Tuesday, January 27, 2009

Magdalena ( 23)

http://www.youtube.com/watch?v=ohdHhTfI2Go

===============
“ Ya.... aku harus “trainning” dia lebih intensif lagi ,” ujarku disambut Mawar dengan rasa geli.
Menjelang sore, ibu kostku memanggil, “Tan Zung...Magda telefon.(
===============

“Segera aku bergegas ke ruang tamu, suaraku sengaja melemah seperti orang sakit. Sebenarnya aku tak mau lagi berpura-pura dalam situasi apapun. Bagiku kebaikannya sangat luar biasa. Tetapi untuk kali terakhir aku harus melakukannya. Aku ketakutan kalau dia benar-benar sakit hati karena kejadian tadi malam dengan Sinta. Pula, sejak tiba kemarin malam aku belum telefon dia.

***

“Apa khabarmu sayang....aku kangen . Lima hari berpisah terasa lima tahun,” ucap ku. Aku dengar dia ketawa diujung sana. Pertanda aman, pikir ku, berarti Mawar berhasil meredam kemarahannya.
“Bagaimana khabar mamatua dikampung, “ tanyanya.
‘Sehat,” jawabku.

“Bang.... nanti malam datang kerumah iya,” ajaknya
“Aku kuusahakan, badan ku panas dingin ..nih.”
“ Kok tadi Mawar tidak bilang kalau abang sakit. Abang sudah makan obat,?” tanya Magda
“ Belum, suaraku makin melemah, serak, pita suara seperti digerogoti tikus .”
“Tadi Mawar kesana kenapa tidak minta tolong ke dia,” suaranya sedkit gusar.
“Panas dinginnya baru kok.”
“ Abang sakit ecek-ecek ah...,” katanya manja diujung telefon.
“ Tidak, aku benar-benar panas dingin.” ( dalam hatiku, iyalah aku panas dingin karena ketakutan ...ngeri-ngeri sedap)

“ Abang sudah makan....?” tanyanya
“ Belum, nggak selera,” kataku menyempurnakan sakit ”buatan”itu.
“Ya.... sebentar aku datang kesana,” ujar Magda
‘Oh...iya....Magda terimakasih, "perpustakaan" kita cantik sekali.... semuanya serba baru, wangi lagi,” kataku semangat. Aku lupa kalau aku sedang melakoni orang lagi sakit, geblek.

“ Aku dan Mawar yang rapikan, abang bilang terimakasih juga sama dia.”
“ Kok, Mawar tidak cerita sama aku.?”
“ Bang, sebentar lagi aku kesana, abang mau makan apa? Magda beliin iya.”
“ Tidak usah, aku tidak ada selera makan.” jawab ku.
“ Tunggu bang iya...aku sekarang menuju ke rumah abang !” ujarnya mengakhiri percakapan kami.

Aku segera berlari kekamar, t-shirt yang ku kenakan kuganti dengan t-shirt dan celana sandleking—celana lagi trend saat itu— pembeliannya ketika aku berulang tahun. Meski aku malas pakai celana jenis itu karena buka pakai harus duduk sebab ujungnya terlalu sempit/kuncup. Tetapi kali ini aku ingin menyenangkan hatinya, harus. Aku berbaring ditempat tidur, berpura-pura seluruh tubuhku lemah tak berdaya.

Menunggu hampir setengah jam tapi dia belum muncul.... satu jam belum juga. Aku tertanya-tanya dan gelisah. Mestinya Magda sudah tiba. Jarak tempuh dari rumahnya ke tempat tinggalku hanya makan waktu sepuluh menit. Jangan-jangan dia balas ngerjain pikirku. (Bersambung)


Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 22)

http://www.youtube.com/watch?v=VpSmnVNnfhU
===============
“Oalahhhh... masalah lagi. Jadi apa yang harus kulakukan, aku teramat rindu. Lima hari serasa lima tahun.”
“ Kenapa abang tak mampir tadi malam,?”
“ Waktunya sudah terlalu malam, perasaanku tak enak. Jadi bagaimana baiknya, apakah aku sekarang kesana.?
==============

“Tenang........bang, nanti aku kujelaskan ke Magda. Memang abang dengan Sinta tidak punya hubungan khusus.?”
"Tidak. Hanya sebagai pariban.”

