Sunday, March 15, 2009

Dosenku "Pacarku" (85)

Forever And For Always
In your arms I can still feel the way you/want me when you hold me/I can still hear the words you whispered/when you told me/I can stay right here forever in your arms

And there ain't no way—/I'm lettin' you go now/And there ain't no way— /and there ain't not how/I'll never see that day....
[Chorus:]
'Cause I'm keeping you/forever and for always/We will be together all of our day Wanna wake up every/morning to your sweet face—always

Mmmm, baby/In your heart—I can still hear /a beat for every time you kiss me And when we're apart,/I know how much you miss me/I can feel your love for me in your heart

And there ain't no way—/I'm lettin' you go now/And there ain't now way—
and there ain't no how/I'll never see that day....
[Repeat Chorus]
(I wanna wake up every morning) In your eyes—(I can still see/the look of the one) I can still
see/the look of the one who really loves me (I can still feel the way that you want)/The one who wouldn't put anything else in the world above me (I can still see love for me) I
can still see love for me in your eyes (I still see the love)
................
[Repeat Chorus (2x)]
I'm keeping you forever and for always/I'm in your arms
==================
" Abang sok mau memangku orang, buku sajapun tak dapat abang pangku," ujarnya sambil membantuku mengangkat buku yang bercereran, Magda terus mengoceh sambil berjalan ke teras.
=================
MAWAR bergabung dengan kami, sementara Magda masih uring-uringan. Mawar sudah tahu tipe Magda. Melihat wajah Magda, Mawar main mata kepadaku. Mawar menanyakan ketika Magda masuk kerumah. " Kenapa Magda? abang lagi ribut dengan Magda iya? "

" Ya! Dia dimarahin sama maminya, karena Magda benta-bentak aku,?" ujarku sedikit keras agar Magda mendengar.
" Nggak! Nggak ada aku bentak-bentak. Abang pembohong ," teriak Magda dari dalam rumah. Mawar hanya tertawa melihat "adegan" ku dan Magda. Aku berteriak memanggil Magda. "Magda kesini, bab mana yang perlu abang bantu?" ujarku menambah rasa kesalnya. Magda segera keluar dari dalam rumah menemuiku di teras. " Abang mau ngajarin Magda? " tanyanya kesal.

Mawar segera nimbrung setelah melihat "pertikaian" ku dengan Magda mulai memanas. " Ayolah, skripsi siapa dulu yang dibahas." tanya Mawar
" Magda duluan, biarkan aku dulu mengujinya," sambungku.
Magda segera mendekatiku, tanganya mengusap rambutku, pelan, " huh...abang tangkang, jogal ( nakal, keras kepala, pen)," ucapnya gemas.
Susana cair setelah kepalaku jadi"korban" Magda tetap memimpin setiap pembahasan, memang dia paling cerdas diantara kelompok belajar kami. Semua kami merasa senang bila giliran dia menjadi "leader", tak pernah sok tahu atau ngotot dan mau minta maaf bila ada kekeliruan.

Setelah diskusi kami berakhir, Magda mengahantarkan aku pulang ke rumah kosku. Sebelum meninggalkanku, Magda menganjurkan supaya aku terus mengulang apa yang kami bahas menambah dengan catatan sebelumnya.
" Magda, aku lupa bawa tongkatku. Boleh kau antar besok.?"
" Aku sudah buang bang, serius ! Abang sudah bisa jalan seperti biasa kok, jangan cengeng!" ujarnya
***
Beberapa kali malam minggu, aku dan Maya lalui tanpa pernah bertemu, meski aku telah berusaha menghubungi melalui kakaknya Lisa, sementara aku benar-benar mempersiapkan diri menghadapi sidang meja hijau. Malam terakhir diskusi seminggu menjelang sidang, Magda mengajakku dan Mawar ke restaurant tempat kami selalu rendezvous, dulu. Magda tampak tanpa beban menghadapi sidang demikian juga dengan Mawar.

Selama diskusi beberapa kali, Magda memperhatikanku, menurutnya, kecerianku tidak seperti sebelumnya, pada hal aku berusaha agar sikapku tetap seperti semula.
" Zung, abang hilangkan dulu yang menggangu pikiranmu. Aku tak tahu apa yang ada dalam benakmu, tetapi aku melihat ada sesuatu yang menggangu," ucap Magda sebelum pesanan kami datang. Mawar tertawa mendengar "ramalan" Magda.
" Sejak kapan Magda jadi juru ramal ? Tapi memang kok, lanjutnya, aku juga melihat abang kurang semangat setelah kembali dari kampung, kenapa? tanya Mawar.

" Nggak ada masalah, selama ini kurang tidur mempersiapkan diri menghadapi sidang," ujarku menutupi kebohongan. Magda tidak puas dengan jawabanku, demikian juga dengan Mawar.
" Abang mulai merasa jauh dengan kami iya?" tanya Magda.
" Sampai ujung usia, manalah aku lupa dengan persahabatanku denganmu dan Mawar!"
***
Magda mengalihkan pembicaraan kami, mengenai rencana setelah wisuda. " Kemungkinan aku bekerja di kantor Gubernur setelah aku lulus. Staf biro personalia yang menggantikan papi telah berjanji kepada mami, " ujar Magda. Mawar juga sudah hampir pasti di kantor ayahnya, Komdak Sumut, sementara aku akan mencari pekerjaan ke Jakarta.

" Akhirnya, kita berpisah jauh, tak terasa perasahabatan kita sejak es-em -a, akan berakhir setelah delapan tahun berjalan. Kenapa harus ke Jakarta bang ? Kalau abang mau kerja di sini, aku dan mami akan tanyakan nanti ke biro personalia," ucap Magda serius.

" Aku akan diskusikan dulu dengan orang tuaku. Abang yang mengajakku ke Jakarta, ayah dan ibu menyetujuinya," jawabku. Dalam pembicaraan di restauran, kami sepertinya diliputi perasaan bersedih, karena perpisahan sudah mendekat.
" Aku mungkin yang paling tersiksa, bila aku jadi berangkat ke Jakarta. Aku tidak akan ketemu denganmu lagi, berantuk setiap ketemu dan tertawa," ujarku.

Magda malah mengenyekku, " Zung, kasihan... telefon aku bila abang rindu," ujarnya sambil memegang tanganku.
" Aku tak butuh suaramu, aku ingin melihat wajahmu."
" Boleh bang, bawa saja foto copynya," balasnya bergurau. (Bersambung)

Los Angeles. March 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment