Thursday, February 19, 2009

Dosenku "Pacarku" (25)


"What About Love"
Ive been lonely/Ive been waiting for you/ Im pretending and thats all /I can do The love Im sending/Aint making it through to your heart/Youve been hiding, never letting it show/ Always trying to keep it under control

You got it down and youre well/On the way to the top/But theres something that you forgot

What about love/Dont you want someone to care about you/What about love/ Dont let it slip away/What about love/I only want to share it with you /You might need it someday

I cant tell you what youre feeling inside/I cant sell you what you dont want to buy /Somethings missing and you got to/Look back on your life/You know something here just aint right

What about love/Dont you want someone to care about you/What about love/Dont let it slip away /What about love/I only want to share it with you/What about love/Dont
you want someone to care about you

What about love/Dont let it slip away/What about love/I only want to share it with you
==============
Bujuk lagilah dia, beruntung bapa mendapat seorang dosen....jangan sampai putus iya..bapa."
Hmm...bibi nggak tahu kalau Susan adalah isteri orang, bisikku dalam hati.
==============
"Siapa perempuan-permpuan cantik, yang datang tadi pagi dan siang itu" tanya bibi.
" Ban serap semuanya," jawabku tertawa
" Eh...bursik maho ( sialan lho,pen). "

" Siapa diantara mereka menurut bibi lebih cantik.?"
" Semuanya cantik-cantik. ibu dosen mu juga manis."
" Bagaimana dengan perempuan yang naik vesva itu, bibi senang yang mana, yang bikin surat atau temannya.?"
" Dua-duanya cantik. Tapi temannya yang menulis surat itu, senang aku lihatnya. Wajahnya ayu dan manis."

" Sudah aku ceraikan dia."
" Bagaimananya ini bapa, bicara sembarangan...hah..nggak bagus itu..." ujarnya serius.
" Iya, aku dulu pacaran dengan dia lima tahun lamanya tetapi beberapa bulan lalu kami tealah putus."
"Kenapa putus? tanya bibi ingin tahu.
" Orangtuanya menjodohkan dengan pria lain, aku marah. Tetapi yang pasti, karena kami tidak jodoh. Lima tahun pacaran lalu putus, sakit sekali. Itulah sebabnya pindah kesini. Aku ingin menenangkan diri.

" Bagaimana bapa bisa menenangkan diri, satu hari saja empat perempuan "menggangu"mu. "
" Bagaimana pendapat bibi, perempuan yang datang hanya sendiri, Ira.?"

" Aku suka dia, selain cantik, santun. Hidungnya mancung seperti hidung bapa," ucap bibi ketawa seraya menambahkan, "bapa jangan mata keranjang."
" Bibi tidak usah khawatir, kelak isi keranjangnya cuma satu dan untuk selamanya."
***
MAKIAN Susan masih lekat dalam otak, hanya gara-gara rasa cemburu berlebihan. Keputusanku berubah, --sebelumnya ingin menjelaskan kedatangan Ira, Magda dan Mawar -- aku tekad tidak akan menjumpainya lagi.

Soal skripsi, aku putuskan akan pilih dosen lain sebagai pembimbing , dengan resiko mengulang dari awal. Dalam hatiku; Beribu kembang tumbuh mekar di taman bahkan dipinggar jalan, tinggal petik jenis apa yang aku mau. Dua diantara seribu kembang , Mawar dan Ira masuk dalam nominasi.

Meski Mawar dalam urutan utama, tapi hatiku masih bimbang keseriusan hatinya. Mungkin juga dia masih terluka atas tragedi yang menimpa hubunganku dengan sahabatnya, Magdalena.

Esok siang setelah keributan dengan Susan, aku menemui Ira sesuai dengan pesan dalam suratnya. Ira sudah menungguku diteras rumah kos nya. Aku tidak melihat Sari temannya. "Sari dijemput pacarnya," ujar Ira.

" Pacar kamu mana.?"
" Belum punya. Nggak ada yang mau bang."
Nah...dia ini satu peluang lagi, menambal hati yang bolong, pikirku.
" Mana catatan yang abang janjikan minggu lalu, ?" tanya Ira, setelah melihat aku datang dengan tangan kosong.

Ops...sedikitpun tidak ingat padahal dalam suratnya kemarin pagi telah diepesankan. Sayang, surat Ira telah "dirampas" oleh Susan.
" Maaf, aku kelupaan. Aku janji, besok akan aku antar."
***
Ira mengajakku kekampus, dia tak canggung menyuruhku menunggu di kantin. Sepertinya kami telah lama bersahabat.
" Berapa lama aku harus menunggu Ira.?
" Nggak lama, cuma sebentar kok bang!" jawabnya, sambil pergi.
" Jangan terlalu lama, tidak ada yang kukenal di kampus ini. Kelamaan, Ira aku tinggal."

Mendengar ancamanku, Ira berbalik dan mendekatiku, "Abang kok galak benar." Ira masih di depanku merajuk. " Bang, jangan ditingga lah aku, Ira cuma sebentar," tambahnya sambil memegang kedua tanganku.

"Iya....sudah pergilah. Aku akan tunggu Ira sampai besok," ucapku sedikit dongkol. Ira meninggalkan dengan perasaan lega. Aku duduk sendirian di kantin.

Setelah beberapa lama, Ira menemuiku ke kantin. " Maaf bang menunggu kelamaan," ucapnya, karena aku menunggunya cukup lama.

" Tidak apa, yang penting bayarannya," balasku berguyon. Usai dari kampus, Ira mengajak ku mampir lagi kerumahnya.
" Bang, kita ke rumah dulu, masih ada waktu dua jam sebelum masuk kerja." ajaknya.

Tiba kami dirumahnya, Ira langsung menuju dapur. Ira memanggilku setelah beberapa saat aku ditinggal sendirian di ruang tamunya.
" Kesini bang, bantuin Ira, daripada sendirian duduk disana. Kita disini sambil ngobrol."

" Aku temui dia disana, Ira sedang memasak, " Ira, perjanjian kita aku hanya "mengawal"mu pulang dari discotik. Hari ini Ira menambah pekerjaan ku; mengawal mu ke kampus dan sekarang membantumu memasak. Nanti gajimu habis membayar "upah"ku."

Ira tertawa cekikan, genit. Iya..nggak apa-apa bang. "Nih... tolong diiris dulu bawangnya." Kacau, kali kedua perempuan, setelah Magdalena, berani menyuruhku, iris bawang lagi.

" Ira, memang ada "potongan"ku jadi tukang masak?
"Ada, nih pisaunya bang, iris kecil-kecil," jawabnya sambil menatapku.
Bah, berani benar kamu menyuruh, paksa lagi.
"Ayolah...bang...." desaknya.

Ira tetap berdiri dan menatap mataku. Aku tak menyentuh pisaunya. Perlahan tangan kirinya meletakkan pisau dan bawang kedalam laci dapur, sementara tangan kanan memegang tanganku , erat dan gemetar. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (24)

http://www.youtube.com/watch?v=uXupnbWEsFw

Oh, it's carnival night/And they're stringing the lights around you Hanging paper angels/Painting little devils on the roof / Oh the furnace wind/Is a flickering of wings about your face/In a cloud of incense /Yea, it smells like Heaven in this place

I can't eat, can't sleep/Still I hunger for you when you look at me /That face, those eyes/All the sinful pleasures deep inside

Tell me how, you know now, the ways/and means of getting in/Underneath my skin, Oh you were always my original sin/And tell me why, I shudder/inside, every time we begin /This dangerous game/Oh you were always my original sin

A dream will fly/The moment that you open up your eyes/A dream is just a riddle /Ghosts from every corner of your life /Up in the balcony/All the Romeo's are bleeding for your hand/Blowing
theater kisses/Reciting lines they don't understand

=========== ========
Aku membuka amplop sementara mataku melirik Susan, wajahnya tegang. Dia mengalihkan rasa gelisah dengan membuka tas tangannya, seakan mencari sesuatu.
========================

AKU membaca surat yang baru saja bibi serahkan: " Bang Tan Zung, aku menunggumu cukup lama, Ira pikir abang pulang kuliah langsung kerumah. Ira hanya mau ingatkan abang, besok malam menemani aku dan Sari pulang dari tempat kerja.

Bang, kalau ada waktu, besok siang mampir kerumah, temani Ira ke kampus. Ira mau bayar uang kuliah dan uang ujian semester, dari kampus kita sama ke tempat kerja Ira. Ohhh..iya...bang jangan lupa bawa catatan cost accounting.
Diakhir tulisannya tertanda Ira.

Usai membaca surat Ira, aku meletakkannya diatas meja. Segera Susan mengambil surat dari atas meja setelah bibi meninggalkan kami. Tanpa membacanya, dia langsung memasukkan kedalam tas tangannya.
"Susan, surat itu untuk aku, isinya nggak ada apa-apa kok," suara ku pelan.

Susan nggak peduli, tasnya ditaruh kepangkuannya. Tanganku ditepiskan ketika aku mau mengambil surat itu dari tasnya. Bibi keluar dari kamarnya membawa amplop lagi, " eehhh....aku hampir lupa, tadi juga dua perempuan mencari bapa. Ini ada suratnya. Kasihan mereka menunggu bapa lama sekali, mana ban vespa mereka bocor."

Mereka nggak bisa menggganti, terpaksa aku panggil abang, bapaknya Ruben membantu mereka," kata bibi sambil menyerahkan surat kedua. Wajah Susan semakin tegang, dia menatapku lagi.

Aku membaca surat diatas kertas biru itu. " Bang, aku dan Magdalena tadi sore datang mencarimu. Kalau ada waktu mampir besok malam ke rumah. Tetephon dulu kalau mau datang." Di akir tulisannya tertanda, Aku...Mawar.

Setelah siap membacanya langsung ku kantongi. Wajah Susan semakin kusut. Dia berdiri permisi pada tante. Dia tak lagi mengajak ku pulang. " Mana kunci mobil, Zung.?"

Susan berjalan cepat setelah keluar dari rumah. Aku mengejarnya. Aku berusaha menahan dengan memegang tangannya. Dia meronta dan terus melangkah menuju mobilnya. Sebelum masuk ke mobil, dia memakiku, " dasar bandit.....buaya....." Susan membanting pintu mobilnya keras sekali. Dia meninggalkanku dipinggir jalan tanpa menolehku. Aku kembali kerumah dengan rasa kesal. Aku belum sempat menjelaskan semuanya, mulai dari panggilan"bapak" surat Ira dan Mawar.

Sepeninggalnya hatiku merasa panas mendengar hujatan "bandit...buaya." Aku ingin ketemu segera sekaligus ingin menjelaskan semuanya. Terserah dia mau dengar atau tidak. Aku tak peduli kalau akhirnya kami akan " cerai", patah tumbuh hilang berganti.

Memang, dia baru saja mengaku, sangat cemburu bila melihatku berteman dengan perempuan lain. Tanpa sadar, didepan Susan, bibiku "berkotek" tentang perempuan yang mencariku, tiga orang lagi huh...

" Ada apa, kenapa dosennya? dia marah pada bapa.? tanya bibi ketika aku kembali kerumah.
" Gara-gara bibi tadi" jawabku tertawa kecut.
" Apa salahku.?"

" Bibi beberkan semua nama perempuan temanku itu di hadapannya."
" Eeeehh...tahe/ oh...iya... aku akhirnya mengerti. Bapa rupanya pacaran dengan guru..eh..dosennya. "

Tadipun bibi pun sudah mulai curiga, setelah melihat cara kalian berdua di dalam mobil seperti berpacaran. Tadi sebelum kalian masuk, bibi mengintip dari jendela. Tapi karena bapak bilang dia dosen, rasa curigaku jadi hilang. Rupanya bapa...hahaha..., cantik kali dia. Jadi bagaimana nanti lanjutannya.?"

" Lihat nantilah, aku pun butuh nggak butuhnya.!"
"Nggak boleh langsung mandele( surut, pen) harus berjuang. Marah, ketawa dan cemburu, itu bagian dari perjalanan cinta, sebagaimana bibi telah mengalaminya.

Bujuk lagilah dia, beruntung bapa mendapat seorang dosen....jangan sampai putus iya..bapa."
Hmm...bibi nggak tahu kalau Susan adalah isteri orang, bisikku dalam hati. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (23)

Tragedy
Time after time/You turn on what I thought was goodAnd leave me behind/You should have loved me like you know that youcouldBut oh- no this won't be no hard goodbye/Oh- no you can't hurt methis time

*) She doesn't love- On my lord/It doesn't mean it's a tragedy,tragedyShe doesn't mean it - say that she don't /This dosen't have to be atragedy, tragedyAll of my life/I was searching for the love that we hadWithout knowing why/You turned around and treat me so badBut oh- no I'll just hold my tears inside/ oh - no maybe you'll findanother lover who will cry

Back to *)

On the phone for hours/But we had very little conversationWe spoke of words with no meaning/We spoke of love with no end/I'lltell myself agian
Back to *)
===============
"Zung...tidak usah repot, duduk saja disini," serunya sambil mengembangkan senyum. Susan, kini telah dapat menguasai diri.
===============
SUSAN menujukkan wibawanya sebagai seorang guru alias dosen dalam sikapnya berbicara dan merespons setiap pembicaraanku dan bibi. Bahkan Susan tidak mau melayani guyonanku didepan bibi. Memperhatikan sikap Susan, aku sadar, didepan orang lain aku harus menghormatinya sebagai seorang dosen. Ibu kostku beranjak dari duduknya setelah kami bercakap-cakap selama belasan menit. Bibi menyuguhkan dua gelas air hangat," Silahkan minum bu, maaf, hanya air putih."

" Bapa ( panggilan kepada ponakan dari pihak adik/abang pria bibi, pen ) sudah makan? Bibi tadi bikin pecal dan goreng ikan asin," ujar bibi sambil beranjak meninggalkan aku dan Susan.
" Iya , sudah tadi sore. Aku makan dulu dirumah ibu Susan sebelum berangkat," jawabku

Ditengah cahaya lampu teplok, aku melihat perubahan wajah Susan, setelah mendengar bibi memanggilku "bapa". Aku mulai gelisah, khawatir Susan memaknai lain panggilan"bapak" terhadapku, kebetulan bibi sudah janda.

Aku takut Susan bereaksi mendadak seperti sikapnya ketika melihatku berbicara akrab dengan Nani. Lagi, bibi memanggilku bapa, ketika memberitahu lampu petromaknya kehabisan minyak. Susan menatapku tajam. Jantungku berdegup keras, aku takut Susan mengulah. Betapa capeknya lagi aku harus membujuk, sementara akupun sudah tak punya perbendaharaan kata bujuk rayu.

" Bu, minum airnya, mungkin ibu mau pulang sebelum larut malam," ucapku setengah mengusir, capek otakku sudah.
Bibi menimpali," bu, silahkan diminum airnya, hangat kok."
" Iya bu.." ujarnya ramah sambil mengangkat gelas minumannya

Kembali bibi bergabung dengan kami. Susan masih mau nimbrung setiap pembicaraan aku dan bibi dengan wajah ramah, tetapi Susan tak mau lagi menoleh aku meski dia masih mau menimpali pembicaraanku.

" Tadi pagi, ada perempuan mencari bapak, dia menunggu agak lama. Aku pikir bapa pulang setelah kuliah."
Oalahh..bibi menambah persoalan lagi, bicara perempuan lain didepan Susan. Aku tak merespon ucapan tante. Aku yakin, hati Susan terbakar, marah. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, tetap saja bibi balik ke perempuan yang mencariku pagi hari.

" Kalau nggak salah namanya Ira. Katanya, bapa ada janji dengan dia besok malam di..di... mana iya... aku lupa, tapi katanya dekat kantor pos besar, lapangan Merdeka. Pesannya, besok siang, bapa mampir kerumahnnya temani dia ke kampus, setelah itu baru ketempat kerjanya. Oh...iya dia meninggalkan surat untuk bapa, sebentar aku ambil."

Susan berusaha bersikap tenang, tetapi rona wajah tak dapat menutupi kedongkolan hatinya. Dia menggoyangkan ujung kakinya over konpensasi kegalauannya. Bibi menyerahkan envelopenya, pakai lem pula. Susan semakin galau, aku tahu dari kakinya, goyangannya semakin cepat.

Aku membuka amplop sementara mataku melirik Susan, wajahnya tegang. Dia mengalihkan rasa gelisah dengan membuka tas tangannya seakan mencari sesuatu. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (22)


============
Ah...aku telah kehabisan kata bermakna; selamat malam rembulan dan bintang, biarkan aku merangkai mimpi malam ini dalam kesendirian.
=============
AKU mentok, tak ada lagi perbendaharaan kata. "Susan, aku ngantuk, pergilah pulang, sepertinya, aku tak layak mendampingimu malam ini dan untuk seterusnya," ujarku sambil bergerak turun dari mobil. Tiba-tiba Susan mendekapku.
" Zung, antarkan aku pulang. Kita tidur dirumah bang..." ajaknya. Hhmm... lidahku berhasil meracik kata, meruntuhkan kekerasan hatimu, pikirku.
Kalimat pamungkasku : " Susan pergilah dengan bayang-bayangku. Biarkan aku berbaring dalam peraduan hening.!"

Susan setengah berteriak," Abang....Zung... nggak, aku nggak mau pergi. Abang ikut..ayo pulang...!" Susan mencabut kunci mobil, dia meletakkan dipangkuanku. " Abang yang nyetir...ayo bang...kita pulang. Honey...I don't want to go without you.!" ( hmm.. seperti judul lagu)

Aku letakkan kunci mobilnya diatas dashboard, aku melangkah keluar menuju rumah kostku. Aku tak risu lagi memikirkan skripsiku yang masih menggantung. Digelapnya malam aku mendengar langkah kaki mendekat kearahku.

Sepasang tangan menahan langkahku, " Zung....antarkan aku pulang, kepalaku pusing...ayo bang...aku nggak sanggup setir sendiri," ibanya sambil menarik tanganku menuju ke mobilnya.

" Kerumahmu? Sementara kamu sudah di halaman gubukku, mampirpun tidak sudi. Kamu egois. Bukan saja kakimu tak layak melangkah masuk ke gubukku, juga hatimu. Tidak Susan, aku pun tak layak pergi ke istanamu bersama keangkuhanmu. Selamat malam tuan putri!" tegasku sambil melepaskan kedua tangannya.

Susan segera menghadangku, melingkarkan tangannya diatas leherku.
" Iya ....iya bang, aku mau. Aku mau mampir kerumahmu," balasnya seraya membujukku kewmbali masuk ke dalam mobil.

" Zung kita ke mobil dulu...ayo temanin aku ke mobil, jalannya gelap bang...ayo bang," bujuknya, dia memaksaku ikut ke mobil. Bujukannya meruntuhkan amarahku. Aku tuntun dia ke mobil.

" Zung maafkan aku. Aku terlalu sayang padamu. Tidak tahu kenapa, aku sangat cemburu kalau abang melihat atau bicara dengan perempuan lain. Iya...abang benar...cemburuku berlebihan, mohon abang memahami perasaanku..iya bang?!"

Susan menyeka air mata,"menata" wajahnya serta rambut yang sedikit aut-autan. Aku bantu membersihkan noda hitam diujung kelopak matanya. Susan mencari kaca mata dalam laci mobilnya, ingin menutupi mata yang masih sembab "hasil karyaku ".

" Susan, tidak usah khawatir dengan mata sembab, tak bakal kelihatan, rumah hanya diterangi lampu teplok."
" Iya bang..!" jawabnya sambil turun dari mobil. Aku dan Susan melangkah ditemaran rembulan malam menuju rumahku.

Susan menyapa ramah pada bibiku. " Selamat malam bu. Maaf, aku mengantar Tan Zung agak malam."
" Susan, ibu dosen dan pembimbing skripsi ku," ujarku memperkenalkan kepada bibi.

Aku meninggalkan Susan dan tante bercakap-cakap ringan, sementara aku bergegas kebelakang menyiapkan air minum.
"Zung...tidak usah repot, duduk saja disini," serunya sambil mengembangkan senyum. Susan, kini telah dapat menguasai diri. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (21)


http://www.youtube.com/watch?v=D_QPfoex0kY

You Needed Me"
I cried a tear/ You wiped it dry/I was confused/You cleared my mind /
I sold my soul/You bought it back for me/ And held me up/ And gave me dignity/ Somehow you needed me/

*) You gave me strength/To stand alone again/To face the world/Out on my own again You put me high/Upon a pedestal/So high that I could/ Almost see eternity/ You needed me, you needed me

And I can't believe it's you/I can't believe it's true/I needed you/And you were there
And I'll never leave/Why should I leave, I'd be a fool/'Cause I've finally found/Someone who really cares ....
======================
" Susan, aku harus bagaimana ? Aku bicara kamu diam, tak mau
mendengar. Katakan, maunya kamu apa? Pacaran..ribut melulu. talak tiga...? nikah saja belum." mulut ku terus ngoceh.
=======================
" SUSAN, malam ini aku berhasil menguji hati mu. Aku sudah yakin, Susan memang jatuh cinta dengan pemuda yang bernama Tan Zung, hanya cemburumu berlebihan. Tapi koq cemburuan kepada Nani putri temanmu dan usia masih belasan tahun?.

Manalah aku mungkin meninggalkanmu yang begitu baik dan cantik?. Setegah itu aku? Seandainya pun aku akan melanjutkan hubungan dengan Nani yang baru berlangsung duapuluh menit itu, pastilah karena ulahmu sendiri.

Susan mulai mau mendengar, dia palingkan wajahnya kearahku, tapi masih murung. Aku teruskan ocehanku. " Kalau begini terus lebih baik kita ceng sajalah. Di restaurant kita ribut hanya karena aku melihat wajah waitress, di rumah Nani mulutku pun tak dapat ku gunakan, wajahmu murung hanya karena ngomong dengan Nani. Padahal sejak kemarin malam, hatiku sudah ku sisipkan dalam-dalam ke lubuk hatimu, tapi...kamu...ahhh...nggak tahulah aku....pusing. Kenapa pula tadi aku mau kamu ajak kerumah Nani.

" Abang keterlaluan, didepan ku sendiri saja abang tega "bermain" dengan perempuan lain, putri sahabatku lagi."

" Susan, permainan apa yang dapat dilakukan dalam tempo duapuluh menit? Kalaupun bicara soal cinta, paling juga masih pada kata pengantar belum sampai pada bab pertama apalagi isi! Soal Nani merasa dekat dan mentel terhadapku, itu konsekwensi pria "ganteng berhidung mancung", dan kamu harus siap menanggung resiko, kecuali Susan mampu meredam gejolak hati pria idaman itu.!"

" Plakkk.. " telapak tangannya mendarat di pipiku, pelan. Ah....tamparan yang beginian terlalu sering kualami, dan aku tahu makna serta dapat membedakan jenis semua tamparan yang mendarat dipipiku. Bahkan tamparannya menimbulkan isnspirasiku.

Bak seorang penyair (pinggiran) dari mulutku mengalir kata demi kata: "Seandainya lah sinar rembulan diatas sana dapat menembus relung-relung hatiku, pastilah dia akan melihat dan mendengar hatiku yang gundah, bagai deburan ombak menerjang ketepian. Tetapi, dia tetap diam diatas sana, tersenyum memandangiku, bahkan membiarkan aku sendiri di dera siksa.

Seandainya, satu bintang diantara sejuta bintang berkenan menelusuri langit turun kebumi, bersua denganku, maka akan ku kumandangkan kediaspora; betapa beruntungnya hamba diantara selaksa hamba.

Juga, aku akan bertutur dalam senandung malam: " berbahagialah aku bersama mu meski sejuta insan tak sudi mendengar tuturan ku." ( "Volume" suara aku kurangi, agar lebih dramatis
)

Huhh.. rembulan dan bintang! seandainya kamu berdua turun kebumi, sejenak saja, aku akan bergegas ke perigi disamping rumahku; Aku akan cedok air bening untuk mu berdua dengan kedua telapak tanganku, perlambang, kesucian hatiku. ( Aku melirik, kepalanya sudah terkulai diatas setir mobil, butiran manik-manik bening membasahi pipinya. Aku semakin semangat meneruskan kalimatku.)

Aku....tidak dapat memberikan lebih dari segemgam air bening. Hanya itu yang aku punya. Bagi ku, itu, melebihi segemgam anggur merah yang dipetik dari belakang istana tuan putri.

Seandainya juga tuan putri, berkenan mendengar senandung hamba, betapa bahagianya hamba diantara selaksa perjaka muda. Ah...aku telah kehabisan kata bermakna; selamat malam rembulan dan bintang, biarkan aku merangkai mimpi malam ini dalam kesendirian. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (20)



http://www.youtube.com/watch?v=ivkeNQe8FgU

"Bleeding Love"

Closed off from love /I didn't need the pain /Once or twice wasenough /And it was all in vain /Time starts to pass /Before you knowit you're frozenOoooh...But something happened /For the very first time with you /

My heartmelted into the ground /Found something true /And everyone'slooking `round /Thinking I'm going crazyChorus:But I don't care what they say /I'm in love with you / They try topull me away /But they don't know the truth /My heart's crippled bythe vein /That I keep on closing /You cut me open and I

===============
" Aku punya." ujar Susan ketus sambil dia bergerak menuju mobil.
"Betul iya bang, aku tunggu telefonnya...dadadag..abang...dadaaag tante..."(
===============

SUSAN masuk ke mobil tanpa menoleh kearahku, wajahnya sedikit merengut. Didalam mobil, aku awali pembicaran sambil menatap wajahnya. Susan diam, ketika kutanyakan hasil pembicaraannya dengan tuan rumah.

Aku tahu dia cemburu, sangat cemburu. Sesekali tangannya ditopangkan ke sisi pintu mobil diiringi suara berdesah sambil menyetir mobil. Aku diam mengikuti "ritme' hatinya. Sepanjang perjalanan kami tidak bicara, diam membisu. Tiba di rumah kostku, aku ucapkan terimaksih sebelum aku turun. Susan masih diam. Aku urungkan turun dari mobil, bertahan duduk dalam mobil. Kucoba lagi berbicara, Susan masih ngambek, dia menyandarkan kepalanya diatas sandaran jok mobil.

" Bagaimana kepastian hari Sabtu, jadi kita pergi ? Kalau nggak biar aku pergi dengan Nani.!" Sekalianlah biar terbakar, pikirku.
" Susan.....! Aku jadi ikut nggak ? Lho, marah benaran? Kok sama anak bau kencur kamu cemburuan? "

Bagaimana bu, beri aku kepastian. Kebetulan aku ada dua janji nih sama Nani menghadiri ulang tahun temannya, juga dengan Ira ke discotik.!" Susan tetap membisu. Perlahan di gerakkan mobilnya kesisi jalan. Dia mematikan mesinnya.

Aku tanyakan nomor telephon Nani. Aku yakin, Susan tidak akan mau memberikannya, aku sengaja membakar hatinya. Susan masih diam. Aku turun dari mobil, meninggalkan dia sendirian. Aku terus melangkah kerumah.

Hatiku gusar, aku kembali ke mobil setelah beberapa saat dirumah. Susan masih tetap parkir disisi jalan. Dari kaca jendela mobil, ku lihat wajahnya masih murung, tangan kanannya menempel dikeningnya. Aku kembali masuk ke mobil.

" Susan, mau mampir kegubukku ? Ibu kost ingin berkenalan dengan ibu dosen, iya pacarku!" Susan bergeming, dia tetap diam, nafasnya masih tersengal.

" Ayo ngomong, nanti hansip datang lho, dikirain kita ngapa-nagapain disini. Susan, nyalakan mobilnya. Apa nggak malu kalau kita digelandang ke pos hansip, kemudian dinikahkan. Besoknya kita masuk koran lagi dengan berita," Seorang dosen tetangkap basah berduaan dengan mahasiswanya dipinggir jalan."!

Susan hanya menatapku, wajahnya tampak kuyu. Susan, kita tidur di mobil atau di kamarku? Susan tetap diam membisu, matanya terus menatap kedepan.
" Susan, aku harus bagaimana ? Aku bicara, kamu diam. Katakan, maunya apa? Kok...kita ribut melulu. Talak tiga..? nikah saja belum," mulut ku terus ngoceh. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (19)

=============
" Susan, besok aku pasti beri jawabannya. Tapi nggak apa-apa kalau sekarang kita kesana, sambil lihat-lihat situasi rumah dan lingkungannya."
" Halah..abang seperti gadis centil saja, pake lihat-lihat dulu. Menjeng kalilah abang."
=============
Usai makan, kami menuju tempat kostnya dahulu. Susan memperkenalkanku kepada nyonya rumah. Susan dan pemilik rumah meninggalkanku diruang tamu. " Sebentar bang, kami kebelakang," ujarnya. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan.

Sementara aku menunggu Susan, seorang putri berparas elok, menghantarkan minuman. Rambutnya terurai hingga ke pinggang....hah..mengingatkan rambut mantan pacarku. Hidungnya kembaran dengan Magdalena, bercelana pendek pula.

" Silahkan minum bang," ujarnya dengan sesungging senyuman. Sebelum dia meninggalkanku, aku sapa dia, " Namanya siapa dik?"
" Nani..bang.." jawabnya.

Sengajaku ajak bicara terus, agar dia tetap bersamaku, sekaligus ingin mengundang rasa cemburunya Susan. Nani pun tak sadar"jeratan"ku. Dia malah duduk didekatku.

"Sudah punya pacar belum?"
" Belum, ada teman abang ?"
" Bagaimana jika dengan abang sendiri?"
"Nanti, tante Susan marah...?"
" Lha...dia kan dosen aku.?"

" Nani sekolah dimana, kelas berapa?"
" Di es-em-a Methodis. Nani kelas tiga, jurusan IPA."
Aku sengaja pancing mengobrol tentang dunia remaja, agar Nani betah bicara.

" Nani, abang serius nih. Abang baru putus dengan pacarku, mau nggak kita pacaran ?"
" Apa nanti nggak ada cewek lain yang marah bang...?" tanyanya serius.
" Tidak ada, sungguh. Aku baru putus dengan pacarku."
" Kenapa putus bang?"

Ah....ini anak bau kencur mulai selidik. Aku alihkan pembicaraan. " Sudah pernah pacaran belum,? tanyaku.
" Sudah tapi nggak lama, cuma sebentar. Aku nggak suka, anaknya perokok dan mabuk-mabukan."


" Kebetulan abang paling tidak suka merokok, suka minum, tapi air putih...!" Nani tertawa cekikian. Hanya sebentar telah terjalin percakapan akrab, hmmm...kok aku jadi kepicut.

Memang, setelah pisah dengan mantan pacarku, mata dan hatikuku selalu mengembara melihat perempuan, apalagi berparas elok seperti Nani dan Ira pramuria discotik itu, bahkan sama ibu dosenku pun aku hanyut. Padahal, ketika aku pacaran - selama lima tahun-tidak sekalipun mata apalagi hati terpaut dengan perempuan secantik apapun. Mawar..? masih tak jelas.

Percakapanku dengan Nani mulai melebar kearah lebih "serius" tentang pacaran. Nani, mulai memberi hati pula. Dia mengajakku ke pesta ulang tahun temannya. Nah...lho, mentok dengan schedul Susan ke Brastagi ikut arisan ibu-ibu.

Nani mulai menunjukkan ketertarikannya, tampak dari gaya bicara dan sikapnya. Padahal durasi percakapan kami, baru sekitar kurang lebih duapuluh menit.

Aneh, dengan Susan baru beberapa jam langsung "jungkir balik". Dengan Magdalena baru dapat kesentuh setelah tahun ketiga. Dengan Mawar, nul. Sementara pembicaraan kami semakin asyik, Susan muncul dengan ibunya Nani. Wajah Susan sedikit berubah melihat keakraban aku dengan Nani yang baru saja hatinya aku buat berbunga-bunga.

Sebelum aku dan Susan meninggalkan rumah, Nani mendekatiku. " Bang , malam minggu nanti datang iya? Temani Nani, aku tunggu," pintanya manja. Ibu Nani senyam senyum saja mendengar rayuan putrinya.

Sebelum aku jawab, Susan mendahuluinya. " Malam minggu nanti, aku pinjam dulu abangnya iya. Tante mau ke Brastagi dengan abang Tan Zung. Lain kali saja iya Ni..." pinta Susan getir.

Wajah Nani tampak murung. " Hanya malam minggu ini saja..tan, temanku ulang tahun, aku nggak punya teman kesana," bujuknya sendu.

" Terserah bang Tan Zung," jawab Susan sambil menatapku.
" Iya bang, temanin aku malam minggu, sekaliiii...saja."
" Nanti, abang telephon Nani. Nomor berapa telephonmu.?"
" Aku punya." ujar Susan ketus sambil dia bergerak menuju mobil.
"Betul iya bang, aku tunggu telefonnya...dadadag..abang...dadaaag tante..."(Bersambung)

Los Angeles, February 2009
Tan Zung

Dosenku "Pacarku" (18)


http://www.youtube.com/watch?v=6lE6Htee0sA

Making Love Out Of Nothing At All - Air Supply
I know just how to whisper, and I know just how to cry; /I know just where to find the answers; and I know just how to lie. I know just how to fake it, and I know just how to scheme; /I know just when to face the truth, and then I know just when to dream.

And I know just where to touch you, and I know just what to prove; /I know when to pull you closer, and I know when to let you loose.

And I know the night is fading, and I know that time's gonna fly; and I'm never gonna tell you everything I've got to tell you, /but I know I've got to give it a try. ....
(Making love) out of nothing at all, ( 8X) ..................
==============
"Bang, sudah...aku mengerti keputusan mu.!" ujarnya sambil menyeka
air matanya.
============
" Susan, tak ada yang perlu ditangisi. Aku juga mengerti maksud kebaikan hatimu; Ingin menempatkan diriku pada tempat yang layak menurut ukuranmu, tidak seperti orang melarat, bukan.?"
Susan mendekatkan wajahnya ke wajahku berucap pelan, berdesah. " Tidak, aku tak pernah berpikir abang melarat, nggak bang. Abang salah mengerti. Aku ingin agar abang lebih tenang belajar, mempersiapkan meja hijaumu. Aku sendiri pasti membantu!"

" Itu sudah lebih dari cukup," jawabku
Wajah Susan ditempelkan dipipiku, masih berkata renyah: " Tetapi nanti yang menguji bukan hanya aku, masih ada dosen lainnya. Abang butuh konsentrasi, jangan terlalu membebani pikiranmu, paling tidak sementara ini. Kalau abang tidak keberatan aku dahului dulu biaya kostmu selama tiga bulan ini. Yang penting abang dapat belajar dengan fasilitas yang cukup."

" Terimakasih atas perhatianmu. Susan aku tinggal dirumah bibi, juga ingin membantu keluarga itu, meski tidak banyak. Ibu itu ditinggal mati suami, mempunyai dua anak yang masih kecil. Sisa uang kostku dapat sedikit membantu mereka. Kebetulan pula dia namboru (bibi, pen) jauh"

Segera dia mengangkat wajahnya, menatapku dengan heran.
"Membantu...? Ok...aku setuju jalan pikiranmu, ingin mebantu orang lain, itu baik, sangat baik.! Tapi bantu dulu dirimu sendiri, ujian sudah dekat bang, jangan buang kesempatan. Tahu resikonya bila gagal ? Abang harus menunggu tahun depan. Selain buang-buang waktu, juga buang uang. Katanya mau bantu orangtua, kok abang malah jalan pikirannya mutar-mutar.?"

"Susan, berikanlah aku kesempatan berpikir, malam ini. Lagi, aku belum kenal mereka bekas tempat kostmu, aku butuh waktu menyesuaikan diri lagi, kapan aku bisa konsentrasi belajar.?"

" Aku mengenal keluarga ini, sangat baik, tidak banyak maunya. Aku juga berani tawarin pada abang, karena aku merasa dekat."
"Dekat atau jatuh cinta? Susan mengenalku dari sisi luarnya saja, kita baru ketemu dua hari ini kok.!"

" Abang salah lagi. Abang sudah berkali-kali datang kerumah membawa skripsimu. Aku juga tahu kalu abang sering curi pandang ketika aku memeriksa skripsimu. Bang, aku punya indera ke enam," ujarnya tertawa. Kebetulan abang dan Magda sekarang telah"cerai" abang semakin nekat.

"Susan, apa nggak salah? Indera ketujuhku mengatakan, sejak awal kedatanganku, Susan sengaja memperlambat pemeriksaan skripsiku bahkan menyuruh ganti bab terakhir. Padahal, sebelumnya Susan sudah mengatakan, ok, tinggal menggandakan. Tetapi aku nggak mau protes, takut Susan marah dan menggantung meja hijauku..Iya kan ?" Susan hanya tersenyum mendengar ucapanku.

" Kok kita jadi ngelantur...bagaimana setuju, abang pindah....?"
" Susan, besok aku pasti beri jawabannya. Tapi nggak apa-apa kalau sekarang kita kesana, sambil lihat-lihat situasi rumah dan lingkungannya."
" Halah..abang seperti gadis centil saja, pake lihat-lihat dulu. Menjeng kalilah abang." (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (17)

http://www.youtube.com/watch?v=yVLBcGUvH-s

Bed of Roses
Sitting here wasted and wounded/At this old piano/Trying hard to capture/The moment this morning I dont know cause a bottle of vodka/Is still lodged in my head/And some blond gave me nightmares/I think shes still in my bed /As I dream about movies/They wont make of me when Im dead

*) I want to lay you on a bed of roses/For tonite I sleep on a bed on nails I want to be just as close as the holy ghost is/And lay you down on bed of roses

========

" Zung apalagi nih.. abang memang nggak suka pesananku? Tadi aku bilang, biar abang yang pesan," ujarnya memelas

=========

Tampak Susan kehabisan akal, mulutnya berdesah. Kedua tangannya diletakkan diatas meja, lemas.
" Zung ayo kita pulang. Aku nggak suka kita terus - terus begini."
Sengaja dia aku kerjain, sekaligus menguji hatinya.
" Zung, bilang apa yang kurang. Atau aku pesan makanan lain. Apa kesukaanmu, ayo sayang..." bujuknya.

" Susan, semua makanan pesananmu, aku suka."
" Suka...? Kenapa abang nggak mau makan.?"
"Begitu kotor kah mulutku sehingga kamu memberiku makan dengan garpu?
" Zung....aku tak mengerti apa maksudmu, ayo bang maunya apa...sayang ?

Dengan tangan telanjang, aku ambilkan sepotong lauk ke mulutnya. Susan membuka mulutnya, dia tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku susul suapan yang kedua, tetapi dia menolak dengan mengatupkan bibirnya.

"Lho, kenapa? Begitu nistakah tanganku, sehingga kau menolak makanan dari tanganku,?" tanyaku pura-pura serius. Susan kelenger, baginya semua serba salah.

" Bang...aku sudah ngerti. Ayo bang nih.." ujarnya sambil menyuapkan makanan ke mulutku dengan tangannya tanpa garpu. Susan tersenyum setelah aku menerima suapannya.

Susan mengambil lauk lainnya, " lagi bang....!" kemudian menyuguhkan gelas berisi anggur merah kesukaannya ke mulutku.
Gantian aku mengangkat gelas air putih kemulutnya, Susan tak dapat menahan ketawanya, dia tutup mulutnya dengan serbet.

" Zung, aku kasih kamu anggur merah, masa aku disuguhin air putih.?
Aku mainkan gurindam dua belas: "Itu tanda kemurnian dan kebeningan hatiku. Ayo sayang buka mulutnya. Aku yakin, hatinya pasti berbunga-bunga dengan gurindam ku."

"Iya...iya...bang" ujarnya mulutnya pun dibuka.
Beberapa pasang mata melirik kearah kami, mendengar suara sedikit " gaduh" gara-gara ulahku. Ohhh...manisnya bercinta dengan nyonya.

Memang, sejak aku bicara-- lewat telephon--dengan suami Susan di London, beban moral sedikit berkurang. Sejak saat itu pula hati Susan semakin berbunga-bunga, hmm.. cinta, tak mengenal status.

Susan semakin terbuka, dia selalu menjawab apapun yang ku tanyakan meski menyinggung privacy. Mengenai usia kami ternyata hanya terpaut delapan tahun, not bad lah, bukankah cinta itu soal hati.?

Pantasan "galak"nya nggak jauh denganku pikirku, heheheh. Dengan suaminya? Belum ada selah menanyakan berapa usianya,tapi menurut perhitunganku sekitar limapuluhan.

***

" Zung, bagaimana, kamu setuju pindah dari rumah kostmu sekarang?"
" Kenapa harus pindah, aku tak mengerti. Aku merasa nyaman disana, aku butuh tempat jauh dari keriuhan manusia sekitar."

" Tetapi tidak seperti itu, jauh kepelosok, abang menyiksa diri sendiri. Menurut abang, tempat kostmu tak punya televisi dan hanya punya lampu petromak. Bang, sekarang jamannya elektronik, kapan abang tahu perkembangan, kalau televisi pun tak punya.?"

" Iya..aku tahu, biarkan aku menikmati "kemiskinan" itu, aku ingin kembali ke masa silamku puluhan tahun lalu, sekaligus merenung perjalanan hidup. Ada saatnya kelak, aku menikmati seperti yang Susan miliki, asal Susan mau membantuku.!"

" Maksud abang?"
" Bantu aku menyelesaikan skripsiku, bantu aku nanti persiapan meja hijau. Kelak, setelah tammat, aku akan berjuang dengan keringatku sendiri. Terlalu lama aku "menyiksa" orang tuaku. Aku tak dapat menghitung berapa biaya habis selama aku sekolah dari es-em-a hingga ke universitas. Susan, aku masih punya enam adik ingin sekolah seperti aku. Aku ingin menyelesaikan perkuliahanku segera. Tekadku, ingin membantu orangtua menyekolahkan adik-adikku."

" Zung, apa hubungannya dengan tempat tinggalmu sekarang.?
" Tadi aku sudah katakan, aku tahu diri. Inilah kemampuanku. Delapan tahun, sejak es-em-a- aku tinggal dirumah gedongan dengan biaya hasil keringat orang tuaku.

Susan, ini saatnya aku hidup dengan sederhana. Sebenarnya, orangtuaku juga keberatan tinggal ditempatku sekarang. Tapi akhirnya, ayahku mengerti, bahkan dia terharu ketika kujelaskan, seperti baru aku utarakan. Susan, biarkanlah hidup ini mengalir sebagaimana ada. Aku juga tahu ukuran baju yang pas untukku."

"Bang, sudah...aku mengerti keputusan mu!" ujarnya sambil menyeka air matanya.( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Dosenku "Pacarku" (16)


http://www.youtube.com/watch?v=AfKmfD7kc6M

I Want To Spend My Lifetime Loving You. /Moon so bright, night so fine/Keep your heart here with mine/Life's a dream we are dreaming. /Race the moon, catch the wind/Ride the night to the end/Seize the day, stand up for the light / I want to spend my lifetime loving you/If that is all in life I ever do. /Heroes rise, heroes fall/Rise again, win it all/In your heart, can't
you feel the glory? /Through our joy, through our pain/We can move worlds again/Take my hand, dance with me
....

========
" Wajah Susan sedikit "redup" hanya gara-gara pandangan ku sama waitress, oh...iya..iya cemburunya berlebihan. "
=========
Lama dia memandangiku dengan wajah cembrut, sementara buku menunya dibiarkan diatas meja tanpa disentuh. Aku pura-pura serius membuka buku menunya sambil melirik kearah Susan, tatapan mata-sendu- masih kewajahku. Dalam hatiku, mantan pacarku yang masih gadis tidak seperti nyonya ini rasa cemburunya. Susan menarik tanganya dari atas pahaku, dia melipat tangannya diatas dadanya, wajahnya masih cemberut.

"Susan, kita kesini mau makan, bukan mau cubit-cubitan, cemberut-cemberutan," ucapku. Baiklah, kalau Susan nggak mau makan, biar aku sendiri yang makan, jika kamu tega. Aku baca daftar makan dengan bersuara, tahu...tempe...pecal...dan ikan teri. Aku mau yang ini sajalah," ucapku, aku ngomong sendiri. Aku pura-pura panggil waitressnya dengan suara pelan, takut kedengaran, nanti datang pula.

Susan menolehku, kini wajah cembrutnya mencair, " Zung, itu yang membuat aku semakin jatuh hati padamu."
" Itu nya apa? ngomong yang jelas, " tanyaku pura-pura serius. Dalam hati, temunya baru dua hari jalan, kok langsung punya kesimpulan seperti itu. ?

" Abang bisa segera meneduhkan hati. Manalah ada dibuku menu makanan seperti abang baca barusan."
" Susan, sok tahu. Kamu sendiri belum baca daftar menunya. Mau taruhan?"
" Taruhannya apa dulu bang," tanyanya.
" Cium dagu!"
" Aku mau!"katanya, langsung "menyerbu" daguku.
***
Kali ini dia lebih menghormatiku, tidak seperti sebelumnya menggangap aku sebagai mahasiswanya. Sebelum Susan memilih jenis makanan kesukaannya, dia menyerahkan buku menunya , " Zung, kali ini kamu yang pilih makanan untuk kita."

" Susan, pilihanku selera orang kampung."
" Zung, aku nggak suka hal yang lalu diungkit-ungkit. Kan, kemarin abang sudah menegurku," ujarnya mengiba sembari mencubit pahaku karena menyebut "kampung".

" Aku paling suka ngusilin orang supaya pahaku dicubitin."
" Zung tadi bilang, kita kesini mau makan, bukan mau cubit-cubitan," ucapnya gemas, kini tangannya pindah mencubit lenganku.
" Terserah Susan sajalah, apa yang kamu suka, aku pasti suka." ujarku.

" Abang serius nih ?" tanyanya, nada suaranya melemah. Susan menyandarkan kepalanya disisi bahuku sesaat, aku tahu maunya, aku tempelkan bibirku ke ujung hidungnya.

Susan memilih beberapa jenis makanan, tak ketinggalan anggur merah, " Zung mau anggur putih?"
" Nggak, aku tadi bilang, apa yang kamu suka pasti aku suka, kamu suka anggur putih?" Pada hal sesungguhnya, memang aku tak suka anggur putih, bisa-bisakunya itu kemarin malam minta anggur putih.

Ketika waitress mengantar makanan, aku tak berani lagi memandangnya, takut cemburunya kambuh. Sengaja wajahku kumiringkan kearah Susan sambil menatap wajahnya.

Susan heran, "kenapa bang? abang nggak suka makanannya ? Tadi abang bilang, makanan apa aku suka abang juga suka, sekarang kok... ?"
"Iya aku suka, yang aku tidak suka wajah perempuan tadi. Kan, aku nggak boleh menatap wajah perempuan lain kecuali menatap wajahmu.!"

" Halahhh...abang buat aku deg-degan saja. Aku kirain abang marah."
" Siapa pula bisa marah pada dosen."
" Zung.... ayo kita makan, abang pintar ber "gurindam," ujarnya tersenyum.
Susan mengisi piring ku dengan beberapa irisan beefsteak yang dipotongnya. Aku diam, menunggu Susan selesai memotong untuknya sendiri.

Hmmm.... Susan menaruh lauk kemulutku dengan garpu. Aku menolak. Susan kaget.
"Zung ayo buka mulutnya!"
Aku tetap menutup mulutku sambil memandanginya. Susan menyerah, kami saling menatap. " Zung apalagi nih, abang memang nggak suka pesananku? Tadi kan aku bilang, biar abang yang pilih." ujarnya memelas. ( Bersambung)

Los Angeles

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/