Wednesday, March 11, 2009

Dosenku "Pacarku" (78)

"I Wanna Love You Forever"
You set my soul at ease /Chased darkness out of view /Left your desperate spell on me / Say you feel it to /I know you do /I've got so much more to give / This can't die, I yearn to live /Pour yourself all over me /And I'll cherish every drop here on my knees

CHORUS
I wanna love you forever /And this is all I'm asking of you /10,000 lifetimes together /Is that so much for you to do? /Cuz from the moment that I saw your face /And felt the fire in your sweet embrace I swear I knew. /I'm gonna love you forever

My mind fails to understand /What my heart tells me to do /And I'd give up all I have just to be with you and that would do /I've always been taught to win /And I never thought I'd fall /Be at the mercy of a man I've never been /Now I only want to be right where you are.

CHORUS
In my life I've learned that heaven never waits no /Lets take this now before it's gone like yesterday Cuz when I'm with you there's nowhere else /That I would ever wanna be no /I'm breathing for the next second I can feel you /Loving me ... I'm gonna love
=============
" Aku cuma cerita sedikit. Aku juga tahu dari Maya. Om dia dan Susan sama-sama dosen di kampus abang."
" Ah...kalian bocor halus semua, kuping pakai antena bercabang seribu," keluhku.
=============
" Bang, Maya nanyainmu terus. Dia tahu kalau abang sudah putus dengan Magda."
" Apalagi nih, Sinta. Jangan antarkan aku dalam pencobaan, aku sedang gila ini," ucapku.

" Ompung (nenek, pen) juga senang sama dia, abang kan tahu ompung hempot ( reseh, pen), tiada hari tanpa komporin Maya. Kalau abang mau dengan Maya, dia akan berikan satu ekor sapinya untuk pesta abang. Eh...Zung, besok pakai jas, Maya pendampingku," ucapnya.

" Sinta, aku nggak punya jas. Besok aku ngga datang ke pestamu. Lanteung ( sejenis makian, pen) kalian semua," ucapku geram.
"Bang kok marah ke aku? Aku cuma beritahu. Mestinya abang bilang terimakasih," balasnya ketawa.
***
Maya, perempuan cantik , cerdas tetapi pendiam. Dia teman satu kelas ketika di es-em-pe. Maya dilahirkan dan dibesarkan ditengah keluarga religius, kebetulan kakeknya adalah seorang pendeta pertama dan pendiri gereja di kabupaten.

Pak'le dan pak'de nya serta bibinya termasuk keluarga berhasil dalam segi pendidikan, semuanya sarjana. Karena keberhasilan keluarga ini, juga karena keluarga religius, lelaki sekitar agak enggan "bermain api" dengannya. Suatu waktu ketika penamatan es-em-pe, dengan gaya "maluku"( malu- malu kucing) menghampirinya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi nggak jadi, keburu mamanya datang.

Keinginan itu tak pernah terpenuhi, kebetulan sejak es-em-a jarang ketemu dan aku telah mempunyai teman Magdalena. Kalau kebetulan pulang sama saat liburan semesteran, Maya tidak pernah keluar rumah, hanya ketemu di gereja dan itu berlangsung hingga dia menyelesaikan sarjana. Maya menyelesaikan sarjananya lebih awal, sementara aku masih menghadapi sidang meja hijau bulan berikutnya.

Ompung memanggil ku dengan semangat. "Zung , salam dulu paribanmu ini, sekolahnya sudah selesai."
"Zung, kapan datang," tanya Maya mengawali pertemuan kami. Malas juga menjawab pertanyaan basa-basinya. Hatiku juga tawar karena dia sudah tahu hubunganku dengan Susan. Namun aku pingin tahu sejauh mana dia mengetahui hubunganku dengan Susan.

Maya tidak menolak ketika tangannya ku gandeng berjalan keluar rumah. Hatiku merasa geli, melihat ompung napitpit mengembangkan senyumnya sambil meremas kedua tangannya tanda rasa senang.

" Maya, kamu mengenal Susan?" tanyaku ketika kami sudah diluar. Wajah Maya sedikit berubah atas pertanyaanku.
" Nggak, kenapa.?"
" Kata Sinta, kamu tahu hubunganku dengan Susan?"
" Oh..iya, aku cuma dengar dari percakapan teman-teman om dirumah. Mereka tidak tahu kalau abang aku kenal."

"Apa yang mereka bicarakan?"
" Aku nggak tahu persis, aku dengan sambil lalu saja, kebetulan namamu disebut-sebut," jelasnya.
"Benar kamu nggak tahu apa yang mereka bicarakan mengenai hubunganku dengan Susan?.
" Ya Zung..aku nggak tahu." jawabnya.
"Baiklah, aku punya hubungan dengan Susan karena dia dosen pembimbingku. Kebetulan akhir-akhir ini aku sering ke rumahnya."
" Katanya, suaminya sedang keluar negeri?" tanya Maya.
"Iya, itu jugalah sebabnya aku sering kesana bantuin Susan sekaligus supir pribadi."

Aku kembali mengajak Maya kerumah bergabung dengan keluarga. Daripada seisi rumah ribut, aku duduk berdampingan dengan Maya. Tapi Maya tidak akan pernah mau memulai pembicaraan, itu sifatnya dari dulu, pendiam. "Kompor" kiri kanan sudah menyala, apalagi ompungku.
" Maya, bikin dulu teh untuk Tan Zung," perintah ompungku. Maya segera bergegas ke dapur menuruti permintaan ompung. Menghindari ocehan lanjutan dari ompung, aku segera menyusul Maya ke dapur.

" Maya kalau nggak keberatan tolong siapkan makanan untukku, aku lapar." Aku membantunya mempersiapkan makanan, dengan membagi tugas; aku mempersiapkan piring dan cangkir, Maya mengisi piring dan cangkir yang telah kusiapkan.
"Aku masih kenyang," ujarnya setelah melihat aku siapkan dua piring dan cangkir."
"Jadi, maksudmu, kamu hanya "menonton" ku makan sendirian, iya nggak usahlah,? " ujarku sedikit kecewa.

Maya mengalah. Dia duduk bersamaku menikmati makan malam sambil bernostalgia ketika masa es-de dan es-em-pe, sedikit mulai nyerempet mengenai kisah-kasih asmara. Maya diam ketika ku tanyakan siapa pacarnya sekarang, malah bertanya, mengenai hubunganku dengan Magdalena. ( Bersambung)

Los Angeles, M arch 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment