Wednesday, March 4, 2009

Dosenku "Pacarku" (61)


http://www.youtube.com/watch?v=kt7L4X4li_k

More than words
Saying I love you/Is not the words I want to hear from you/It's not that I want you not to say/But if you only knew/How easy /it would be to show me how you feel/ More than words/Is all you have to do to make it real/Then you wouldn't have to say That you love me, yeah/Cause I'd already know.

What would you do (what would you do)/If my heart was torn in two /More than words to show you feel That your love for me is real/What would you say/If I took those words away/Then you couldn't make things new/Just by saying I Love You (Just saying I love you, saying I love you)/More than words/(Just saying I love you, saying I love you)
.......

============
Magda terduduk dipingir tempat tidur, setelah mendengar "pat gulipatku", yang ternyata masih manjur.
" Abang, maunya apa ?" tanyanya lembut sambil duduk di tempat tidurku
============

" Abang, maunya apa ?" tanyanya lembut sambil duduk disisi tempat tidurku.
" Nggak apa-apa, aku cuma bicara kepada sahabat setia yang baru terjalin puluhan jam, tongkat ini. Dia tak pernah berontak dan marah apalagi dendam, meski aku antukkan ke benda keras, padahal dia telah banyak membantuku."

" Zung, aku nggak mengerti maunya abang apa !?" Kok bicaranya harus melalui tongkat itu?"
" Tanyalah tongkat ini, dia akan bercerita banyak terhadapmu.!" jawabku hampir memeluknya. Tapi aku takut dia langsung pulang meninggalkanku dan tongkat media baru bagiku.

" Zung, jadi ikut kerumah nggak?" tanyanya sambil berdiri memegang lenganku.
" Ayolah, dari tadi aku dan tongkatku sudah siap, Magda malah duduk, kayak menungggu sesuatu."
" Halah..abang ngaco. Abang, permisi dulu ke ibu," usulnya sambil membantu langkahku keluar dari kamar. Bibi menghantarkan aku dan Magda ke halaman rumah diiringi senyuman , usil. "Hati-hati bapa dijalan, nanti bapa nginap? Jangan lupa bawa tongkatnya pulang," ujarnya iseng. Entah apa pula maksudnya.

Magda setuju usulanku aku duduk diatas boncengan. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, aku tak berani memegang pinggangnya, aku serba kikuk, pegang sisi pahanya aku belum berani, terpaksalah aku duduk kaku di atas boncengan motornya. Aku menunduk menyembunyikan kepala dibelakang tengkuknya, malu dilihatin orang, sepertinya aku baru merasakan naik motor, kaku.

***
Inang uda, maminya Magda, menyambutku diteras samping rumahnya. "Kenapa lagi kau amang ( nak, pen) Apa khabar kakak dikampung. Bagaimana skripsimu, sudah selesai?"
Magda langsung menyambar pertanyaan maminya, " Sudah pasti selesailah mam, sekarang abang bersahabat akrab dengan ibu dosen kami. Ibu itu juga dosen pembimbingnya si abang!" lapornya sambil menatapku diiringi senyuman.

Aku terdiam, kaget luar biasa. Magda membuka aib ku kepada maminya. Tetapi syukurlah, maminya tidak menyimak apa kata putrinya, Magda. Hmm... dalam hatiku, tambah satu " peluru" selain tongkat, untuk menebus "dosa"ku, dulu.

Mami Magda menanyakan kenapa lagi kakiku. Aku menjawab dengan berbohong sambil memelototin Magda. " Terpelintir ketika main bola inang uda (tante, pen)." Mendengar jawabanku, Magda berlari berjingkat-jingkat masuk kerumah sambil tertawa menutup mulutnya. Maminya membantuku masuk kedalam rumah, " Magda, bantu dulu abang nya," seru mami Magda.

Magda segera kembali menemui aku dan maminya. Wajahnya memerah menahan tawa karena aku bohong.
"Kenapa Magda tertawa, ada yang lucu? " tanya maminya seraya menuntunku.
" Nggak mam, aku tertawa karena tadi abang bilang kakinya terpelintir karena main bola," jawabnya. Magda ikut menuntunku dari sisi kiri. (Bersambung)

Los angeles, March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment