Tuesday, March 17, 2009

Dosenku "Pacarku" (94)

==================
Aku tertawa gelak dengan tingkahnya. Aku berdiri menarik tangannya duduk disampingku.
" Magda masih mau tolong aku?"
" Kalau bisa kenapa nggak?" jawabnya
=================
" Malam minggu depan om Hendra mengajakku ke diskotik. Tapi aku nggak punya teman, Magda mau pergi dengan ku,?" Matanya terbelalak mendengar ajakanku. " Abang mimpi? Nggak ah...aku nggak mau. Nanti aku dianggap perempuan nakal."
"Pikiran mu sama dengan orang kebanyakan, keliru. Mereka beranggapan, juga kamu, bila berkunjung ke diskotik adalah orang- orang nakal; bahkan, mengangap orang yang rajin beribadah lebih suci dari mereka.

Ira salah seorang korban anggapan sempit itu. Ira tak pernah melacurkan dirinya meskipun dengan cara itu dia mendapatkan uang lebih banyak dan lebih gampang. Dia bekerja sebagai pramuria karena butuh uang membiaya perkuliahannya, " ujarku.
" Iyalah bang, aku mau temani kesana, tetapi abang angkat janji dulu, tidak lagi mau mengulangi masa lalu, mabuk-mabukan. Ayo berdiri, ucapkan janjimu," desaknya sambil ketawa. Dengan terpaksa aku menirukan gayanya ketika "angkat janji". Kami tetawa bersama usai aku mengucapkan janji: " Aku berjanji dihadapan itoku ratu cerewet, tidak akan mabuk dan ugal-ugalan."

" Aku nanti hanya duduk temanin abang. Jangan buat yang aneh-aneh kalau nggak mau aku tinggal. Juga jangan ditawarin minum, aku nggak biasa minum alkohol, " ujarnya
" Magda nanti minum minuman ringan. Kehadiranmu, akan membatasi diriku minum dan mungkin Susan agak enggan mengajakku minum berlebihan seperti beberapa bulan lalu." Magda akhirnya setuju pergi bersamaku ke diskotik.

Malam minggunya, aku dan Magda berangkat ke diskotik. Di dalam mobil, Magda mengingatkanku lagi, jangan minum berlebihan. Boleh minum tetapi sekedarnya saja. Magda mengancamku. "Bila nanti abang minum banyak, akan aku tinggal."
"Itu makanya aku ajak Magda biar ada yang mengontrol ku," balasku.
***
Hendra dan Susan menyambut aku dan Magda sembari menyalami kami. "Selamat kepada doctoranda Magdalena," ucap Hendra hangat. Magda tersipu karena meyebut gelar akademis didepan namanya. Susan merasa suprise melihat kehadiran Magda. Tanpa merasa sungkan Susan berbisik di teligaku, " Zung, dulu kami bilang, hubunganmu dengan Magda tidak akan mungkin bersatu lagi. Kok malam ini abang datang bersama Magda.!?"

" Hubunganku dan Magda sebatas teman saja, karena dulu kami pernah bersahabat erat, " ucapku pelan, sementara Magda asyik bicara dengan Hendra. Selama kami di diskotik, Susan hanya sekali mengajakku ke floor tetapi agak lama. Aku khawatir Magda akan merasa bosan menunggu kami yang sedang hanyut mengikuti alunan musik. Berulangkali aku melepaskan pelukan Susan, tetapi dia selalu membujukku. " Bang malam ini untuk yang terakhir. Abang jadi berangkat ke Jakarta? Kapan, ? tanyanya tangannya masih melingkar leherku.
" Aku berangkat akhir bulan ini."

Susan melepaskan tangannya setelah mendaratkan bibirnya dipipiku. Aku menggandeng Susan kembali duduk kesisi Hendra. Magda menyambut Susan dengan senyuman. Tidak lama setelah aku duduk tangan Magda mencubit pahaku, tapi matanya menuju kearah Susan. Hendra membujuk Magda untuk turun berdansa, tetapi dengan sopan Magda menolak.

Aku berbisik kepada Magda: " Pergilah! Itu hanya tatakrama dalam dunia persahabatan. Nggak apa-apa kok.! " ujar ku. Magda mencubit paha ku lagi dan besbisik: " bang, diam !"
***
Aku dan Magda mohon diri. Susan dan Hendra berusaha membujuk kami untuk tinggal sebentar lagi.
" Aku mau menjemput mami," jawab Magda berdalih.
Didalam mobil, Magda marah-marah. " Ngapain abang suruh aku berdansa dengan om itu hah...!?
" Itu hanya tatakrama..."

" Makan tatakramamu itu. Kenapa bukan abang yang ajak aku?"
" Lho, aku nggak tahu kalau Magda mau .?"
" Mau! Mau gamparin abang. Tadi di mobil sudah aku ingatkan jangan minum banyak, tetapi abang minum sembunyi- sembunyi. Memang, di mejamu hanya sedikit, tetapi ketika dengan Susan, aku melihat abang berulang kali menambah minuman."

" Aku hanya menambah sedikit. Buktinya aku masih bisa ngomong normal," jawabku membela diri.
" Lain kali aku nggak mau lagi ikutin abang."
" Iya nggak lagi lah. Aku kan mau berangkat ke Jakarta!?"
" Abang jugul.!" (keras kepala, pen)

" Terserah Magda bilang apalah. Bagaimanapun aku tetap mengucapkan terimakasih; malam ini kamu telah menyelamatkanku. Kalau tadi Magda nggak ikut, pasti aku akan kembali seperti dulu mabuk berat. Kemarin motormu menyelamatkanku, aku nggak jadi nginap dirumah Susan. Malam ini giliranmu menyelamatkanku. Bagaimana pula aku dapat melupakannya semua itu," ujarku serius.

" Zung tak perlu mengucapkan terimakasih seperti itu," ujar Magda mengelus pipiku. Bang, nggak usah coba-coba lagi minum biar sedikit juga. Nanti abang kembali jadi manusia brutal, tak karuan," nasihatnya lembut.
" Tadi Magda bilang mau jemput mami. Mami dimana?"tanyaku
" Di rumah! Tadi aku bilang menjemput mami, agar kita bisa pulang, dan merekapun nggak tersingung. Itu tatakrama bersahabat," ujarnya ngenyek menirukan ucapakanku sebelumnya."( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (93)

============
Tengah perjalanan, Hendra mengajakku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat sungkan menolaknya.
=============
SUSAN bergayut manja diatas dada Hendra. Hendra berulang mencium kening Susan dan pipinya setelah habis makan. Hhmm..sempurnanya Susan memainkan peran ganda. Sebelumnya, tadi siang duduk di dalam perahuku meski layar tak berkembang. Kini akan berlayar dengan perahu sejatimu mengarungi lautan luas tanpa riak dan gelombang, kataku dalam hati.

Sebelum kami meninggalkan hotel, Hendra menyerahkan oleh-oleh kepadaku sebuah ballpoin diujungnya disepuh emas; menurut Hendra mas "10 k"
" Ini hadiah untuk keberhasilanmu," ujarnya. Aku sangat terharu menerimanya, tidak sedikit terpikir olehku akan mendapat sesuatu dari Hendra. Aku juga mau menjemput dia bersama Susan, karena ingin membalas kebaikan Susan ketika membimbing skripsiku. Susan banyak memperbaiki skripsiku, maklum pada saat itu aku sedang ugal-ugalan karena putus cinta dengan Magda.

Hendra menghantarkan aku pulang sebelum mereka pulang kerumahnya. Hendra mengajakku ketemu di diskotik malam minggu dimana kami pernah bertemu sebelum dia berangkat ke London. Setelah mereka menghilang disudut ujung jalan, aku segera menuju kerumah Magda ingin menemaninya karena dia tinggal sendirian dirumah.

Seperti biasanya, dia berlagak marah. " Abang keenakan iya dengan ibu Susan. Katanya menjemput om itu sore hari, kok baru pukul sepuluh baru kembali!?
" Aku diajak makan malam oleh suaminya."
" Jadi abang sudah makan? Kebetulan lah, aku lagi malas kedapur nih." Aku tarik tangannya menuju keruang tamu. Aku menunjukkan oleh-oleh yang baru saja diberikan Hendra. Magda menatapku heran.

" Om itu mungkin salah ngasih. Ini pena mahal. Papi dulu punya, tetapi hilang dicuri orang dari kantornya, " ujar Magda.
" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujarku menggoda.
" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin," balasnya .

Aku terdiam mendengar "tembakan" Magda. Sadar dia kecolongan, segera Magda berdiri dan memelukku, dia menempelkan pipinya dipipiku. " Zung maafkan aku, mulutku latah," bujuknya.
" Aku mau datang kesini karena memenuhi permintaanmu, bukan mendengarkan hujatan dan mengungkit masa lalu yang sedang berusaha melupakannya. "

" Maaf bang, aku keceplosan. Aku tahu abang berusaha melupakannya malah mulutku ngelantur. Maaf iya Zung."
" Jangan ulang lagi, atau aku tidak akan mau datang kesini untuk selamanya," ancamku.

Tiba-tiba Magda berdiri dengan posisi sikap sempurna sambil mengangkat tangannya di sisi lengannya: " demi abang ku yang baik, aku berjanji tidak akan mengungkit masa lalu abangku yang berwajah jelek," suaranya lantang.
Aku tertawa gelak dengan tingkahnya. Aku berdiri menarik tangannya duduk disampingku.
" Magda masih mau tolong aku?"
" Kalau bisa kenapa nggak?" jawabnya.( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (92)

" I Surrender"
oh oh mmm
There's so much life I've left to live/And this fire's burning still/When I watch you look at me/ I think I could find the will/To stand for every dream/And forsake the solid ground And give up this fear within/Of what would happen if they ever knew/I'm in love with you

*) 'Cause I'd surrender everything/To feel the chance to live again/I reach to you/ I know you can feel it too/We'd make it through/A thousand dreams I still believe I'd make you give them all to me/I'd hold you in my arms and never let go/I surrender

I know I can't survive/Another night away from you/You're the reason I go on/And now I need to live the truth Right now, there's no better time/From this fear I will break free/And I live again with love/And no they can't take that away from me/And they will see... yeah
*)
Every night's getting longer/And this fire is getting stronger, baby/I'll swallow my pride and I'll be alive/CAN'T you hear my call I surrender
*)
Right here, right now/I give my life to live again/I'll break free, take me/My everything I surrender all to you right now I give my life to live again/I'll break free, take me (My everything) My everything (I surrender all to you)
==============
Aku tak dapat melawan kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin tidur. Magda bergegas merapikan kamar disebelah kamarnya.
==============
PAGI setelah serapan, Magda mengantarkan aku kerumah kost. Magda memesan supaya nanti malam mampir kerumahnya. " Aku nggak pasti. Lihat nantilah,"jawabku
" Abang harus datang, Magda nggak ada teman. Adik Jonathan lebih sering dirumah om dokter. Dia menjaga paribannya, takut diambil orang," ujar Magda ketawa.
***
Siang, Susan menjemputku pada hal suaminya baru akan tiba sore hari. Susan membawaku ke hotel tempat kami dulu makan siang. Aku mengikuti kemauannya, tokh tinggal berapa jam lagi aku sudah "selesai" dengannya pikirku. Suasana "dining room" dengan tata lampu dan alunan musik romantis merasuk dalam kenangan berdua. Ditempat yang sama beberapa bulan sebelumnya kami saling berbagi kasih dengan letupan sukma berbalut cinta.

Setelah selesai makan, Susan menyandarkan tubuhnya kesisi lenganku sambil menikmati tembang-tembang lama yang mengalun manis. Sesekali suaranya lirih mengikuti tembang kenangan itu sambil melirikku. Susan meraih tanganku menggemgam erat. Dari mulutnya terucap kata, " Zung, aku masih menyayangimu, cintaku belum berubah. Tetapi sikapmu akhir ini, membuatku bingung memutuskan perahu mana aku harus berlayar.

Sekiranya abang berkenan ( lagi )mengucap janji cintamu seperti beberapa bulan lalu, untuk meyakinkan diriku, aku akan segera mengambil keputusan perahu mana aku akan berlayar."

"Susan, biarkanlah perahuku berlayar mengarungi samudera luas nan ganas itu tanpa pengayuh pendamping. Aku juga tak tahu pasti arah perahuku akan berlayar. Aku hanya berharap dalam kesendirian, kelak perahuku akan berlabuh dalam dermaga kasih penuh kedamaian," balasku.

"Zung, aku masih mencintaimu dengan sepenuh hati. Katakan, kalau abang masih menyayangi diriku; aku akan berlayar bersama dirimu membelah gulungan ombak di lautan luas ."

Lidahku kelu, mulutku masih terbungkam oleh jerit tangis ibuku. Dalam hati mengakui, aku menyayanginya; tetapi tatanan hidup manusia beradab memasung diriku melanjutkan kisah kasih yang pernah kami rajut. Aku menatap wajahnya masih penuh harap atas diriku, sendu, bagaikan kelopak layu sebelum mekar.

" Susan, seandainya nyanyian burung diatas sana dapat engkau mengerti, dia bertutur banyak tentang ungkapan hatiku yang tak terucap. Susan sedengkanlah telingamu barang sejenak diselah jendela alam, maka engkau akan mendengarkan desisan hembusan angin malam; dirimu akan mendengar senandung rinduku tak terperi. Dikeheningan malam aku tersungkur oleh gelora hati; mataku rabun oleh gejolak sukma menapak jalan berkubang."

Aku mengajaknya keluar dari ruangan romantis itu. Aku khawatir ungkapan rasa antara aku dan Susan akan menggiringku kembali ke kubangan yang sama, selingkuh. Aku tak tahu, apakah Susan dapat menangkap rangkaian kata yang baru saja kuucap.

" Susan, sudah waktunya kita ke airport sebelum pesawat yang ditumpangi om Hendra mendarat,"ujarku mengingatkan. Susan segera menguasai hatinya, dia meraih lenganku, rona wajahnya ceria, pulih dihiasi senyuman. Kami berjalan bergandengan tangan bagaikan pasangan remaja yang baru saja mereguk madu cinta.

Susan mengangkat lengannya keatas. Diujung jari lentiknya memainkan kunci mobil: " Zung, kemudikan mobil ini, aku ingin duduk disampingmu,"ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil. Sepanjang jalan menuju airport, tangannya tak henti-henti meremas ujung jariku, sesekali dia membasahinya dengan kedua bibirnya.
***
Susan merangkul Hendra suaminya mesra serta menciumnya ketika turun dari pesawat. Aku melihat keduanya melepaskaan rasa rindu setelah berpisah selama kurang lebih tiga bulan. Dalam hatiku terbesit, panggung masih terbuka lebar memainkan sejuta adegan sandiwara dengan alur cerita dan peran berbeda. Susan telah memerankan nyaris sempurna.

Hendra menghampiri dan mengguncang tanganku dalam gemgamannya hangat serta memeluk ku: " Bagaimana dengan kakimu, sudah baikan?" tanyanya. " Selamat atas keberhasilan meja hijau mu," imbuhnya.

"Terimakasih om." Susan menyela,"pap, Tan Zung dapat menjawab semua pertanyaan penguji, dia mendapat nilai sangat memuaskan. Hanya beberapa orang diantara mereka mendapat nilai sangat memuaskan. Pacarnya Magdalena dapat nilai paling tinggi dantara semua peserta," jelas Susan.

Malam itu, aku rela menjadi sopir mereka. Hendra menolak duduk dengan Susan di belakang. " Nggak, aku duduk di depan bersamamu sobatku yang baik," ucapnya. Tengah perjalanan, Hendra mengajakku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat sungkan menolaknya. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (91)

http://www.youtube.com/watch?v=SELp8xfbzJQ&NR=1

"Power of Love"
The whispers in the morning/Of lovers sleeping tight/Are rolling by like thunder now/ As I look in your eyes/I hold on to your whole body/And feel each move you make Your voice is warm and tender/A love that I could not forsake

*)'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for me/I'll do all that I can/Lost is how I'm feeling lying in your arms/When the world outside's too/Much to take

That all ends when I'm with you/Even though there may be times/It seems I'm far away/Never wonder where I am 'Cause I am always by your side

*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for me/I'll do all that I can We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am
frightened But I'm ready to learn/Of the power of love

The sound of your heart beating/Made it clear/Suddenly the feeling that I can't go on/Is light years away

*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for me/I'll do all that I can We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am frightened But I'm ready to learn/Of the power of love
=============
" Zung, jangan kelamaan disana, akhir bulan ini abang mau berangkat ke Jakarta. Jangan lupa tanyakan bapatua ( pakde, pen) Jika mau kerja di Medan, aku dan mami bantuin abang."
============
SORE hari sebelum Hendra kembali dari London, Susan menjemputku kerumah." Tadi ada perempuan mencarimu, katanya kalian ada janji. Pesan ibu, kalau sudah tiba, segera telefon" ujar ibu kostku. Malam itu aku kerumah Magda, aku khawatir malam itu Susan datang menjemputku.

" Magda, boleh aku nginap malam ini disini.?"
" Sejak kapan abang pernah ditolak menginap di rumah ini hah...!?. Kapan abang tiba? Zung, seperti orang ketakutan. Ada apa," tanya Magda.
" Aku baru saja tiba, langsung kesini. Nanti aku beritahu kenapa aku langsung kesini. Magda, aku lapar, sejak siang aku belum makan."
" Ambil saja sendiri kebelakang," jawab Magda

" Magda....Magda...! " teriak maminya dari kamar. Magda kesal mendengar teriakan maminya dari kamar. "Ya...iya mam, aku sedang buatkan makan untuk orang yang kelaparan," jawab Magda sambil menarik tanganku ke dapur.
"Abang ambil sendiri. Ayo sekarang abang teriak lagi," katanya sambil bertolak pinggang.
" Magda, kok kesal sama aku. Kan mami yang teriak bukan aku. Ah..nasib orang......" Segera Magda menutup mulutku sambil tertawa. Magda seakan tahu ujung kalimatku.
" Iya..bang aku buatkan makananmu. Abang makan disini saja. Tetapi janji, ceritakan kenapa abang"melarikan diri'."

Magda menungguiku makan di dapur sambil berdiri. Sebelum habis makan, mami Magda menemui kami kedapur. Lagi-lagi Magda mendapat omelan, karena aku makan di dapur sambil berdiri. Aku kasihan melihat Magda kena omelan terus gara-garaku. Aku juga merasakan sikap kasih sayang inanguda, mami Magda, berlebihan terhadapku.

Magda diam menunduk setelah diomelin maminya sembari membawa gelasku ke ruang makan. Aku mengikutinya sementara mami masih berdiri di dapur.
" Inanguda mau kerumah om dokter dulu, kalian jangan ribut melulu," ingatnya Suasana sedikit terganggu. Aku berusaha menyejukkan hati Magda.

Aku beranjak dari meja makan menyimpan piring dan gelasku, tetapi Magda melarangku: " Bang, tunggu dulu mami belum pergi. Abang senang kalau aku diomelin lagi. Heran ! Aku tak pernah diomelin kalau aku marah kepada adik Jontahn. Pada abang kok kayaknya berlebihan, kenapa iya?"
" Aku juga merasa risih dengan sikap mami. Tetapi mungkin karena aku dianggap tamu. Tamu itu adalah raja."
"Raja maho ( kau raja?. pen) !" ketus Magda.

" Ayo bang cerita, kenapa abang melarikan diri kesini mencari makanan dan buat perkara."
" Sebelum aku tiba, ibu Susan datang kerumah. Dia mau mengajakku menginap dirumahnya malam ini untuk yang terakhir, karena besok suaminya akan kembali dari London. "

" Abang memang serius nggak mau lagi menginap dirumah ibu itu?"
" Itu makanya aku datang kesini. Aku takut dia datang lagi menjemputku malam ini. Magda, aku masih merasakan hangatnya air mata ibu ketika menasihati perihal hubunganku dengan Susan. Tanpa aku sadari, aku telah melukai hati dan mempermalukan ayah dan ibuku. Aku memang keterlaluan. Hanya memikirkan cinta...cinta tanpa pertimbangan moral, pada hal cinta itu bukanlah segalanya.

Tentang aku , Magda juga tahu, bahwa aku paling nggak tahan melihat air mata perempuan. Aku sering " jatuh" oleh linangan air mata perempuan." Itulah membuatku hanyut dengan Susan. Magda maaf, aku tidak ingin mengungkit masa lalu kita. Karena kelemahanku itulah, Magda pernah menyebutku buaya, sama halnya dengan Susan menyebut jenis reptil yang sama, buaya, " ujarku.

" Yahhh...sudahlah Zung. Kok ingar-ingat masa lalu!? Jadi abang ikut ke bandara menjemput suaminya? Abang nggak merasa risih berada ditengah suami dan isteri, meski isterinya pernah abang pcari? "

" Nggak juga. Karena aku sudah tekad, tidak akan berhubungan lagi dengan Susan. Lagi, Hendra suami Susan sudah aku kenal, ketika ketemu di diskotik. Juga waktu aku nginap dirumah Susan, aku telah bicarakan dengan dia kok."
" Om itu tahu kalau abang nginap dirumahnya? Om itu nggak bilang apa- apa.?"
" Nggak! malah senang."

Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin tidur. Magda bergegas merapikan kamar disebelah kamarnya. ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (90)

http://www.youtube.com/watch?v=0hBrln2tf3M&NR=1

==============
Satu beban berat terlalui tanpa ada yang terluka. Karena demikan senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah Magda memberi "laporan".
=============
" Zung, ada apa? Katamu mau pakai motor sampai besok. Kenapa sudah kembali? Wajah abang cerah sekali.!?"
" Magda, motormu "menyelamatkan"ku. Tadinya Susan mengajakku menginap, tetapi aku beri alasan motor harus di kembalikan malam ini. Akhirnya Susan "menyerah" Aku selamat Magda, beban beratku berkurang."

" Abang bilang apa ke ibu itu?"
" Aku nggak bilang apa-apa. Kebetulan suaminya pulang minggu depan. Aku selamat. Aku juga sudah beritahu kalau akan ke Jakarta. Untuk yang terakhir kali, aku nanti menemaninya menjemput suaminya ke bandara Polonia.

" Selamat bang ! sekarang tinggal masalah Maya. Eehhh tahe.. abang, tak habis- habisnya masalahmu ," ucapnya sambil mengelus kepalaku.
"Zung kita ke dapur, bantuin aku masak. Bang, segeralah selesaikan masalahmu dengan Maya, jangan biarkan berlarut-larut; nanti itu akan menyiksa dirimu sendiri."

" Aku nggak ada masalah dengan Maya.! Om John "sibagur tano " itu yang punya masalah. Aku juga kasihan kepada Maya di kekang seperti anak kecil. Sudah sesuci apa rupanya om John itu, ?" kataku geram.
" Apa itu " sibagur tano" bang. Aku nggak pernah dengar, " tanya Magda cekikian.

" Aku pun tak jelas. Itu jenis binatang purbakala dan hidupnya hanya ada dekat comberan," jawabku tertawa. " Siibagur tano sejenis kodok, mukanya paling jelek diantara jenis kodok didunia ini," imbuhku.
" Kok tega benar mengolok-olok om itu, dosa lho bang," ingatnya.
"Ah....nggak apa-apa, dosaku juga paling sebesar kodok. Dosa om itu lebih besar, sebesar gajah hamil ," ujarku, disambut tawa Magda. Sementara aku dan Magda asyik ngobrol, mami menjumpai kami ke dapur sedang memasak.

" Bah Magda ! kau biarkan itomu motong sayur.? Keterlaluan kau inang.!" entak maminya. Magda sewot. " Mami jangan disini, kerjanya ngomel melulu. Memang kenapa rupannya kalau si abang motong sayur? Nih..lagi bang, iris kecil-kecil," perintahnya di depan mami, sambil menyerahkan bawang merah. Mami, pergi meningalkan kami sambil geleng-geleng kepala.
"Magda nggak boleh seperti itu kepada mami. "
" Halah...abang sok nasihati. Cepatan bawang merahnya," ujarnya diiringi senyum.

"Zung, aku sendirian kalau abang beangkat ke Jakarta. Nggak ada lagi temanku ribut. Nggak ada lagi bantuin aku motong cabe, sayur dan bawang," guraunya Sementara aku asyik motong bawang dia menggebrak meja dengan sendok besar. " Bang! dengar nggak aku ngomong," suaranya menghentak bergaya galak.
" Iya aku dengar, gara-gara kamu galak, tiada hari tanpa ribut, maka aku pergi jauh," balasku, disambut gelak Magda.

Masih didapur, Magda mengajukan rencana setelah wisuda pergi wisata ke danau Toba satu malam. " Kalau abang mau biar aku ajak Mawar. Nanti kita nginap di villa om dokter." Aku setuju usulannya.
" Terserah kapan yang penting abang mau. Nggak apa-apa kalau Maya ikut.?"
" Magda, jangan kau buat perkara baru lagi ," ujarku.
" Iya nggak usah kalau abang nggak mau," balasnya sambil menuju ruang depan untuk menghubungi Mawar.

Magda kembali kedapur setelah bertelefon ke Mawar. " Zung, kita jadi berangkat. Mawar senang. Pesannya hanya kita bertiga saja."
" Magda, beberapa hari nanti aku nggak bisa datang kesini, aku mau pulang dulu. Orangtuaku pasti menunggu berita hasil sidangku."
" Zung, jangan kelamaan disana, akhir bulan ini abang mau berangkat ke Jakarta. Jangan lupa tanyakan bapatua ( pakde, pen) Jika mau kerja di Medan, aku dan mami bantuin abang." ( Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/