketika marah-marahan sebelumnya. Aku bergegas mengambil minuman. Susan menyusulku ke bar mininya. Dia memijit punggungku dari belakang, sekalian kepala, pintaku. Eh......malah cubitan mendarat di kedua sisi pinggangku,”enak aja kamu.” balasnya.

“ Kita minum black label saja iya, sudah tengah malam nih,” pintaku. Susan mengangguk tanda setuju,“ apa hubungannya waktu dengan jenis minuman,?” tanyanya ketawa sembari mengambil kedua gelas dari tanganku.

“ Udara semakin dingin,” jawabku
Susan menatapku lama, bibirnya mengukir senyum. Susan kembali memilih lagu berirama “soft” seiring bergulirnya waktu menjelang pagi. Susan menolak ketika aku minta memutar lagu-lagu Indonesia.
“ Nggak seru, Zung mau aku terjemahkan artinya, ? tanyanya ( aku masih ingat, kurang lebih seperti ini)

aku duduk di keheningan sepi
mengenang sahabat ku jauh pergi
aku melangkah menyepi
dalam gelora sunyi tak menepi
gemgam waktu berlalu, gelora menepi
aku menapak dengan secawan anggur,
gelora berlabuh melebur
dalam sanubari ,
melangkah pasti
dalam nafas
dalam kidung
................
“ Cukup...., kamu mengada-ada, tak ada satupun kalimat seperti itu dalam lirik..”protesku
Susan tertawa lepas dan merangkulku.

“ Ayo bang kita dansa...yukkk...” ajaknya sambil menarik tanganku.
“ Ok...tetapi setelah ini aku pulang, aku ngantuk berat .”

Suara Susan meninggi mendengar aku mau pulang.”Zung kamu bohong, tadi kamu bilang, kita mau menikmati malam ini hingga pagi.Kok sekarang minta pulang. Tidak, Zung jangan pulang...please...honey....!” ujarnya, sambil mendekapku erat. Aku baru sadar, bahwa baru saja aku janji menghabiskan malam ini dengannya, ketika dia merajuk. Oalahhh...lidahku memasung diri sendiri.

“ Besok nggak ada perkuliahan, ngapain kamu pulang, hhmm..?” ujarnya gemas sambil meremas daguku.

Aku merasa kesal, seperti kerasukan kuraih gelas minumanku, kuteguk hingga tetesan akhir. Susan mengambil botol minuman black label meletakkan di atas meja. Dia kembali mengisi gelasku yang telah kosong. Susan menggeser meja kecil yang ada di depan kami kesudut ruangan.

“ Zung ayo....malam ini aku latih kamu tari “salsa”, aku dulu pelajari ketika kuliah di California.”
Susan menghentak-hentakkan kakinya diiringi dengan hitungan satu...dua, kaki melangkah maju mundur kebelakang melangkah kekiri dan kekanan, kemudian mengangkat tanganku keatas, memutar tubuhnya...dan kepalanya bersandar di tangan kiriku, wajahnya mengarah kewajahku.

Susan melatih ku berulangkali tetapi tetap saja aku tak merasa tertarik, “ ah...rumit amat , aku nggak suka, yang biasa-biasa sajalah. Kalau toh..ujung-ujungnya “salsa” mu, tubuh merebah ke tanganku, kenapa nggak langsung saja seperti ini..” ujarku ketawa sambil meraih tubuhnya ke atas dadaku.

“ Zung rumit mana dengan “ advance accounting” yang aku ajarkan ?” ujarnya sambil tertawa.
Hush....kan kita sudah janji nggak boleh bicara berbau sekolah malam ini.!”
I’m sorry honey.....!” ucapnya memelas.

Lagi, Susan mengajakku berdansa. Aku sebenarnya sudah merasa bosan. Aku sadar, malam itu aku hanya menjadi pemuas dirinya, pada hal baru satu hari berpisah dengan suaminya. Ah...maniak benar ini perempuan, pikirku. Dengan keadaan terpaksa ku ikuti gejolak hatinya, lebih tepat nafsunya. Satu-satu jalan menghilangkan kejenuhan ditengah ke terpasungan, aku perbudak diriku dengan minuman sebagai pelarian.

Malam itu pengaruh alkohol yang merasuk keseluruh sel-sel otakku cukup mengganggu pikiran. Malam semakin larut, geloranya semakin menggebu, sukar aku membendungnya kecuali hanya pasrah. Berulangkali aku membisikkan ketelinganya, bila aku telah letih. Susan tak perduli, dia terus mememelukku erat, kadangkala aku merasakan tubuhnya gemetar menahan gelora nafsunya. ( Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (9)

http://www.youtube.com/watch?v=jnURj4WaeaQ

When I fall in love /It will be forever /Or Ill never fall in love
In a restless world /Like this is /Love is ended before its begun /And too many
Moonlight kisses /Seem to cool in the warmth of the sun
When I give my heart /I will be completely /Or Ill never give my heart
And the moment I can feel that you feel that way too /Is when I fall in love with you.....
===============
Susan tetap diam, membisu. Hmmm.... selesailah aku malam ini,pikirku. Aku coba jurus lain bagaimana mencairkan suasana. Aku benar-benar ketakutan kalau nanti akan mempengaruhi perkuliahan ku yang akan segera berakhir.
===============
“ Bu....ibu Susan mau apa yang...? mau “xo”, “black label” atau “chivaz”.? Aku ingin, ibu dan aku pesta hingga pagi, ayo sayang. Honey..... do you want some beer, manson or fanta?” bahasaku “gado-gado” mana tahu itu bisa mempengaruhi, pikirku.

Yessss......aku berhasil ! Mendengar pilihan terakhir itu, Susan mengerucutkan kelopak matanya, tetapi tak berucap apa, dia terus menatapku seraya menggelengkan kepalanya pelan. Huuhh...aku kecele, aku pikir aku berhasil. Aku hampir menyerah melihat tingkahnya, melebihi mantan pacarku yang masih perawan Bunga dan Magdalena ketika sedang merajuk.

Terakhir aku keluarkan jurus “ular phyton sedang tidur”; (pura-pura lelap tetapi siap melilit) hahahah... Aku tarik lehernya kearahku, kepalaku rebahkan diatas bahunya, “ honey...bicaralah... mau mu apa...?” bisikku ke dekat telinganya, tapi ekspresi wajahku tak seindah mulutku ketika meluncurkan kata honey, sungguh, sebenarnya hati ku tak sudi berucap itu.

Susan masih diam, tetapi dia membiarkan kepalaku melekat diatas bahunya. Kami diam sejenak, seperti orang sedang tapakur, mengheningkan cipta. Malam ini aku”melacurkan” mulutku, tetapi bukan hatiku. Munafik...iya..tak apalah, tak ada pilihan lain. Aku merasakan cairan hangat mengalir ke atas bahuku. Oalahh....urusan semakin rumit dan mendalam, pikir hatiku sesaat.

Meski aku telah “kenyang” dengan urusan air mata perempuan, selama lima tahun, tetapi yang ini “rasa”nya kok beda. Tak tahu apa alasannya Susan menangis, cengeng. Susan menahan isaknya, dia menarik nafas dan melontarkan pujian, menurut ku, racun.

“Zung, kamu sangat pintar meluluhkan hati perempuan, kamu.... nakal,” ucapnya sambil memberiku “hadiah” kemenangan, ciuman, hanya itu.
Nikmatnya memang beda, karena dia mencium tidak diiringi gelora nafsu seperti yang sudah-sudah. Aku merasa lega. Kejadian malam itu, menambah pengalaman sekaligus kehati-hatianku, paling tidak hingga nanti di meja hijau. Tetapi, aku belum mengerti makna air matanya.
***
“ Zung tolong tambahkan minumanku.....sayang.”
“Bagaimana aku mau mengambil, Susan masih “nempel” seperti ini,” ujarku, senyum ku paksakan. Susan, tak mau juga beranjak dari pangkuanku, kepalanya juga masih terbenam diatas bahuku.
“ Jan....Rojan........” suara Susan pelan, seperti kehabisan nafas memanggil pembantu prianya.

Segera aku membekap mulut Susan dengan tanganku sebelum melanjutkan panggilannya, “ Susan..sudah larut malam, kok masih ngoceh...?”
“ Aku mau es lagi sayang, “ ujarnya sambil menggigit telapak tanganku pelan.
“ Susan, malam ini aku siap jadi “pembantu”mu.” ujarku sembari beranjak dari sofa.

“ Nggak Zung....., you’re my man” ujarnya seraya kedua tangannya menahan tubuhku hingga aku rebah dipelukannya. Hmmm..”bab” pendahuluan telah usai, kini masuk pada “bab” yang entah keberapa. ( Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (8)

http://www.youtube.com/watch?v=yRGU0YF7g6g

Always And Forever
Always and forever/ Each moment with you /Is just like a dream to me/ That somehow came true, yeah / And I know tomorrow/Will still be the same / Cuz we got a life of love/That won’t ever change and / Everyday love me your own special way / Melt all my heart away with a smile/Take time to tell me you really care / And we’ll share tomorrow together/Ooh baby, I’ll always love you / forever ......

==============
Perempuan yang satu inipun menurutku aneh, "kesukaannya"dagu dan jari jemariku sering dimainkan dengan jari tangannya, entah dimana pula nikmatnya; sementara mantan pacarku, sukanya cium di pipi, kening dan cubitan sisi lambungku.
==============
Susan terus menikmati minuman chivas pilihannya, kepalanya masih terbaring dalam pangkuanku. Jari tangan kirinya meremas jari tanganku lembut, sementara jari tangan kanannya “berdendang” dipipiku seirama lagu mengalun, mulutnya bernyanyi lirih mengikuti lirik lagu dengan sempurna.
“Zung kau suka lagunya nggak? “
“Aku suka musiknya, tapi tak mengerti semua liriknya.”
Susan tertawa sambil mendongkakkan wajahnya kearahku, seraya tertawa.

Hahaha...Zung kampungan, kalau mau menjangkau dunia kamu harus dapat bahasa Inggeris dengan fasih.”
Mendengar kata”kampungan” yang sering disebut dalam beberapa percakapan, hatiku mendidih, panas. Sejenak Susan terdiam, wajahnya berubah setelah menatap wajahku.

“ Ada apa Zung, kenapa merengut begitu, ayo...Zung kenapa.....!?”
“ Beberapa kali Susan menyebutku kampungan, aku tak suka. Memang apa sih ukurannya sehingga”nilai” kampung selalu menjadi ukuran “kebodohan”.? ujarku kesal.
Susan kaget, dia segera beranjak dari pangkuanku sembari memperbaiki dasternya yang acak-acakan. Dalam redupnya ruangan, Susan menatapku sendu, dia mengangkat tubuhnya, duduk dalam pangkuanku. Dengan kedua tangannya—gemetar- memegang wajahku, dingin.

“Zung....Zung....maafkan aku. Tak ada niat merendahkan mu, maaf...Zung,” ujarnya sambil meggoyang-goyang wajahku seraya menambahkan, janji tidak akan mengulangi lagi......okay...Zung.?

Sedikit hatiku terobat mendengar niat tulusnya. Dalam hatiku; kena kau, tunggu yang berikut akan ku schak lagi sampai minta ampun, selanjutnya aku pegang kendali hingga akhirnya skripsiku kau selesaikan sendiri.

“ Zung....wake - up, I’m so...sorry....Zung....look at me,” pintanya memelas. Dia merangkulku erat, aku merasakah gemuruh detak jantungnya berpacu kencang. Melihat aku masih bersikap dingin, dia meletakkan kepalanya diatas bahu disisi kepalaku. Dia mengulang kembali “ulah”nya seperti ketika di discotik minggu lalu, mengigit ujung telingaku pelan dan berdesah..

Pengaruh minuman sirna terbawa rasa ketersinggungan hati, aku hanya duduk menahan beban tubuhnya yang masih dalam pangkuanku. Aku biarkan kepalanya disisi kepalaku beberapa saat. Susan, berbisik, “ nggak sangka kalau bang Tan Zung gampang tersinggung.”

“Susan, boleh kamu bicara apa saja, tetapi jangan merendahkan. Aku tak tahu, bagaimana sikap atau penilaianmu terhadap mereka yang tertinggal dikampung; terhadap mereka yang kurang berpendidikan oleh karena ketidak berdayaan keuangan mereka.... !”

Sebelum ku lanjutkan, Susan menutup bibirku dengan jarinya, “ Zung, aku senang mendengar “kuliah”mu, dan itu bagaian dari penilaianku tersendiri, nanti, ketika kamu berhadapan dengan ku di meja hijau. Zung...aku ini dosen mu.!”
“Tetapi tidak malam ini Susan.!”

Susan terhenyak mendengar jawaban singkatku. Dia masih dalam pangkuanku. Dia meluruskan wajahnya, menatap serius kewajah. Sebelum rasa kesalku mengkristal dalam hati Susan, buru-buru ku kecup keningnya.

Aku merasa kecut juga setelah dia mengingatkanku: “Aku ini dosen mu”. Kecupanku tak berbalas, dingin. Rasa kuatirku semakin menjadi-jadi, ketika dia mau memindahkan tubuhnya dari pangkuanku, hajab aku.
Terpaksa rayuan gaya “irama country” ku ganti dengan “dendang melayu” sambil menahan tubuhnya tetap dalam pangkuanku. Dengan hati berat dan terpaksa aku “korban”kan perasanku berujar, “honey...kenapa wajahmu begitu muram.?”

Wajahnya ku goyang-goyang dengan kedua tanganku, persis gayanya ketika aku sedang kesal padanya. Susan tetap diam, membisu. Hmmm.... selesailah aku malam ini, pikirku. Aku coba jurus lain bagaimana mencairkan suasana. Aku benar-benar ketakutan kalau nanti akan mempengaruhi perkuliahanku yang akan segera berakhir. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (7)

http://www.youtube.com/watch?v=OBABBJ4fiJI

So this is who I am,/ And this is all I know,And I must choose to live,/ For all that I can give,The spark that makes the power growAnd I will stand for my dream if I can,/Symbol of my faith in who I am,But you are my only,/And I must follow on the road that lies ahead,And I won't let my heart control my head,/ But you areAlign Left my onlyAnd we don't say goodbye,/ And I know what I've got to be..........

============
Aku jengah, merasa tak nyaman dengan sambutannya. Mataku melirik sekitar, kalau suami melihat tingkah isterinya. Lagi-lagi Susan protesketika dia ku panggil ibu.
============
"Bang, aku sudah katakan, panggil ibu hanya kalau dikampus, " ujarnya gemas sambil mencubit daguku. Ahhhh....kok rasanya, pembukaan sudah seperti itu, bagaimana dengan pertengahan dan "bab" penutupnya, pikirku sejenak.

Latah ku keluar pula, "jangan panggil aku abang, panggil saja namaku Tan Zung...,." bisikku pelan, sambil mataku masih tetap selidik dimana suaminya.
Susan makin "galak" melihat reaksiku mulai "on", tangannya menggenggam kelima jariku, dia menuntunku ke family room. " Duduk bang, aku ambilkan minuman," ujarnya.

Dia meninggalkanku duduk disofa berwarna hijau lumut, warnanya serasi dengan gaun malam yang membalut tubuh Susan. Hatiku masih tertanya-tanya, suaminya dimana? Susan memanggilku, " bang....eh..Tan Zung kemari."

Aku melangkah mendekatinya sementara pikiranku masih terbungkus tanya, kemana arah perjumpaan malam ini, memperbaiki skripsiku, atau melanjutkan "bab" di diskotik malam minggu lalu?

Susan membuka kulkas sementara tangan kirinya diletakkan keatas bahuku, " Zung suka yang mana ? bir atau yang itu,?" tanyanya sambil menunjuk botol ber label "xo", " black label" dan " chivas', didalam lemari kaca yang melekat pada dinding bar mini.
Aku tertarik dengan nama jenis minuman pertama yang belum pernah kurasakan. Aku ingin mereguknya bersama dengan ibu dosen misterius ini.

" Susan mau yang mana ," tanyaku nakal. Aku mulai berani padahal "racun " itu belum ku tenggak. Susan meraih botol chivas, " Yang ini sedikit lebih lembut," ujarnya.

Susan menyuruh pelayan wanita paruh baya membawakan cangkir dan es batu. Ohhhoo...rupanya, kami mau habis-habisan malam ini, pikirku. Susan menuntunku ke ruangan kecil disamping bar mininya untuk memilih jenis lagu dari sejumlah piringan hitam.

Oalah..Susan...bagaimana "nasib" skripsiku ? Aku jadi ingat pesan Magda, agar hati-hati dengan ibu dosen yang satu ini. Tetapi, kaki sudah terlanjur melangkah, kini hanya mengikuti "irama" apa maunya Susan, blues, rock `n roll, country atau tortor kek, aku siap layani, "sapala" pikirku. Kalau ada "gondang batak" , ujarku berguyon
" Tan Zung mau panggil roh? mau kerasukan, ? tanyanya ketawa.

Susan menuangkan minuman chivas ke gelas minumanku , aromanya membuat aku tak sabaran ingin menenggak, tetapi menahan diri, gengsi didepan ibu dosen. Susan bergegas menuju meja kecil tempat telefon berdering. Dia mengangkat gagang telefon. Suaranya menjawab mesra. Dari isi percakapannya, ternyata suaminya sedang berada di luar negeri.

"Bagaimana pap, baik-baik saja,? bagaimana weather disana?..oh...gitu...dingin sekali iya pap, hati-hati disana; oh..iya aku disini dengan bang Tan Zung,....yang itu pap...mahasiswaku yang kita ketemu di diskotik malam minggu lalu. ya...iya...he's handsome like you papa....hahahah..have you a good morning pap," ujarnya mengakhiri percakapan dengan suaminya.

Dalam hatiku, "handsome ?" ya..iyalah...dibanding suamimu usianya dua kali lipat dari usiaku. Susan kembali duduk, tubuhnya menempel ke tubuhku, rapat.
" Suamiku kemarin malam berangkat ke London, ada tugas dari kantor; dia akan disana selama tiga bulan."ujarnya sebelum ku tanya.

Bah....malam ini aku akan "pesta" dengan Susan, isteri orang yang kini sedang di luar negeri.? Jujur, sejak tiba dirumahnya, meski sambutannya begitu hangat, sentuhan tangan hingga pandangan matanya rada"mengundang" tetapi aku tidak "nyetrum". Beda dengan mantan pacarku dulu atau dengan Mawar " setruman"nya menjalar keseluruh syaraf akhirnya berlabuh kejantung, tanpa ke ubun-ubun.

Dengan Susan ? tanpa mampir ke jantung, by pass ke ubun-ubun itupun kalau dijejalin dengan minuman beralkohol seperti malam minggu lalu...hohoho. Lalu bagaimana dengan malam ini...? "wait and see" genderang apa yang akan ditabuh olehnya, tetapi nasib skripsiku bagaimana..? ya...ya...ya. !

Diruangan yang tata lampunya telah di set-up redup, musik terus mengalun, Sesekali lirik lagu dinyanyikannya lirih. Dia perosotkan tubuhnya diatas sof. sementara tangannya di letakkan dipangkuanku, hmm...ini "undangan" kali kedua. Tetapi perasaanku biasa-biasa saja, mungkin karena dia sudah punya suami atau karena dia adalah dosenku, entahlah.

Dia palingkan wajahnya kearahku, tubuhnya masih melorot diatas sofa. Aku bergeming, mungkin karena minumannya belum bereaksi sempurna. Bak serangan fajar, tiba-tiba dia"menyergap"ku, kala pikiranku melayang-layang, mengingat janjiku hari Rabu lusa "mengawal" Sari dan Ira dari diskotik.

Susan melorotkan wajahnya kepangkuanku setelah "menghabisi" pipi ku; dia menarik tanganku ke atas keningnya, " Zung, tolong pijitin, aku pusing ," ujarnya.

Aku ikuti permintaannya, tetapi tak ada satupun kalimat benuansa cinta meluncur dari mulutku, gersang. Susan memutar tubuhnya meraih gelas minumannya. Dia sodorkan kemulutku, aku menolak, "minumanmu terlalu ringan,"ujarku. Segera dia mengganti, meraih gelas minumanku dan menyodorkan lagi kemulutku.

Badannya sedikit gemetar, kali kedua mulutnya mengecup dan menggigit daguku gemas. "Zung, brewoknya biarin tumbuh seperti ini, jangan dikelimisin,"ujarnya usai memagut daguku. " Perempuan yang satu ini seleranya berbeda, Magda dan Mawar maunya kelimis" ucapku dalam hati.

Sejak aku tiba tak sedikitpun disinggungnya mengenai skripsiku dan bahan kuliahnya yang aku ketinggalan, kecuali "ilmu"baru, memindahkan minuman " mouth to mouth".

Meski aku dan Magda sudah sering"olah tubuh" versi asmara, tapi belum pernah tahu yang satu ini, maklum sama-sama "pemain" baru. Perempuan yang satu inipun menurutku aneh, "kesukaannya"dagu dan jari jemariku sering dimainkan dengan jari tangannya, entah dimana pula nikmatnya; sementara mantan pacarku, sukanya cium di pipi, kening dan cubitan sisi lambungku.(Bersambung)

Los Angeles. February, 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (6)

http://www.youtube.com/watch?v=2SLWzZoDmhg

Now I've had the time of my life/No I never felt like this before / Yes I swear it's the truth/and I owe it all to you / 'Cause I've had the time of my life/and I owe it all to you / I've been waiting for so long/Now I've finally found someone /To stand by me /We saw the writing on the wall/As we felt this magical/Fantasy...

==============
Susan menahanku ketika hendak keluar dari kantornya. Susan mengajakku ke restauran di sebuah hotel, menurut ukuran mahasiswa cukup mewah.
==============

Susan memesan makanan kesukaannya, beafsteak dan sea food; sementara dalam daftar menu tak kutemukan pangsit atau sate makanan kesukaanku. Akhirnya pilihanku jatuh pada menu salad "kembaran"nya gado-gado.
" Zung mulailah belajar mengubah selera, kok malam begini makan salad,"ucapnya ngenyek.

" Biasanya menu malamku, makan orang bu,"balas ku
" Dasar orang batak, berapa orang sudah abang makan,?"
" Bercanda...belum ada bu, aku baru nyicip."

Susan menyisihkan salad pesananku ke samping. Dia menaruh makanan pesanannya ke dalam piringku. Susan memesan dua gelas anggur merah import, " Zung jenis ini cocok untuk beafsteak dan seafood," jelasnya semangat.

"Aku fanta merah saja bu," ujarku ngenyek lagi.
Susan tak dapat menahan ketawanya," Abang kampungan, masya makan pakai minum fanta, nanti diketawain orang sekampung bang."
" Iya sudah, "manson" sajalah," ucapku lagi.

" Minuman tukang sorong itu (buruh angkut dipasar, pen)" balasnya
Aku kesal. Iseng, aku minta anggur putih. Ehhh...rupanya anggur putih memang ada. Sungguh, aku kira anggur itu hanya berwarna merah, memang aku kampungan.

" Nah, kan ketahuan, abang pura-pura. Tapi anggur putih nggak cocok dengan makanan ini,"katanya pula
Daripada kalah malu, aku jawab, sok tahu pula, "Iya, aku tahu, anggur putih cocoknya dengan salad atau gado-gado bu."

Susan menutupi wajahnya dengan serbet, bahunya tergucang menahan geli mendengar jawabanku. Sialan, kalau bukan ibu dosenku sudah ku"pokkal" mulutmu dalam hatiku.

Berlagak sudah terbiasa minum anggur putih, aku teguk dengan terpaksa setelah makan salad yang sebenarnya juga aku nggak begitu suka. Ampun, rasa anggur putih membuat perutku "berontak" aku hampir muntah tapi ku tahan, mending anggur "viat sing" buatan orang batak Medan itu pikirku.

***

Wajah Susan menunjukkan rasa heran ketika menghantarkan aku pulang ke rumah kostku diujung kampung tidak jauh dari persawahan penduduk, sangat sederhana.

" Zung, kenapa pindah dari Medan Baru ? sudah berapa lama tinggal disini?" tanyanya sebelum meninggalkanku.
" Baru dua bulan, aku ingin jauh dari kebisingan, jauh dari kenangan yang menyiksaku!" jawabku

" Oh...begitu...kasihan, tapi itu akibat ulahmu sendiri. Zung, besok kamu datang ke rumah, bawa bahan skripsimu," ujarnya sambil meremas daguku.

Malam sepeninggalnya, aku berniat memperbaiki skripsiku, tapi otakku tak dapat kosentrasi. Pikiranku terganggu mengingat kejadian beruntun sejak malam minggu, ketika aku dan Susan berdansa dan berpelukan erat; ketika dia meletakkan kepalanya diatas bahu disisi kepalaku. Ciuman dan gigitannya di daguku masih terasa membekas.

Aku tak habis pikir, gerangan apa yang terjadi antara dia dan suaminya. Hampir seluruh waktunya bersamaku ketika di diskotik malam minggu itu. Tak kalah herannya ketika begitu beraninya memagut bibirku didepan suaminya, sebelum Ira dan Sari memapah membawa aku pulang. Diselah bayang wajah ibu dosenku dengan sejumlah pertanyaan, wajah Magda dan Mawar datang silih berganti.

***

Esok harinya, aku tiba dirumah Susan menjelang malam. Aku sedikit khawatir Susan akan marah karena janji kerumahnya pada sore hari. Pembantu pria membuka pintu gerbang. Susan menyongsongku dipintu rumahnya.

Dia menyambutku dengan sesungging senyuman. Sebelum ditanya aku lebih dulu beri alasan kenapa datang agak kemalaman, " maaf bu, beca dan angpingkot (angkutan pinggiran kota) agak jarang."

" Kasihan, orang kampung,"ujarnya ketawa sambil memutar kedua bahuku menghadapnya. Aku jengah, merasa tak nyaman dengan sambutannya. Mataku melirik sekitar, kalau suami melihat tingkah isterinya. Lagi-lagi Susan protes ketika dia kupanggil ibu ( Bersambung)

Los Angeles. February, 2009

Tan Zung

pokkal= kosokata ini biasanya di gunakan kepada balita bila sukar makan; mulutnya dibuka paksa:))

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (5)

http://www.youtube.com/watch?v=788H0K5KrYI

And I would do anything for love/I'd run right into hell and back /I would do anything for love/I'd never lie to you and that's a fact /But I'll never forget the way you feel right now,/Oh no, no way /And I would do anything for love, but I won't do that /No, I won't do that Anything for love /Oh, I would do anything for love
=============
Keduanya kaget ketika kuberitahu, perempuan itu adalah dosen sekaligus pembimbing skripsiku. " oh...iya tetapi wajahnya masih muda, tapi "style" nya seperti anak remaja, "ujar Ira tertawa
==============
Ira dan Sari menyiapkan serapan pagi. Sembari menikmati serapan, aku tanyakan kenapa mereka bekerja malam sebagai pramuria.
"Apakah pekerjaan itu rendah bang dan salahkah kami bekerja sebagai pramuria,?" tanya Sari. Aku merasa terpojok dengan pertanyaanku, pada hal sesungguhnya tidak ada sedikitpun dalam benakku merendahkan pekerjaan apalagi menyalahkan mereka. "Oh...bukan..., maksudku, kenapa tidak kerja lain yang lebih ringan ? Bukankah kalian terlalu letih karena pagi harus kuliah.?"

"Setiap perusahaan yang kami lamar membutuhkan pendidikan minimal sarjana muda. Sebenarnya, kami merasa berat dengan pekerjaan ini, tetapi keterbatasan keuangan orangtua, tidak ada pilihan lain. Memang, pada umumnya orang menilai kami perempuan penghibur dan murahan. Abang boleh tanyakan teman-teman, apakah kami pernah "melacurkan" diri hanya karena uang. Kami masih mempunyai kehormatan dan harga diri sebagai perempuan. Pekerjaan ini akan kami akhiri setelah tamat sarjana muda. Kami rencana mau mencari pekerjaan di kantor atau untuk sementara mengajar, doakan bang."

Hhmmm...sungguh mulianya perempuan di depanku, semangat juangnya melebihi dariku yang masih"menetek" dari orangtua. Aku sungguh kagum, sama kagumnya dengan temanku satu kampung, Ramos, mencari nafkah dan uang kuliah dengan pekerjaan menarik beca dayung. Bagi mereka, tak ada pilihan bekerja sebagai pramuria, setelah beberapa kali gagal melamar sejumlah perusahaan.

Aku merasa bersalah dengan pikiranku selama ini, bahwa mereka adalah perempuan penghibur sekaligus menjajakan dirinya. Aku juga tak mengetahuinya jika mereka beberapa kali mengajakku pulang bersama hanya ingin perlindungan diri.

Menurut Sari dan Ira, setiap usai kerja mereka selalu dipalakin oleh preman diskotik. Jika mereka menolak preman tak segan-segan memukuli mereka. Bahkan menurut Ira, preman-preman itu beberapa kali berusaha mengajak berbuat mesum.

" Bang, inilah resiko pekerja malam seperti kami. Pikiran mereka semua jorok, mereka menganggap semua perempuan dapat di beli dengan uang dan ke "jagoan" nya."

"Apakah kalian tak pernah melaporkan kepada manager atau ke petugas keamanan,?"
" Setali tiga uang bang.!" jawab mereka sinis.

" Preman itu segan pada abang, makanya kami sering ajak pulang bareng. Tidak ada niat jelek, abang saja yang sombong, cuek. Beberapa bulan lalu sebelum bar dibuka, kami dan kawanan preman itu kebetulan nonton televisi. Kami melihat abang sedang berlaga dalam perguruan beladiri dan menerima piala kejuaraan. Satu diantara preman itu mengaku, dia dulu murid abang."

" Ohhh...jadi sekarang aku menjadi "bodyguard" kalian, tanpa bayaran pula, ?" ujarku bercanda.
" Bukan begitu bang, kami mau bayar. Mendingan kami bayar kepada abang daripada ke pada preman lontong itu," ujar mereka serius sembari menambahkan, bahwa mereka kerja hanya pada hari rabu dan akhir pekan.

Aku menyanggupi menjadi"bodyguard" mereka tanpa bayaran, dengan catatan aku tak mau tidur di rumah mereka, keduanya setuju. Wajah mereka memancarkan keceriaan sangat; keduanya merangkulku serta menciumi pipiku hingga aku tergeletak di sofa sederhana mereka.
" Hoiiii ...sudah.... aku sesak," teriakku. Entah siapun yang mau kubalas ciumannya, keduanya sama-sama cantik, wangi pula.
***
Susan, ibu dosenku, tidak sedikitpun menunjukkan perubahan sikap sebagai dosen ketika bertemu denganku di halaman kampus. Aku mencoba "usil", setelah ku lihat tak ada orang sekitar. Aku sapa dia dengan hanya menyebut namanya tanpa ibu. Susan membalas dengan senyuman, " kamu datang ke ruanganku nanti pukul empat,"ujarnya sambil meninggalkanku.

Aku menemuinya sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jantungku terasa mau copot melihat mantan pacarku Magdalena ada di ruangannya. Meski sebelumnya kami sudah saling menyapa, namun pertemuan di ruangan ibu dosen membuatku kaget setengah mati. Apa pula ulah ibu dosen ini, pikirku.

Magda menatapku dingin, aku melihat matanya sembab sepertinya baru mengeluarkan air mata. Tidak lama kemudian, Magda meninggalkanku dan ibu dosen. "Permisi bang," ucapnya pelan sembari menolehku.

"Abang keterlaluan! Prempuan sebaik dia kau hancurkan hidupnya hanya karena cemburu. Dia telah membuktikan bahwa pria yang kau curigai itu, Magda tolak mentah-mentah, dan lelaki itu telah kembali ke kotanya, " tegurnya setelah Magda berlalu dari ruangan.

" Iya bu, aku juga sangat menyesal, tetapi semua telah terjadi. Sseandainya dia mau memaafkan, aku bersedia kembali merajut kasih dengan dia. Tetapi itu menurutku itu sesuatu yang mustahil."

"Iya, aku mengerti perasaannya. Aku juga telah berusaha membujuknya supaya kalian kembali seperti sediakala, tetapi dia belum mau menjawabku "ya" atau "tidak".
"Zung, maafkan aku, jika mencampuri hubunganmu dengan Magda. Hampir seluruh mahasiswa angkatanmu tahu hubungan kalian serius, bahkan sebahagian dosen mengetahui kalau kalian akan segera menikah."
" Cinta tidak selalu berakhir dengan pernikahan, bukankah begitu bu....?"

" Ok, show must go on, bagaimana skripsimu, sudah kau perbaiki.?" tanyanya mengakhiri percakapan kami tentang Magda .
" Berikan aku kesempatan seminggu lagi bu, aku janji akan segera menyelesaikannya." Susan menahanku ketika hendak keluar dari kantornya. Susan mengajakku ke restauran di sebuah hotel, menurut ukuran mahasiswa cukup mewah. (Bersambung)

Los Angeles. February 2009
Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (4)

=================
Kepalanya kembali disandarkan ke atas dada suaminya, tetapi matanya binar kearahku. Mataku tak mampu menatap ibu dosen yang kesehariannya "galak" didalam kelas.
=================
Buru-buru dia menyerahkan sisa rokoknya kepada suami setelah mendengar sebuah lagu The Bee Gees yang populer kala itu, "Staying alive." Ibu dosen menarik tanganku setengah memaksa "turun" mengikuti irama lagu yang dibawakan group band lokal discotik itu. Sungguh, aku kikuk dan menyesal kenapa minuman tadi kubuang ketoilet.

" Zung, nggak usah malu-malu... aku melihatmu beberapa kali berdansa ditempat ini," ujarnya pelan di kupingku. Sial, aku ditantangin bagai membangunkan singa tidur.
" Susan, aku mau pesan minuman, kita sebentar ke meja bar yuk?" Sekali mandi, basah, pikirku; Akupun tak peduli pada suaminya.

Aku dan ibu dosen yang lagi "gatal' duduk di counter bar menunggu usai lagu sambil menenggak minuman pesanan; Sengaja minuman kupesan murni, tanpa campuran, agar tembakannya segera "membakar".

Susan, meminta kepada group band agar lagu kesayangannya itu dinyanyikan ulang. Perlahan, dia menarik tanganku ke tengah floor. Tangannya melingkar ke pinggangku. Bedebah...., perempuan satu ini kerasukan pikirku, kenapa pula aku menjadi sasaran yang kebetulan sedang"menganggur" dan "menderita" batin.?

Minuman mulai "merasuk" ke syaraf sekaligus melenturkan tubuhku mengikuti "tambur" yang Susan dendangkan di kebekuan kalbu. Susan mulai memantik gelora, malam itu aku menggeliat binal mengikuti sukma irama liar ibu dosenku, gila.

" Bang, aku capek," desisnya ke telingaku
" Susan, sebentar lagi," jawabku, kakiku terus melangkah mengikuti irama musik, kepalanya merebah disisi kepalaku.
" Zung, aku capek....." desisnya lagi.

Aku tak peduli.... hingga irama musik beralih ke irama lembut. Gerakanku terus bergerak mengiringi irama ditengah puluhan pasangan yang semakin hanyut menjelang tengah malam, hingga akhirnya ibu dosenku itu rebah diatas dadaku. Kedua tangannya menggelantung dileherku yang dibalur keringat.

Tubuhku hampir limbung menahan tubuhnya yang bertumpu di dadaku, akhirnya aku menyerah, " Susan aku lelah...ayo kita duduk .." bisikku ketelinganya. Kini giliran dia tak perduli, kepalanya tetap melekat disisi kepalaku, kakinya lemah mengikuti irama, hingga pada pada ujung irama. "Terimakasih Zung," ucapnya setelah ujung bibirnya mengecup dan menggigit pelan daguku.
***
Dengan perasaan terpaksa aku mengambil sebatang rokok yang Susan tawarkan, meskipun aku sudah lama meninggalkan kebiasaan merokok setelah Magda,dulu, rewel setiap aku merokok.

Susan memantik zipponya keujung rokok buatan luar negeri kesukaannya. Hanya beberapa kali dia menyulut rokoknya, kemudian menyorongkan kemulutku. Kembali jari lentiknya mengambilnya dari bibirku, dia selipkan diantara dua bibirnya, menghisap dalam; mulutnya memainkan asap rokok membentuk bundaran putih kemudian raib.

Susan tertawa renyah ketika aku terbatuk-batuk akibat asap rokok yang dihembuskannya kewajahku. Ditengah alkohol masih merasukiku, bayangan Magda dan Mawar datang silih berganti, ingat ketika keduanya menyuapi aku makanan. Tetapi malam ini ibu dosenku "menyuapi"ku nikotin jahanam. Pengaruh minuman dan asap rokok semakin menyesakkan alur pernafasan, semaput.

Aku hampir tak mendengar ketika Susan mengajakku pulang, " bang ayo aku antar pulang,"ajaknya. Suaminya memopongku dari kursi, leher seakan tak mampu lagi menahan kepalaku. Aku coba bertahan dengan mata berkunang-kunang. Susan melingkarkan tanganku keatas pundaknya sembari memapahku berjalan kearah mobilnya. Aku melihat - samar-- dua sosok wanita mendekati Susan dan suaminya.

" Biar kami yang antar pulang om," ujar kedua perempuan itu.
" Iya bang, kamu diantar pulang sama mereka? tanya Susan
Antara sadar dan tidak, aku menundukkan kepalaku tanda setuju, pada hal aku tak jelas siapa kedua perempuan itu.

Esok harinya menjelang siang, aku kaget setengah mati. Ketika aku terbangun, ternyata semalaman aku tertidur diantara dua orang perempuan. Uhhh...mereka perempuan pramuria diskotik tempatku nongkrong.

Malam itu mereka berhasil "menculik"ku setelah beberapa kali gagal mengajakku pulang bersama. Keduanya- Sari dan Ira ( bukan nama sebenarnya) adalah mahasiswi semester enam disalah satu perguruan tinggi swasta. Aku tidak mengerti apa maunya kedua perempuan pramuria ini, kenapa mereka berulangkali mengajakku pulang bareng dan akhirnya tidur bersama pula.

Ketika aku bangun, pakaianku utuh sebagaimana ku kenakan sebelumnya. Juga pakaian mereka yang tak ada yang aut-autan bekas di" vermak."
Lalu muanya apa? Aku tak habis pikir. Sari dan Ira terjaga dari tidurnya ketika aku bangkit dari pembaringan yang hanya dilapis selimut tipis diatas ubin.

" Bagaimana aku ada sisini,?" tanyaku kepada Sari dan Ira
" Tadi malam, abang kami "culik" ketika abang mabuk berat." ujar Ira.
" Siapa perempuan teman abang tadi malam. Tampaknya abang menikmati irama musik dengan perempuan itu."
Keduanya kaget ketika kuberitahu, perempuan itu adalah dosen sekaligus pembimbing skripsiku. " oh...iya tetapi wajahnya masih muda, tapi "style" nya seperti anak remaja, "ujar Ira tertawa
(Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (3)

================
Aku berusaha mengurangi "jam terbang" kehidupan malam kecuali malam minggu, yang ini aku sukar meninggalkannya.
===============
AKHIR pekan, bulan kedua setelah aku kembali pada kehidupan malam. Aku bertemu ibu dosen pembimbingku bersama suaminya di diskotik tempat tongkronganku melepaskan kepenatan jiwa.

Ibu dosen menemuiku di pojok ruangan sekaligus membuyarkan penikmatan lagu " biarlah sendiri" yang di populerkan Edy Silitonga. Aku merasa surprise, bagaimana dia mengenaliku dalam cahaya remang. Memang aku sengaja memilih duduk dipojok pada setiap kunjunganku. Aku tak sudi diganggu siapapun termasuk pramuria yang selalu mengajakku pulang bareng.

" Aku dari tadi melihatmu duduk sendirian, mana tunanganmu ?" tanyanya seraya duduk disebelah kursi, sementara suaminya ditinggal dikursi sendirian.
Aku gelagapan, tak tahu mau jawab apa atas pertanyaannya. Aku tertangkap basah. Pikiranku langsung tertuju "hukuman" yang akan ku terima mengenai skripsi - bab yang disuruh rombak tak kunjung usai. Aku semakin kaget ketika ibu dosenku memanggilku abang, " heh....bang jawab, abang sendirian...?
"Ya...iya bu," jawabku dengan bibir gemetar.
"Mana dia tunanganmu Magda ? Minggu lalu abang minta waktu diundur untuk menyelesaikan skripsimu karena mau menikah."

" Kami sudahan, nggak jodoh bu."
" Jangan panggil aku ibu, panggil saja namaku. Dikampus boleh abang panggil ibu, okey?"

" Ya, iya bu Susan, " jawabku sambil melirik kemeja suaminya.
" Aku sudah bilang jangan panggil ibu, Susan saja cukup."
Ibu dosenku memanggil pramuria menambah minumanku, " cukup, aku sudah cukup bu...ehhh...Susan, aku hampir sempoyongan," tolakku.

" Tambah sedikit lagi bang; Boleh aku tahu, kenapa abang sudahan dengan tunangan mu Magda?" tanyanya seraya menambah minumanku.
" Tapi ini bukan bagian dari kelengkapan skripsiku kan?" candaku.
"Hmmm...abang ...lupakan dulu skripsimu, esok lusa masih ada waktu membicarakannya. Beberapa kali aku dan suami kesini, aku perhatikan, abang sering gonta-ganti pasangan, kali ini abang sendirian, kenapa. ?"
" Aku ingin menyendiri, terlalu banyak beban pikiranku."

" Tunanganmu.?"
" Ya dan...skripsiku."
" Oh....iya? Senin lusa datang kekantorku biar kita perbaiki, sekarang abang releks," ujarnya sambil menyalakan rokoknya.

Suaminya beranjak dari kursinya berjalan kearah kami. Bertiga, aku, Susan dan suaminya Hendra semakin larut mereguk kenikmatan malam dengan senandung silih berganti oleh musisi lokal. Susan menarik suaminya turun berdansa. Sementara mereka asyik melenturkan tubuh megikuti nada dan irama, aku ke toilet membuang minuman yang baru saja ditambahkan Susan dan pramuria. Mata sudah mulai berkunang-kunang dan perut merasa mual. Ditoilet, aku mengeluarkan dengan paksa alkohol dari perutku sebelum aku terjungkal di depan ibu dosen dan suaminya.

Aku kembali ketempat dudukku, kepala sedikit ringan. Dalam kesendirian, aku hanyut mengikuti irama musik mendayu lembut menghantar khayalku ke mantan pacar Magdalena setelah dua bulan kami berpisah. Khayalku sesekali ke Mawar, sebab sebelumnya, sudah ada signal tautan dalam hati.

Susan dan suaminya kembali ketempat duduk, tampak Susan kelelahan. Dia menyandarkan dirinya keatas dada suaminya. Dia menoleh kearahku sembari meminta menyalakan rokoknya yang terselip diantara kedua bibirnya. Ah....Susan, kau memancing gairahku yang lama membeku, gumamku. Kenapa pula mesti aku yang disuruh menyalakan rokoknya padahal dia memegang zippo nya. Tanganku sedikit gemetar mengambil zippo dari jepitan jari lentiknya.

Susan, ibu dosenku mendekatkan bibirnya ketanganku ketika memantik zippo miliknya. Kepalanya kembali disandarkan ke atas dada suaminya, tetapi matanya binar kearahku. Mataku tak mampu menatap ibu dosen yang kesehariannya "galak" didalam kelas. (Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (2)

http://www.youtube.com/watch?v=L-0tw7rCJ-Y

==========
Magda berdiri dan menarik tanganku lembut, " ayo bang, kita bicara dirumah."
==========
Aku menolak ajakan Magda bicara dirumahnya, itu hanya menambah penderitaan, pikirku."Terimakasih Magda, kita bicara disini sajalah, aku nggak marah, hanya kesal lihat tingkah kalian berdua. Aku janji tidak akan marah, Magda duduk lah," bujukku.

Aku memulai "investigasi" kenapa Magda dan Mawar menjauhiku. " Kalian terlalu kejam, tak punya hati, meninggalkanku sekarat menanggung beban, itu kah artinya sahabat. Tolong kalian uraikan apa dosa-dosa ku.?" Magda dan Mawar saling beradu pandang, tampak keduanya ingin menyampaikan sesuatu. Akhirnya, Mawar mengawali dengan mengutarakan kekecewaan hatinya.

" Bang, aku dan Magda tak tega menggangu hubunganmu dengan wanita itu."
" Wanita ? Wanita siapa!? Dimana....? Mawar !? Magda....!? jerat apalagi yang kalian lilitkan keleherku. Itu hanya tuduhan yang sangat menjijikkan, fitnah," balsku sengit.

" Bang, pagi minggu lalu, aku mampir ke rumah abang untuk menghantar catatan kuliah abang yang tertinggal. Tetapi aku urung masuk setelah melihat wanita itu keluar dari kamar abang, aku tak tega mengusik ketenangan abang dengan wanita cantik itu." ujar Mawar serius.

Aku kaget luar biasa atas tudingan Mawar, belum ada seorangpun wanita yang pernah aku temani apalagi pacaran pasca "perceraian" dengan Magda. Aku hampir berteriak marah mendengar tudingan ini.

"Sungguh bang, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Ketika aku mau masuk kamar abang, dia memandang tajam kearahku, aku ketakutan dan langsung pergi," tambah Mawar.

Akhhhhh...akhirnya aku tertawa....sadar, mereka tidak ku beritahu jika aku sudah pindah dari kamar yang ku tempati hampir lima tahun itu. Dua minggu sebelum Mawar bertemu dengan wanita itu, aku telah pindah jauh kerumah "mewah" ( mepet sawah) di ujung desa kecamatan. Aku tak kuasa menempati ruangan di wilayah "menteng" ( sebutan utk keluarahan mencirim tengah, pen) sendirian tanpa Magda dan Mawar. Kamar itu menjadi saksi sejuta kenangan yang terukir didalamnya.

Magda dan Mawar semakin sewot melihat aku tertawa, pikiran mereka, aku tak bisa lagi mengelak karena tertangkap basah dengan seorang wanita.
" Ada yang lucu bang?" tanya Mawar, sementara Magda menatapku dengan wajah marah, terlihat dari kelopak matanya terbuka lebar. Aku mohon maaf kepada Magda dan Mawar, masih tertawa lepas, belum bisa menghentikan rasa geli. Akhirnya semuanya terjawab, ternyata kebencian mereka terhadapku karena salah pengertian.

"Oh...iya, mohon maaf, aku tidak memberitahukan, bahwa aku telah pindah dua minggu lalu."
"Jadi.......wanita itu...?" Mawar tak meneruskan kalimatnya. Mawar Magda menunduk malu, akhirnya merekapun tertawa bersamaan.

Keduanya mencubit pinggangku kiri kanan, tetapi cubitan Magda paling terasa dibanding Mawar. Kini suasana menjadi cair, aku tidak lagi uring-uringan seperti orang pesong. Melihat suasana sudah cair, ibu pemilik kantin pun ikut "merayakan" pulihnya susana itu dengan suguhan minuman fanta merah buatku dan teh manis dingin untuk Magda dan Mawar.
****
"Ayo bang kita berlomba siapa duluan selesai skripsinya," tantang Magdalena ketika suasana kembali pulih.
"Aku pusing nih, dosen pembimbingku banyak maunya. Tadinya sudah rampung tinggal perbaikan, tetapi kemarin malam dia minta supaya mengganti bab akhir."

Kali kedua Magdalena mengingatkanku, " hati-hati bang, jangan sampai terjebak. Ibu itu semakin genit sepulang dari Amerika menyelesaikan masternya."

Tak pedulilah aku, kalau itu maunya, aku siap daripada skripsiku digantung terus."
" Halah...maunya abang itu," tukas Mawar
" Sekalianlah, sekali mendayung dua pulau terseberangi, tak ada rotan
plastikpun jadi," ucapku bergurau

Magda menatap tajam kearahku tapi tak berucap kecuali Mawar, "dosa lho bang," ujarnya.
" Dosa......? dosa kalian paling banyak, kalian tega membiarkanku sendirian. Lagian, kan enak pacaran dengan ibu-ibu, dosen lagi." ucapku sengaja angekin mereka.

Tiba-tiba Magdalena berdiri," Mawar, ayo pulang sebelum penyakit abang kumat."
"Siapa duluan meninggalkanku, dosanya paling besar."
`Siapa pegajul dan pemabuk, jatuh cinta dengan isteri orang dosanya maha berat," ujar Magda seraya menarik tangan Mawar, pulang. Aku benar-benar ditinggal sendirian, ah..nasib.

Aku siap melayani "tantangan" Magdalena adu cepat menyelesaikan skripsi kami yang tertunda gara-gara asmara meradang. Aku berusaha mengurangi "jam terbang" kehidupan malam kecuali malam minggu, yang ini aku sukar meninggalkannya. (Bersambung)

Los Angeles. February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (1)

http://www.youtube.com/watch?v=3WVj3GHkOQI

Orang yang diabaikan adalah luka yang paling menyakitkan dalam hidup, melebihi dari kematian. Dua bulan lamanya, aku"tersingkir" dari sahabat dekatku. Sinta, Mawar dan tentu saja Magdalena tak lagi menjadi sahabat bersendagurau, bertukar pikiran bahkan berkecan manakala bara cinta bergelora. Semuanya telah padam dan beku dalam debu kematian.

Tidak ada yang perlu disesali kecuali menjalaninya mengikuti alur sungai hingga kesamudera luas. Magdalena, perasaannya semakin pulih setelah ditinggal ayahnya menyusul "perceraian" kami. Tegur sapanya sering meluluhkan hatiku. Sering merasa bersalah dengan sikapku masa lalu.

Aku menyadari telah menorehkan luka dalam sanubarinya. Penyesalan selalu datang terlambat. Aku hanya menyesal, keputusanku mendahului pertimbangan matang. Magdalena membuktikan kesungguhannya mencintaiku, dulu.

Albert -pria pilihan ayah Magdalena--awal malapetaka itu "menggelepar" ketika Magda bersikukuh mengatakan "no way" hingga akhir hidup ayahnya, yang juga punya modal merusak hubunganku dengan Magda. Alberth pergi tanpa setitik nokta kenangan dengan Magda, kecuali bongkahan kosong.

Kini, cintaku membubung tingi melebihi cinta sebelumnya kepada Magdalena. Aku merindukannya kala aku sendirian menekuni sisa perkuliahanku. Ada hasrat ingin menyatukan hati yang remuk; namun itu sesuatu yang mustahil, sama mustahilnya menyambung rambut yang telah dipotong pertanda kehancuran hatinya.

Untuk melepaskan kerinduanku, hari demi hari dalam buku kecil kutorehkan penggalan kalimat yang masih dapat kuingat kata-kata romantis yang keluar dari mulut Magda; juga kata-kata penyesalan;

I'm sorry for blaming you for
everything I just couldn't do
And I've hurt myself by hurting you
Some days I feel broke inside but I won't admit
Sometimes I just want to hide `cause it's you I miss
You know it's so hard to say
goodbye when it comes to this
****
Entah mengapa, Mawar--sahabatku dan Magda-- menjaga jarak denganku sejak hubunganku berakhir dengan sahabatnya Magdalena; tidak sekalipun Mawar berkunjung kerumah seperti sediakala; juga tak pernah menanyakan perihal skripsiku yang terbengkalai apalagi tentang kesehatanku.

Memang, Mawar masih tetap menyapaku jika bersua dikampus atau dalam pelbagai kesempatan, namun kehangatannya sangat berbeda dengan masa - masa ketika aku bersahabat dengan Magda.

Sepanjang ingatanku, aku belum pernah sekalipun menyakiti hatinya, bahkan Mawar sering memujiku bila aku menyelipkan humor ketika setiap percakapan kami mengalami kebuntuan. " Bang, berbahagialah perempuan yang menjadi isterimu, ada saja humor abang mencairkan suasana," ucapnya suatu ketika.

Masa-masa perawatanku sejak dirumah sakit dan dirumah perawatan dukun patah tulang hingga perwatan dikamarku, menurutku, sedikit telah terajut kasih. Kuncup bunga mulai mengembang, kelopak mulai merekah meskipun belum sempurna.

Namun, bagiku kini hanya sebuah misteri yang sukar kutelusuri, atau barangkali saja aku hanya berhalusinasi atau inikah yang diisyaratkan Sinta paribanku saat dia memaki dan mengutukiku, karma,?. Ketika itu amarah Sinta meluap saat aku mengakhiri hubunganku dengan Magdalena. Melalui teman dekat Mawar aku berusaha mencari tahu, kenapa sikap Magda begitu dingin akhir - akhir ini. Mawar tetap saja bungkam, gayung tak bersambut.
***
Kepalaku pusing, terpaksa aku main "kayu". Usai kuliah - masih dalam ruangan-kuletakkan secarik kertas di kursi Mawar dengan tulisan besar " Aku mau bicara denganmu di kantin sekarang juga, atau, aku berteriak-teriak dikampus ini." Kalimat yang sama kutuliskan dan kuletakkan di kursi Magdalena.

Mereka saling berpandangan, Magda berceloteh," ihhh..abang.... pesongnya( sinting, pen) kambuh..."
"Iya, aku gila....gara-gara kalian berdua" ucapku ketus ketelinga Magda seraya meninggalkan mereka menuju kantin.

Tidak lama aku menunggu, Magda dan Mawar menyusul, mereka duduk menghadapku, wajahku murung. Tapi sikap "kasar" ku tak bertahan lama setelah melihat kedua wajah Magda dan Mawar ketakutan.

Bukan hanya mereka berdua ketakutan, pemilik kantin pun bibirnya bergetar ketika menanyakan apa pesanan ku. Dia beringsut pergi, setelah mendengar jawabanku setengah berteriak, "nggak, aku nggak punya pesanan."

"Bang, kita bicara dirumah saja, ada apa kok marah-marah seperti ini, malu dilihatin kawan-kawan," ujar Mawar, sementara Magda menatapku tajam, hingga akhirnya sedikit cairan bening melabur bola matanya, "Iya, bang kita bicara dirumah saja," ujarnya tersendat. Magda berdiri dan menarik tanganku lembut, " ayo bang, kita bicara dirumah." ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku"

http://www.youtube.com/watch?v=EOOLv_5fJdQ

Dalam perjalanan kisah cinta dengan Magdalena selama lima tahun dilalui ditengah riak dan gelombang; menapak jalan berliku di bentara luas dan ganas. Cinta kami kandas ditelan lolongan serigala dikeheningan malam nan mencekam.
Sang pemilik waktu belum memberi kami kenikmatan cita beraroma cinta sejati, setidaknya hingga dalam tuturan kisah ini.
Lalu bagaimana kisahkasihku dengan Magdalena yang aku cintai selama lima tahun?.
Gejolak hati teredam ketika hatiku mengembara dalam kesepian; bertemu dengan dosenku yang seharian mengajar dikelasku; disebuah diskotik, tempatku merajam kebisuan, kemudian mengukir kisah baru diawali hanya dalam bilangan jam. Kemudian bagaimana.....?
Silahkan ikuti pada seri-seri berikut; Kalau tidak keberatan silahkan berikan komentar :))
Salam
Tan Zung
Los Angeles, February 2009