“Dua hari sebelum pulang, Sinta ketemu dengan Magda di pasar Majestik. Sinta cerita kepada Magda kalau orangtua Sinta tidak setuju hubungannya dengan Sihol pacarnya. Terus Magda menghubungkan surat Sinta yang menyuruh abang pulang.....” kata Mawar.

“Sumpah.! aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Sinta kecuali hanya pariban.”
“Magda sangat terpukul, padahal Jumat lalu dia beliin liontin untuk abang. Liontin berbentuk ”heart” inisial MH, cantik sekali. Rencananya liontin itu mau diberikan pada abang saat pesta Bistok Sabtu lalu,” kata Mawar.

“ Oh...kalian jadi pergi ke pesta pernikahan Bistok .?”
“ Ya....pergi , tadinya Magda tidak mau karena abang belum pulang. Aku yang paksakan dia ikut. Bang aku salut sama Magda, dia bersikeras memakai gaun usulan abang. Sebelum berangkat kepesta Magda dan mamanya sempat ribut gara-gara gaun yang mau dipakai kepesta itu.

Tante bilang supaya pakai gaun yang lain, karena gaun yang dikenakan Magda Sabtu itu sama dengan gaun bulan lalu ketika menghadiri pesta Rumian. Magda merajuk, dia tidak mau pergi kalau tidak pakai gaun biru itu. Tante mengalah. Memang pemakaian gaun biru itu atas permintaan abang,?” tanya Mawar ketawa sambil geleng-geleng kepala.

” Iyaaaa, saya kira kita dapat pergi bersama.”
“Benar kan bang, dia itu masih polos. Kami tidak lama dipesta, habis makan kami pulang, Magda bosan.”
“Siapa saja teman alumni kita yang datang, “tanyaku
“ Jaudut, Syafry, Syaiful, Dody ketua kelas dulu. Salomo batal datang, dia pulang ke Laguboti, kedengaran dia mau menikah dengan paribannya dari Jakarta.”
“ Bagaimana hubunganmu dengan dia.? Jadi, dia berkeluarga sambil sekolah? Maunya kayak gitulah aku dengan Magda.”
Oalaalah....abang ini sudah tidak sabaran. Aku tak punya hubungan khusus dengan Sal. Hanya sebatas teman belajar,” ujar Mawar.

”Mawar, bagaimana menurutmu, apakah sebaiknya aku pergi sekarang menemui Magda.?”
“Biar aku duluan bang, nanti akan ku terangkan semua seperti apa yang abang utarakan.” ujarnya.
” Kalau nanti dia sudah tenang suruh ketemu aku di perpustakaan.”

“Perspustakaan tutup bang, kampus kan masih libur,” jawab Mawar.
Sampai saat itu Mawar belum tahu kalau kamarku ber “sandi” perpustakaan.
“Nanti kalau ketemu jangan main angek-angekan. Magda cerita, hari itu abang tuduh dia berteman dengan lelaki lain, dia sakit hati. Aku tahu abang bergurau, tapi dia menanggapi serius. Abang tahu sendiri, sejak kita kelas tiga es-em-a dia berteman hanya dengan abang. Memang, untuk nilai akademis Magda sangat memuaskan, urusan cinta dia “memuakkan” ujar Mawar menyindirku sambil ngakak.

“ Ya.... aku harus “trainning” dia lebih intensif lagi ,” ujarku disambut Mawar dengan rasa geli.
Menjelang sore, ibu kostku memanggil, “Tan Zung...Magda telefon.(Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 21)

http://www.youtube.com/watch?v=0ixEjEyvg-g

===============
“ Balik lagi bang....pelan...pelan...pintaku lagi sama abang beca. “jalan yang sama.
“ Takut pak, nanti kita dicurigaigarong,” jawabnya.
==============

" Hehhh..... jangan panggil aku pak, aku belum nikah, itu...tuh..calon isteriku yang panjang rambut, dia menghadap kesini,” kataku sambil menunjuk kearah Magda yang sedang duduk sambil menopang dagunya.

“ Abang mampir saja, aku tunggu. Sama calon isteri kok malu-malu,” ujarnya dengan nafas terengah-engah..
“ Banyak kali kecet mu, ayo..putar sekali lagi, ku bayar pun kau duakali lipat.!”
“Benar ya.... bang....,” katanya semangat sambil menggenjot pedal becanya cepat-cepat.”

Hoiii tahan dikit ... jangan terlalu laju, pelan aku mau memastikan dia itu pacarku atau adiknya?” kataku. Padahal itu hanya alasanku ke pengemudi becak supaya laju diperlambat. Magda itu hanya putri satu-satunnya.
“ Sudah, balik lagi dan kita pulang, “ perintah ku.

“ Jalan yang sama lagi, apa abang nggak bosan,?” tanyanya.
"Kalau aku sudah bosan tak kusuruh kau mutar. Bosan katamu...?, pasangan suami isteri saja sudah 40 tahun, setiap hari ketemu muka masih tertawa, berantuk dan lain-lainya tak pernah bosan. Awak ketemu hanya dua jam sehari, cepat gohet becanya bang.”

“Maksud lain-lainnya itu apa bang.....?”
Eee...nanya lagi, kamu sudah nikah.?”
“Belum...!” jawabnya.
“Ya...nanti kalau sudah kau nikah, baru tahu artinya lain-lain.”

Tiba di kamar, aku diliputi rasa heran, tiga kali kulalui depan rumahnya, Magda kulihat tangan menopang dagu diatas meja belajar kami selama empat tahun itu. Dari kejauhan terlihat olehku ekpresi wajahnya sepertinya larut dalam kesedihan, sakitkah dia,?. Hati penuh tanda tanya dan menimbulkan rasa gelisah. Badan kurebahkan diatas bed cover baru. Bantal guling yang baru dibelinya kupeluk erat,.....erat sekali. Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi namun mata tak kunjung pejam.

***

Suara motor vesva Mawar membangunkan aku dari tidur. Aku mengharap dia datang bersama Magda. Meski badan terasa berat aku segera melompat dari tempat tidur dan buru-buru kurapihkan. Segera pintu kubukakan, ternyata Mawar datang sendirian.

“ Mawar dari mana sepagi ini, ?" tanyaku
“ Baru ngantarin mama ke pasar.”
“ Magda dimana,?” tanyaku tak sabaran.

“Dirumahnya, bagaimana khabar mama di kampung. Sudah baikan.?”
“Ibuku ternyata tidak sakit, cuma rindu.”
“Lha, pesan dalam surat Sinta, mama sakit,?”
“ Panjang ceritanya, nantilah ku ceritakan, duduklah!”

“Abang tadi malam dengan Sinta iya?” tanyanya
“Kok kamu tahu,?
“Magda lihat. Abang naik beca berduaan dengan Sinta!”
“Ya, kebetulan kami pulangnya satu bus. Karena sudah kemalaman, aku antar dia kerumah kosnya.”

“ Tadi malam sekitar pukul setengah sepuluh Magda telfon aku. Magda minta aku datang kerumahnya
“Ngapain? Magda sakit?”
“ Ya. Magda sakit hati dan kesal gara-gara adegan mesra antara abang dan Sinta tadi malam didalam beca itu. Magda melihat Sinta tertidur disisi bahu abang.”

“Alamak, kami nggak ada apa-apa kok. Sinta kelelahan selama perjalanan, belum lagi ketika dikampung dia tak pernah istrahat.”
“ Manalah Magda tahu itu bang,” ujar Mawar.
“ Jadi gara-gara Magda sakit hati dan tidak mau lagi bertemu denganku.?”
“ Bukan bang, dia sedang sakit, sejak kejadian malam itu dia tak dapat tidur,”

“ Aku juga tak bisa tidur mikirin dia. Pukul sepuluh lewat duapuluh lima aku lewat dimuka rumahnya, aku lihat kalian berdua duduk diteras. Dari kejauhan aku lihat wajahnya bersedih dan dia menopang dagunya diatas meja. Aku pikir dia sakit serius.”

“Ya .. dia sakit hati,” jawab Mawar.
Oalahhhh... masalah lagi. Jadi apa yang harus kulakukan, aku teramat rindu. Lima hari serasa lima tahun.”
“ Kenapa abang tak mampir tadi malam,?”
“ Waktunya sudah terlalu malam, perasaanku tak enak. Jadi bagaimana baiknya, apakah aku sekarang kesana.? ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 20)

http://www.youtube.com/watch?v=z4cjrB02DL0

==================
Aku tersenyum sendiri, ketika otakku mengurai rekam kenangan duapuluh tahun kebelakang, manakala aku dan Sinta serta anak-anak seusia kami mandi telanjang ditengah hujan deras.
=================

Sepanjang perjalanan menuju rumah kost, Sinta menyandarkan kepalanya di sisi bahuku, dia benar-benar kelelahan. Aku mengangkat semua bawaanya, ku hantarkan dia hingga kekamarnya. “
“Malam baik,”ujarku sambil mencium kedua pipinya.
“Terimakasih ....hati-hati bang,” balasnya ketika aku hendak meninggalkan rumah kostnya. Rasa kantuk menyerangku, ingin cepat tiba di kamar kos “perpustakaan” Magda yang kutinggalkan lima hari lalu. Aku melangkah cepat menuju kamar sejuta kenangan. Ketika pintu ku buka, semerbak wangi menyambut kedatanganku. Aku merasa surprise, suasana kamar berobah. Posisi tempat tidur, lemari dan meja belajar berubah total. Bantal guling baru lengkap dengan sarung, bed cover baru cantik berwarna biru bergambar burung dipadu kembang warna-warni.

Sebuah jam beker bertengger diatas meja belajar yang kini dilapis kaca tebal . Dibawah lapisan kaca meja belajar terselip beberapa lembar foto kami berdua usai pelantikan sarjana muda beberapa waktu lalu.

Taplak meja berinitial M&H ( Magdalena & Holong, nama depan tan zung) dan gorden jendela kamarku tampak bersih. Suasana baru ruangan menghilangkan rasa penat ku. Ingin rasanya segera menemui Magda mencium kening dan mengucapkan selaksa terimakasih. Namun, jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, aku tidak tega menggangunya.

Sementara aku menikmati suasana baru ruangan, ibu kost menemuiku, bertanya kondisi kesehatan ibuku.
“ Sejak Jumat malam lalu Magda dan Mawar datang menanyakan kamu. Tadi sore juga sekitar pukul lima, mereka datang lagi ,” ujar ibu kost.
“ Ada pesannya bu,” tanyaku.
‘Kamu disuruh telephon kalau sudah tiba.”
Ibu kost memberikan kunci telephon. “Ini kunci telephon kalau mau hubungi dia,” ujarnya.
“ Terimakasih bu, besok pagi saja dia ku telefon, sekarang sudah terlalu malam.”

Ibu kostku berlalu, aku panggilkan kenderaan kesayanganku sekaligus tempat berangan-angan, becak dayung. Kepada abang pengayuh becak, ku sebut jalan yang mau kutuju, sudah pasti kerumah Magda.

Aku memang tidak punya niat bertemu langsung karena waktu sudah larut malam. Tetapi paling tidak aku melewati rumahnya atau melihat terasnya sebelum aku tidur. Syukur-syukur Magda sedang duduk sendiri diteras rumahnya, pikirku.

Dari sisi jalan aku melihat motor Vesva Mawar parkir dihalaman rumah Magda. “ Pelan ... eeeeh...bang tutup dulu tenda becamu ini,”pintaku.
Benar, aku melihat Magda dan Mawar duduk diteras sedang asyik ngobrol.

“ Terus .....terus....jangan terlalu cepat bang, “ ujarku ketika melewati jalan didepan rumah Magda. Rasanya aku mau melompat menemuinya. Tapi niatku ku urungkan.
“ Balik lagi bang....pelan...pelan...pintaku lagi sama abang beca. “jalan yang sama.
“ Takut pak, nanti kita dicurigaigarong,” jawabnya. (Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 19)

http://www.youtube.com/watch?v=5C2aEpb5gzk&NR=1

================
" Eeee....pariban, aku sudah tak jelas, antara Tuhan dan Magda. Apalagi kalau berjauhan seperti ini."
" Dalam bus; dipestamu kemarin; tadi malam dalam tidurku yang muncul hanya Magda.
"Abang ini kayak anak cencen ( remaja, pen) jatuh cinta."
==============
Sesuai dengan kesepakatan dengan Sinta, kami kembali ke Medan dengan bus trips terakhir. Tulang memenuhi permintaan ompung reseh agar aku duduk di kursi kelas satu berdampingan dengan Sinta.
Selama dalam perjalanan kami tidak perlu lagi bersandiwara. Kami bebas berlaku apa saja. Kami nikmati "kemerdekaan" yang terbelengu beberapa hari ketika kami dikampung. Aku dan Sinta tertawa geli mengingat perilaku kami selama dikampung.

"Kita keterlaluan iya bang, masya orang tua kita sendiri kita dikerjain," ujar Sinta.
"Situasi yang membuat demikian," jawabku singkat.
Perjalanan yang memakan waktu enam jam itu —seharusnya dapat ditempuh empat jam— sangat membosankan, seluruh tubuh pegal akibat jalan bopengan. Karena jalan berkubang, pengendara mobil harus ekstra hati-hati melaluinya.


Beberapa saat mulutku mengoceh tak hentinya, kesal atas ketidak pedulian pemerintah. "Pemerintah hanya menerima setoran pendapatan daerah tapi tak pernah memperhatikan kepentingan rakyatnya, semua korup."
Sesekali pak supir menimpali ocehanku.
" Kalau kami sudah kebal lae, kami menikmati hidup dijalanan seperti ini bertahun-tahun lamanya," kata pak sopir .
" Tapi pinggang bapak sudah ditanam "sockbreaker" jadi tidak terasa lagi goncangannya ," ujarku bercanda.

Tidak sedikitpun Sinta tertarik percakapanku dengan pak sopir, bahkan mengingatkanku. " Hati-hati bang, jangan-jangan ada anggota kodim ( komado distrik militer, pen) disini," bisik Sinta.
Gara-gara jalan jahanam itulah orangtuaku pernah dua kali di interograsi Dandim ( komandan distrik militer, pen). Pasalnya, berita jalan yang rusak parah dan penggelapan subsidi di sekolah-sekolah swasta , pernah aku tulis dan dimuat dikoran daerah dua hari berturut-turut . Meski nama penulis tidak di cantumkan, dengan kekuasan mirip Hitler, dapat saja Damdim memaksa peminpin redaksi membocorkan nama penulis.

‘Hentikan kegiatanmu itu, seriuskanlah dulu sekolahmu. Ayah sudah duakali dipanggil dandim gara-gara tulisanmu dikoran ,"ujarnya serius ketika itu.
"Bapak diapain," tanya ku .
"Dandim mengancam, kalau kamu tidak mau menghentikan tulisan itu, dia akan mengusir kita dari kabupaten ini ," ujar ayahku gusar.

***
Tampaknya Sinta diserang rasa kantuk berat. Kepalanya disandarkan diatas bahuku. Perlahan kepalanya kuangkat, aku letakkan diatas pangkuanku. Kupandangi wajah Sinta yang nyenyak dalam tidurnya. Wajarlah kalau Sihol pacarnya Sinta tertarik, wajahnya manis dan cantik, kataku dalam hati. Seandainya dia bukan pariban, aku juga merasa beruntung beristerikan dia.

Aku tersenyum sendiri, ketika otakku mengurai rekam kenangan duapuluh tahun kebelakang, manakala aku dan Sinta serta anak-anak seusia kami mandi telanjang ditengah hujan deras. ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 18)

http://www.youtube.com/watch?v=BeBytCNUSIY

===============
Aku diam, sukar sekali menolak ajakan ibuku. Tapi bagaimana dengan Magda?. Padahal aku sudah janjian menghadiri pesta pernikahan Bistok, Sabtu lusa
===============

" Ya... bang, aku juga kembali setelah pulang gereja. Kita pulang sama bang," ujar Sinta. Ompung langsung nyambar, bilang sama bapakmu supaya beli tiket untuk pariban mu. Kalau tak dpat lagi kursi CC dikelas satu saja.

Oalah...ompung ini ngurus bangat. Hatinya memang baik cuma hempot. Pantasan semua cucunya memberi gelar ompung reseh.
" Sinta sandiwara kita masih berlanjut nih. Hari Minggu nanti aku jemput kau dari rumahmu. Kau pura-pura gelisah menungguku. Aku sengaja datang terlambat, kalau tulang mengajak jangan mau. Bilang kamu pergi kegerja dengan aku, ok?" ujar ku.
"Terus......bagaimana lagi," tanyanya
Siapkan uang persembahan untukku, jangan lupa hari ini 4 kali perembahan.
"Enak aja kau bang...."
" Heh... pulang gereja ku kembalikan lagi. Nanti kamu berikan didepan tulang dan nantulang. Lagi, kau kan masih punya utang, ongkosku pulang pergi belujm kamu ganti."

" Tapi kok kegereja kita harus bersandiwara bang...?" tanyanya.
Gereja juga tempat bersandiwaranya itu. Ingat kau waktu vorganger ( ketua majelis, pen) berantam dengan penetu, padahal baru saja keluar dari gereja.? Isteri pendeta cekcok melulu dengan biblevrow ( diakon wanita,pen).
Ketua pemuda kabur setelah menghamili anak orang, tak bertanggung jawab. Bendahara bungakan uang gereja. Masih ingat pak Julius Kepala SMP kita dulu paling rajin beribadah , sekarang dipenjara gara-gara menghamili encik, guru ilmu hayat itu. "

" Kok abang jadi ngelantur... kayak tukang koyok ( pejual obat illegal di kaki lima, pen) lagi..." ucapnya.
"Jadi sudah sampai dimana tadi alur scenario kita..?
"Uang persembahan empat kali," jawab Sinta tertawa.

" Ohhh...iya kata ibu, hari minggu ini ada pesta gereja, ibadahnya pasti berteletele.. Aku paling bosan bila ada pesta gereja, apalagi kata ibu, nanti ada acara lelang. Tengok nanti pada acara lelang, yang muncul juragan jengkol, kemiri, beras dan amanguda juragan cabe. Keempat juragan ini nanti bersaing memenangkan barang lelang yang disiapkan panitia, sipanggaron ( geer)Mending yang dilelang barang bermutu. Barang lelang hanya jenis makanan lampet ( kue khas batak,pen), pisang, bir. Ihur ( ekor, pen) pun dilelang.

" Ekor siapa bang yang dilelang," tanya Sinta terkekeh.
"Maksudku ekor kerbau pendek."
" Ya sudah, abang tidak usah kegereja."kata Sinta
" Nanti Magda marah,"balasku
"Lho....abang takut pada Magda apa ke Tuhan.?"

" Eeee....pariban, aku sudah tak jelas, antara Tuhan dan Magda. Apalagi kalau berjauhan seperti ini."
" Dalam bus; dipestamu kemarin; tadi malam dalam tidurku yang muncul hanya Magda.
"Abang ini kayak anak cencen ( remaja, pen) jatuh cinta."(Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

Magdalena ( 17)

http://www.youtube.com/watch?v=KLwyEp4knjc

=====================
Aku tarik tanganku dengan manja pula, aku punggungi dia dan nenek.“ "Ehhhhh angka naposoon( anak muda ini, pen).......” kata nenek cengengesan sambil meninggalkan aku dan Sinta dikamar.
=====================

Segera aku bangkit dari tempat tidurku. " Kita berhasil Sinta," teriakku sambil melemparkan selimut ketubuh Sinta. Aku memeluknya erat-erat.
" Dia meronta, sedikit gemetar, jangan bang," katanya berusaha melepaskan pelukan ku.
"Ini juga bagian dari skenario itu," kataku melepaskan tubuhnya sambil tertawa. Hahahaha.... ternyata kau juga pemain berbakat," kataku sambil menggandengnya mesra keluar dari kamar.
" Tenang kau Sinta tak usah malu, ini masih bagian alur scenario."

"Apa yang kalian bicarakan dikamar," tanya ibuku tersenyum.
"Kami hanya bicara tentang buku cerita."
" Cerita tentang apa," tanya ibuku.
" Cerita tentang dua sejoli sedang jatuh cinta. Ceritanya menarik dan bagus, sebentar lagi filmnya diputar dibioskop. Apa nama bukunya aku lupa," tanyaku berpura-pura pada Sinta.
Judulnya, "Paribanku Genit" Isi ceritanya bagus namboru," kata Sinta ketawa, ibu ikut tertawa.

" Sinta ! aku hampir kelupaan oleh-oleh untuk ibu." ingat ku sambil kembali kekamar.
"Bu, ini oleh-oleh dari Magda. Tidak tahu apa isinya," ujarku.
"Siapa itu Maria Magdalena..," tanya ompung hempot.
" Magdalena pung, tidak pake Maria," potong Sinta.
"Samalah itu, " oceh ompung
" Oh...iya.... tulang mu sudah cerita tentang kekerabatan kita. Benar, Magda ito mu, jangan main-main kau ," ucap ompung.
"Aku tidak main-main pung, aku serius kok."
"Bukan itu maksud ku. Magda itu saudara dekat, kau tidak boleh meneruskan hubungan mu," katanya lagi menasehatiku.

Sinta memberi isyarat agar aku tidak melayani ocehan ompung. Ibuku masih enggan membuka titipan Magda.
"Bukalah namboru," ujar Sinta.
"Kamulah yang buka, " ujar ibuku sambil menyerahkan bungkusan itu.
Aku sedikit gelisah. Mestinya aku tak memberitahu lebih dahulu bahwa itu oleh-oleh dari Magda.

"Kain sarung..! cantik sekali namboru. Sama akulah ini iya namboru," kata Sinta sambil melirik kearahku. Ibu diam dan menatapku. Sejenak aku dan Sinta saling adu pandang.
Ompung ngerocos, " Ambilah itu sama kau banyaknya kain sarung namboru mu’"
Segera ibu meraih kain sarung dari pegangan Sinta. " Sampaikan terimakasih ku sama Magda,"ujar ibu tersenyum seraya melirikku.
Aku dan Sinta tersenyum lega melihat "adegan" yang mendebarkan itu, cair sudah. Kecuali ompung wajahnya semakin keriput karena merengut.

" Besok aku pulang," jawabku, ketika ibu menanyakan kapan aku kembali ke Medan.
"Kenapa buru-buru amang, disinilah kita bergereja, kau masih libur bukan ,?" bujuk ibuku.
Aku diam, sukar sekali menolak ajakan ibuku. Tapi bagaimana dengan Magda?. Padahal aku sudah janjian menghadiri pesta pernikahan Bistok, Sabtu lusa.(Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/