Wednesday, January 28, 2009

Magdalena ( 28)

Rod Stewart - Have you ever seen the rain


=================
" Kita ulang lagi besok, jangan sampai kemalaman. Beli tiga seloki, tumpahkan sedikit kebaju dan celanamu, agar baunya menyengat. Nanti kau kuantar kerumahmu dan kau ngoceh sambil panggil nama pacarmu dan omak kau"
=================
Malam kedua usai "penataran" kami pulang dari lapo tuak, aku antarkan dia sampai kedepan pintu. "Usahakan actingmu seperti orang mabuk sungguhan seperti bapakmu. Rangkul leherku sambil gelantungan dan seret kakimu, mata antara terbuka dan tertutup. Ngerti kau ? Ayo kita jalan," perintahku seraya menarik tangannya mendekati pintu rumah.

"Namboru....namboru, Saut mabuk," teriakku sambil menggedor pintu.
"Ayoooo....ngoceh kau. Panggil nama pacarmu dan omak kau bergantian pangil. Ayo teriak !"
Saut mulai ngoceh, "Magda. Magdalena sayang..mana motorku."
" Hooi....Saut, itu nama pacarku! Panggil nama lainlah."
" Sinta...Sintauli......"
"Ku jatuhin kau nanti, Sintauli nama paribanku. Panggil nama pacar kau.!"
" Tadi aku sudah panggil.." jawab Saut kesal
"Ganti jangan Magda dan Sinta... ayooo terus ngoceh kau, lampu teplok didalam sudah nyala itu."

" Tiur...Tiur...... mana kereta ku,"
" Bah! nama ibuku pula kau sebut...ah.......kurang ajar kau," kesalku lantas melepaskan pegangannya. Tak disadarinya dia jatuh, bluk.! Ketika Saut jatuh ibunya keluar, " bah....bah..kau mabuk seperti bapak mu !?" kata ibunya sambil menjambak rambutnya sendiri. Kenapa kau amang...kenapa ini Tan Zung, kenapa kau bawa dia ke kedai tuak," ratap ibunya sembari mengangkat Saut yang sedang "teler" berat.

Omak...mana keretanya...mak." Saut mengoceh dalam pelukan omaknya. Berat kali kau nak, tunggu dulu ku panggilkan bapakmu."
" Bapak ! bapak Saut...bantu dulu mengangkat anakmu ini, teler dia," teriaknya memcahkan keheningan malam. Tak ada sahutan. Rupanya, bapak Saut sipastap langit sedang fly juga. Tiba-tiba terdengar suara berat dengan kalimat seperti orang pelo. " Pasombu ma disi, jongjong sandiri doi annon ( biarin saja, nanti juga berdiri sendiri, pen) "ujar bapaknya.
Aku bisikkan, " Saut, bapak kau sedang mabuk, berdiri kau pelan-pelan, berat kali pun kau, tutup matamu."
***
" Bukannya omak tak mau beli motormu. Sebulan ini banyak ternak dari tanah karo masuk ke kampung kita jadinya harga ternak jatuh. Nantilah, kalau harganya sudah normal semua ternak yang ada di kebon ku jual. Percayalan, omak akan beli motormu," kata omaknya sambil mengelus-elus kepala anak sulungnya itu.

" Saut, capek aku amang menyekolahkan kau perguruan tinggi.; Ternyata kau pun seperti bapakmu teler setiap hari. Jangan lah tiru bapakmu itu amang. Bapakmu nggak ada sekolahnya. Dulu, sebelum sekolahnya tamat dia sudah bergabung dengan pasukan pemberontak, PRRI.

***
Beberapa minggu kemudian dia menemuiku. Saut menegendarai motor hasil "rekayasa" mabuk dengan modal hanya tiga seloki te-ka-we.
" Lae..jangan lupa besok pagi mampir, kau jemput aku kekampus. Omong-omong, kau memang belum punya pacar.?"
" Punya. Iya.. si Magda yang aku panggil ketika aku mabuk ecek-ecek itu.
" "Magda yang mana, tinggal dimana dia?"
" Magdalena, tinggal di Kp. Angrung yang saudaranya kakak kelas kita."
"Bah! itunya, kupikir yang kau panggil itu Magdalena pacarku par Menteng ( MENcirim TENGah)."

" Saut! Dalam satu minggu setidaknya ada dua "karya"ku happy ending. Sinta berhasil "menenangkan" hati bapaknya, tulangku. Kamu berjaya dengan motormu hanya dengan modal te-ka-we tiga seloki. Sementara aku bermodal dua botol manson--satu disita polisi toba, berantakan bahkan digamparin lagi." Oh..iya nasib.(Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 27)


Bryan Adams - Please Forgive Me

==================
Empat tahun bersamanya kini terhempas kelembah terjal nan cadas hanya karena pariban yang tertidur letih di dadaku, atau karena sebotol manson....?
==================
Sepeninggal Magda aku bagai orang pesong, otakku error tak tahu berbuat apalagi, benar-benar tulalit. Aku buang botol minuman manson sekaligus dengan gelas pembawa sial itu. Sesungguhnya aku sudah tak minum lagi sejak aku kembali aktif sebagai asisten pelatih. Seniorku memberi peringatan keras, "teruskan kebiasaanmu atau kau keluar dari perguruan ini ," ancam suhu seniorku suatu ketika.

"Tragedi" minuman manson ini terinspirasi dari suatu peristiwa temanku satu kampung, Saut. Bapaknya, digelari "sipastap langit" pernah berjanji akan membeli motor bila dia menyelesaikan sekolahnya. Aku satu angkatan dengan Saut. Mesti sudah tammat sarjana muda, orang tuanya tak kunjung memenuhi janjinya.

Suatu waktu dia datang kekamarku, dia mengeluh dan kesal karena orangtuanya belum memenuhi janji. " Kayaknya aku mau pergi merantau ke Pulau Jawa." katanya.
"Tak lakunya "BA" mu itu di Jakarta. Kenapa kau mau merantau jauh, di Medan sajalah kau cari kerja.nSaut mau kerja di kantor gubernur ? Mereka sedang membuka lowongan untuk tingkat sarjana muda. Tapi, kau fakultas Antrophologi jurusan tulang belulang pula, mereka butuh fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi. Teruskan keluhanmu lae."

Bapakku janji terus, sebelum aku meja hijau berjanji membeli motor kalau lulus sarjana muda. Sesudah tammat sampai sekarang belum juga dibeli juga." keluh Saut.
"Jadi hanya itu alasan kau? Beres, nanti kalau pulang kampung bisa kita atur.Tapi janji, kalau motor sudah dibeli, kau yang antar aku kekampus. Pulangnya sama pacarku, janji.?"
"Boleh lae, gampanglah itu. Kau mau bicara sama bapakku.? tanyanya.
"Ah kaupun, manalah aku berani sama bapamu "sipastap langit"itu. Nanti, ketika liburan semester, kita ke kedai tuak dekat rumahmu. Sembari dengar lagu.

"Aku tak biasa minum lae." katanya.
"Kita tidak perlu minum tuak atau minuman keras, minum fanta saja, nanti kita beli dari warung sebelahnya."
"Diketawaiin oranglah kita, kok dikedai tuak minum fanta,?"
" Eeh...kau mau dibantu nggak? dengar dulu. Nati kita agak lama disana seakan-akan kita telah minum banyak. Ketika mau pulang kita minta minuman tekawe atau kamput dua sloki...."

"Aku tak bisa minum lae......" ujarnya memotong pembicaraanku.
" Diam dulu kau......ku piltik (sentil-pen ) pula kau nanti. Saat kita mau pulang itulah , kumur-kumur itu te-ka-we kemudian buang, jangan diminum." Saut ketawa geli. Malam pertama tak berhasil, kedua orangtuanya sudah tidur.
" Kita ulang lagi besok, jangan sampai kemalaman. Beli tiga seloki, tumpahkan sedikit kebaju dan celanamu, agar baunya menyengat. Nanti kau kuantar kerumahmu dan kau ngoceh sambil panggil nama pacarmu dan omak kau"

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 26)

Mariah Carey_Without You

http://www.youtube.com/watch?v=hVDM_3Og78k


===============
Ternyata Magda lebih hebat dariku soal menyimpan perasaan. Magda masih mampu berlakon mesra “suap menyuap” namun dalam hatinya tersimpan bara yang siap menghanguskan...oooalah...cinta.
===============

" Magda, aku harus bagaimana lagi. Mestinya lewat mataku engkau dapat melihat, menembus kejujuran sukma,” ibaku lirih. Magda tetap menangis, hatiku menjadi kusut. Kejujuran menjadi “barang” langka dan mahal , ah kepalaku pening.

Kubujuk dia dengan membelai rambutnya seperti minggu lalu. Aku gerai dan menggulungnya namun tak mempan. Magda tetap menangis sambil memeluk bantal guling. Aku kehabisan akal. Aku ambil kunci motornya, “ Magda aku mau pergi sebentar,” ujarku minta ijin tanpa memberi tahu tujuanku.
Mega tak menjawab menoleh pun tidak. Kutinggalkan dia sendirian dengan isak tangisnya. Segera aku menuju toko penjual minuman keras langgananku sejak dulu.

Pemilik toko merasa heran, soalnya aku pernah bersumpah, tidak akan minum lagi. “Minum lagi bang,” tanya pemilik toko.
“Tidak, aku beli untuk teman,” sahutku singkat.

Sekembali dari toko, dihalaman rumah kosku, aku bertemu dengan Mawar, dia baru saja mencagakkan motor Vesvanya.
“ Magda dimana bang. Tante nyariin,” tanyanya“
"Ada didalam ,” jawabku.
“ Ribut lagi iya. Ada apalagi kalian.?”
“ Kejadian tadi malam. Aku sudah jelaskan, tapi dia nggak mau percaya."

“ Aku juga sudah jelaskan sama dia. Dia sangat terpukul karena dia lihat sendiri bang. Bujuk dia bang, nanti juga mengerti. Aku cabut dulu bang,” mohon Mawar.

Sebelum berangkat, Mawar menatap tajam kearah ku. Tak kusadari ujung botol menson muncuat keluar dari kantong celana. Mawar turun lagi dari motornya menemui ku. Apalagi itu bang. Abang gila. Abang pesong, buang itu bang. Abang..! buang...itu.!" suara Mawar histeris.

“ Ya aku buang nanti.”
"Nggak...sini bang, Mawar yang buang. Kalau nggak, aku tidak mau lagi berteman dengan abang seumur hidup, sungguh," ancamnya.
Aku serahkan botol manson itu ketangannya dibawah ancaman. Mawar memasukkan dalam bagasi vesvanya, lantas dia pun pergi.

Sebelum Magda ”siuman” aku pergi ketoko beli satu botol lagi. Pemilik toko keheranan, dikiranya minuman yang baru saja aku beli sudah habis kutenggak.
“Cepat kali habisnya bang,” tanyanya keheranan.

“ Oh ya. Tadi terjatuh, pecah,” kataku berbohong. Aku segera kembali, kubukakan botolnya, kuminum sedikit tapi mulutku sukar menerima. Yang dulu baunya merangsang, kini sangat menyengat.

Aku masuk, Magda masih berbaring ditempat tidurku, masih memeluk bantal guling. Aku panggil dia, tak menjawab. Kutuangkan manson yang tersisa kedalam cangkir.
Mega mencium bau manson yang baru saja aku tuangkan. Dia bangun dan menoleh tajam kearahku. Magda menjerit histeris, dia melemparkan bantal dan selimut kearahku secara beruntun. Dia menangis sejadi-jadinya sambil menelungkup di tempat tidurku.

Ku tutupkan pintu kamar rapat-rapat takut kedengaran ibu kos. Aku merasa kasihan, tetapi aku juga tak berdaya kubiarkan dia menjerit sepuasnya.
Dia bangun dari tempat tidur setelah keletihan menangis. Magda menghapus airmatanya dan memperbaiki baju serta merapikan rambutnya. Tanpa menoleh dia mengambil kunci motornya kemudian pergi.Aku terkesima melihat gerakannya begitu cepat.

" Magda, tunggu dulu, boleh kau pergi tapi sekali lagi dan untuk yang terakhir beri aku kesempatan berbicara," pintaku. Kupegang tangannya, dia meronta. Segera aku melompat kedepan pintu menahan kepergiannya. Tamparan keras mendarat dipipiku, perih. Kali ini dia hanya memandangiku marah tanpa kata dan tangis. Dengan sekuat tenaganya aku diorongkan kesamping. Sia lantas membuka pintu dan membantingkannya.

"Magda kita bicara sebentar saja tolonglah," pintaku. Magda diam tak perduli. Dia memacu motornya tanpa mengatakan sepatah kata. Aku kaget setengah mati, tak menyangka Magda berlalu begitu saja. Berlalu jugakah cintanya...?

Empat tahun bersamanya kini terhempas kelembah terjal nan cadas hanya karena pariban yang tertidur letih di dadaku, atau karena sebotol manson....? (Bersambung )

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 25)

Celine Dion - I Surrender

==================
Kami saling menyuap, bergantian.(kali pertama suap menyuap, rasa pangsit berubah saksang)
“Lha...katanya abang nggak selera, kok lahap.”?
“Makanya aku ajak kau makan sama-sama, biar ada nafsu makanku .”
=======
Aku bangkit dari tempat tempat tidur, Magda membantu ku duduk.
“Sudah agak lumayan bang,?”
“Sudah ...sudah sembuh total,” jawab ku semangat.
“Belum makan obat kok sudah sembuh...”ujarnya sambil ketawa.
“ Magda, aku panas dingin karena rindu.”
“ Nah...kan ketahuan, abang penyakit ecek-ecek.”
“ Aku juga panas dingin karena ketakutan. Takut padamu Magda.”

“ Karena ketangkap basah tadi malam iya bang. Jam berapa pulang tadi malam dari rumah Sinta.?”
“Aku segera pulang setelah Sinta tiba dirumahnya.!”
“ Oh..iya. Bagaimana khabar mama dan bapak serta adik-adik di kampung,?”
“Sehat semua, ibuku kirim salam dan menyampaikan terimakasih atas oleh-oleh kain sarungmu,”
“ Mama senang .?
“Ya. Tetapi aku yang pakai duluan buat selimut.”

“Aku tanya serius bang, masa sarung dipakai selimut.?
“Pengobat rinduku.....”
“Kenapa nggak jadi datang hari Jumat lalu. Keasyikan sama pariban iya,” tanyanya sinis.
“ Ibu menahanku. Ibu masih rindu.”
“ Kebetulan Sinta ada juga disana iya bang."
“ Iya...” jawabku. ( aku punya firasat jelek).

“ Pantaslah abang betah, ada pariban mendampingimu.”
“ Magda, aku mau berkata jujur, sejujurnya. Benar, aku dan Sinta pariban, tetapi kami tidak punya hubungan khusus, percayalah padaku. Magda kan tahu kalau dia punya pacar dan hubungan mereka sudah cukup lama . Memang tulang, orang tua Sinta, tidak setuju gara-garanyaa marga mereka marpadan, jadi mereka mar bersaudara,” jelas ku.

“ Ya..dia sudah cerita ke aku, orangtuanya suka kamu kan.?
“ Magda kok tahu .?”
“ Ya...aku tahu. Sinta sendiri yang cerita .”
“ Memang, tulang, bapaknya Sinta senang ke aku, tapi masya aku nikah sama tulang, lelaki lagi,” ujarku.

“ Bang....aku serius nih, abang suka sama Sinta, kan? Enak punya pariban seperti kejadian tadi malam. Tidak punya hubungan khusus tapi Sinta terlelap di sisi bahu abang.” ujarnya getir .
“ Magda, dia kelelahan, selama dikampung tidak ada istrahatnya dan kami di perjalanan selama enam jam. Magda tolonglah jangan berprasangka,"pinta ku. Kita sudah empat tahun berteman, masihkah kau belum memahami hatiku sesungguhnya?. Segampang itukah aku melacurkan hatiku meski dia pariban? Aku harus bagaimana lagi menjelaskan ? Bagaimana kalau kita bicara dengan Sinta sebelum dia pindah ke Labuhan Deli, biar semua jelas. Jangan ada lagi rasa curiga seperti ini, ok Magda.?

