Friday, January 23, 2009

Magdalena ( 11)

http://www.youtube.com/watch?v=BD3ovfZXO5Q

=================
....."dada..dag....ito Magda.!"
Mata Magda melotot, "nggak...,"ketusnya.
"Daag...Magda sayang..,"ujarku lagi untuk menyenangkan hatinya.
Tiba di kamar kost, aku merasa tersiksa.
=================

“Bang Tan Zung kita sudah sampai ,” ujar abang beca membangunkan dari lamunan ku.Bah, hebat kali aku ini rupanya, tukang becapun tahu rumah dan tahu pula namaku.
“Siapa namamu, darimana kau tahu namaku?“ tanyaku heran sambil merogoh kantongku mau bayar ongkos.
“Nggak usah bang,” tolaknya, seraya membuka topi khas tukang beca dayung Medan


“Bah, kamunya itu Ramos ,?
Nih, ambillah semuanya. “ Sejak kapan kau jadi tukang beca.”
“Sejak bapak meninggal enam bulan lalu,”jawabnya.

Ramos berat hati menerima uang pemberianku, jumlahnya setara tiga kali ongkos biasanya. Aku bersyukur ada orang yang mauku ajak bicara malam ini dikamarku sekaligus mengurangi rasa stress. Didepan Magda begitu sempurna keberpuraapuraanku, namun dalam kesendirian aku menderita siksa tiada tara.

Ramos menolak ketika kuajak mampir dikamar kost, ruang “perpustakaan “ Magdalena yang baru ditahbiskannya sendiri tigapuluh menit yang lalu.

"Lain waktu sajalah bang, aku baru dapat setoran nih,” ujarnya
“Gampanglah itu, kutambah lagilah nanti,” kataku . Dalam hati, daripada aku tergoda beli manson mending kuberikan sama Ramos.

Ketika aku membuka pintu kamarku, aku menemukan secarik kertas tertulis pesan," bang segera pulang namboru sakit!." Nama Sintauli tertulis diakhir tulisan.
“Aku yang menyelipkan surat itu tadi siang, kupikir abang sudah baca. Sintauli sudah pulang duluan, aku yang mengantarkannya keterminal,” kata Ramos.
Bah, pedulikalilah pariban Sinta sama ibuku, aku tak habis pikir. Benar ibuku namborunya kandung, tapi kok....?

Aku berprasangka, jangan-jangan ini skenario tulang, orang tua Sinta dan ompung boruku.Sebab, seperti apapun gentingnya berita dari kampung, tak pernah pakai pesan seperti ini. Ada orang suruhan tauke ayah “ Kian Hong” mendatangiku ke kampus bila ada berita penting. Lagipula dua hari lalu , aku ketemu bapak dipasar Central, ketika dia belanja. Bapak tak ada bicara soal kesehatan ibu.

“Kapan nyusun skripsi akhirnya bang,” tanya Ramos membuyarkan rasa pradugaku sama pariban. ”Cantik kali kakak itu. Hebat abang bah bisa dapatkan dia, boru ( maksudnya marga apa dia),” tanyanya nyerocos sambil terenyum.
Boru-borulah,” jawabku sekenanya sambil menuangkan kopi - hasil seduhan Magda--kegelas kami berdua dari isi termos yang tersisa.

Sebelum Ramos mencocor pertanyaan tentang Magda, ku cocor duluan dia dengan bermacam pertanyaan. Mulai dari kapan dia menyelesaikan sarjana mudanya dan apa rencananya setelah tamat.

“Harusnya sama dengan Sinta. Tapi karena bapak sakit-sakitan dan akhirnya meninggal, jadinya terlambat. Tak tahu kapan aku selesaikan skripsi kecilku.” ujarnya sendu.
“ Ramos, kebetulan aku libur dua minggu ini, mampirlah kesini kalau butuh batuan mengenai skripsi mu itu,” ajak ku menawarkan diri.

***
Aku minta tolong Ramos mengantarkan aku besok pagi keterminal bus di Jl. Bintang.Sepulangnya Ramos pikiranku kembali “rusuh” antara Magda, adat dan Sintauli. Ompung boruku ( nenek, pen) yang paling bernafsu agar aku menikahi paribanku Sintauli. Pagi sekitar pukul enam aku telephon Magda dari rumah kostku memberitahu kalau sebentar nanti pukul 10 pagi mau pulang kampung.

“Ibuku sakit, nggak tahu sakit apa,” kataku lirih. Tidak berapa lama dia datang menemuiku.
“Abang pulang naik apa,"tanyanya
“Naik bus, taksi luar kota mahal sekali,” jawabku
“ Aku ikut bang, naik taksi saja kita. Aku bilang nanti sama papi, kebetulan kita lagi libur dua minggu kan,”?
“Bah, kau mau ikut.?????” (Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment