Sunday, March 1, 2009

Dosenku "Pacarku" (51)



“When you love someone”
When you love someone - you’ll do anything /you’ll do all the crazy /things that you can’t explain you’ll shoot the moon - put out the sun .
when you love someone /you’ll deny the truth - believe a lie /there’ll be times that you’ll /believe you can really fly /but your lonely nights - have just begun /when you love someone

when you love someone - you’ll feel it deep inside /and nothin’ else /can ever change your mind when you want someone - when you need someone /when you love someone...

when you love someone - you’ll sacrifice /you’d give it everything /you got and you won’t think twice you’d risk it all - no matter what may come /when you love someone... yeah you’ll shoot the moon - put out the sun /when you love someone
==============
Susan tidak menanggapiku, hanya senyum sambil setengah berteriak, “Zung...buruan aku sudah lapar.”
===============
Segera aku berlari menuju kamar mandi, akh..lagi-lagi Susan “berzakat”. Sepasang pakaian —jeans dan t-shirt- digantung dikamar mandi. Dari kamar mandi aku berteriak, “ Susan, pakaian ini untuk siapa, untuk suami atau untuk pacar.?”
Susan menjawab dengan teriakan pula, untuk “ mahasiswaku, pacarku.!”
Susan telah menungguku dimeja makan, dia tersenyum melihat pakaian yang aku kenakan. “Zung, kita serapan sekedarnya, aku capek nggak sempat masak, nanti siang kita makan diluar.” ujarnya.
“Pembantu dimana.”
“ Ada, ada perlu apa cariin dia.?”
“ Kenapa bukan dia yang masak.?”
“ Nggak boleh, dirumah ini hanya aku yang dapat melayani abang, spesial.!”

“ Spesial...? nggak juga, kemarin aku mau masukin mobil yang buka grasi pembantumu.!”
“ Zung, masa tega, aku yang buka grasi.?” ucapnya tertawa.
***
TUTURAN kisah Susan, mengubah prasangka buruk terhadapnya yang selama ini melekat dalam diriku. Kisah Susan yang masih terekam segar dalam benakku hampir mengurungkan niatku pulang kampung, sebagaimana usul Magdalena, menjauhi Susan sekaligus melupakannya.

Aku ingin menceritakan, sekedarnya, ikhwal kisah Susan kepada Magda dan Mawar, walau Susan telah mengingatkanku agar tidak menceritakan kepada siapapun. Harapanku, Magda dan Mawar dapat mengubah stigma binal terhadap Susan.

Suasana pagi hingga siang mengukir kesan tersendiri bagi diriku, juga dengan Susan, meski aku dan dia menghabiskan waktu hanya dengan sendagurau, kadangkala Susan bergelayut manja dipangkuanku. Sikapku berubah drastis sejak mendengar kisahnya. Perasaan seakan tidak lagi bersahabat dengan seorang nyonya.

Setelah kami puas bercengkerama dirumah, Susan mengajakku ke suatu desa yang aku belum pernah kujalani.
“ Zung masih merasa capek? Kita jalan kesana yuk?” ajaknya, sambil bergegas masuk kedalam kamarnya.

Susan memanggilku dari dalam kamarnya, “ Zung, sebentar kesini, bantuin aku.”
Segera aku berlari kecil menemuinya dikamar, “ Apa yang perlu kubantu.?” tanyaku sembari melihatnya berdiri didepan lemari pakaiannya.

“ Pilih bang, warna apa yang abang suka aku kenakan siang ini,?” ujarnya sambil memilah-milah pakaiannya dalam lemari.
“ Semuanya bagus, terserah Susan yang mana.”

“ Nggak bang, mesti abang yang pilih,” bujuknya manja.
Aku pilih gaun berwarna biru, mirip gaun Magda. Susan ketawa
cekikian atas pilihanku, “ Zung kita bukan mau kepesta.!”

“ Tadi aku bilang terserah kamu, tetapi kamu paksa aku memilih. Setelah aku pilih, kamu tertawa ngenyek,” kataku sambil meninggalkannya.

Buru -buru Susan menahanku, “ Bang...nggak aci merajuk. Iya..aku akan pakai pilihan abang, tetapi jangan pergi dulu.” pintanya.
“ Masa aku lihatin kamu ganti pakaian.”?
“ Bukan, boleh aku bawa pakain satu lagi.?”
“ Terserah, bawa satu koper juga nggak apa-apa kok, sekalian kita kawin lari.” balasku bercanda.

Segera dia memutar tubuhnya menghadapku, suaranya manja, “ bang belum sekarang.” Susan merangkul ku erat sekali, dan mengulang ucapannya, “ belum sekarang bang.”

Welelhh, aku cuma bercanda, kok ditanggapi serius? Mati aku.
“ Kok, Susan serius, aku hanya bercanda.” ujarku.
“ Aku serius bang.!” jawabnya belum melepaskan pelukannya.


Los Angeles. March 2009

Tan Zung

No comments:

Post a Comment