Magda diam...matanya menatap kosong kearahku. “Bagaimana, kita bertemu dengan Sinta besok pagi.?”
Magda menggelengkan kepalanya perlahan, dia menggigit bibirnya dan terisak sambil beranjak dari tempat duduknya. Magda merebahkan tubuhnya ditempat tidurku; dia benamkan wajahnya dibantal guling pembeliannya, sesugukan.
Oalah, tadi sudah enak-enak..kok ujungnnya seperti begini...”now I need to live the truth...”

Ternyata Magda lebih hebat dariku soal menyimpan perasaan. Magda masih mampu berlakon mesra “suap menyuap” namun dalam hatinya tersimpan bara yang siap menghanguskan...oooalah...cinta. (Bersambung)
Los Angeles, January 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 24)


http://www.youtube.com/watch?v=iyCvzd5G-r4

=============
Aku tertanya-tanya dan gelisah. Mestinya Magda sudah tiba. Jarak tempuh dari rumahnya ke tempat tinggalku hanya makan waktu sepuluh menit. Jangan-jangan dia balas ngerjain pikirku.
============

Sejenak kemudian, kudengar suara motornya, aku balik ketempat tidur lagi berbaring lemah, bibir kuusap berulang supaya kering dan kelihatan bak orang sakit benaran dan tak punya selera makan pula. Sejenak kemudian, kudengar suara motornya, aku balik ketempat tidur lagi berbaring lemah. Magda mengetuk pintu kamar, bang....bang Tan Zung... aku Magda. Dengan suara lemah, aku menjawab dari dalam, " pintunya tidak dikunci masuklah," jawab ku.
"Maaf bang aku kelamaan, antriannya panjang," katanya sambil meletakkan satu bungkusan makanan, pangsit.

“Aku tadi beli ke Jl.Selat Panjang. Aku juga mampir di apotik beli obat, “ ujarnya. Mega mendekat ketempat pembaringanku. Dia mencium kening ku. Tanganku dipegang erat...ada getaran.

“Aku merindukanmu Magda.”
“Magda...juga bang, ”balasnya pelan.
Aku mau peluk dia, tetapi ....aku sedang ”sakit”, lemah tak berdaya. Kini aku lemas bukan karena penyakit,boomerang. Gelora hati tertahan hanya karena penyakit jadi-jadian. Aku korban, dikejar bayangan, takut kena damprat olehnya. Aku tak mau bertengkar lagi hanya karena persoalan sepele. Terpaksa sakit jadi-jadian ini tercipta.

“Abang makan iya mumpung masih panas. Abang mau minum air putih atau fanta merah,? Sebentar aku belikan warung. "Abang mau minum apa ,” tanyanya ulang.

“Manson sajalah.......”
“Manson ma ho........” katanya sambil memencet hidungku. Magda meninggalkanku dikamar dalam keadaan sangat”lemah”. Aku sangat menyesal dengan semua kebohongan ini. Tapi bagaimanapun aku harus mempertahankan bahkan menyempurnakannya. Magda kembali, dua botol fanta merah dibawanya.

“ Kenapa belum dimakan.?”
“ Malas.......aku tidak selera, Magda makan jugalah biar aku selera, “ kataku.
“Ya...aku makan, tapi abang dululah. Garpunya taruh dimana bang,?" tanya Magda
“ Aku taruh dilaci meja. Aku punya cuma satu, Magda saja yang pakai aku biar pakai tangan.”

“ Masa makan mie pakai tangan, ada-ada saja si abang.”
“ Ya sudah kita gantian.”
“ Abanglah duluan,” katanya sambil menyerahkan garpu satu-satunya yang kupunyai.
"Kamu duluanlah,” ucapku sambil menyuapkan kemulutnya.

Magda diam tak mau membuka mulutnya. Ayo.....buka mulutnya, kamu duluan....kalau nggak, aku tak mau makan. Magda masih "mogok", mulut tak mau dibuka, lama dia menatapku kemudian wajahnya menunduk. Perlahan dia mendekat dan mencium pipiku. Diambilnya garpu dari tanganku kemudian menyuapkanku. Kami saling menyuap, bergantian.(kali pertama suap menyuap, rasa pangsit berubah saksang)

“Lha...katanya abang nggak selera, kok lahap.”?
“Makanya aku ajak kau makan sama-sama, biar ada nafsu makanku .” ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung