http://www.youtube.com/watch?v=xXTLF_ONL3U
=============
Disudut kamar, kami duduk berduaan, mesra iya...sangat mesra. Kubelai rambutnya yang terurai lepas. Kucium keningnya dan menelusuri hidung hingga bibirnya, berbalas. Meski itu hanya dalam mimpi tapi aku menikmatinya .
============
Malam minggu berikutnya diskusi kami tidak berlangsung seperti biasanya, Magda ogah-ogahan. Mungkin ada masalah dalam keluarga pikirku. Ketika hendak beranjak pulang, dia menahanku. Magda mengambil setengah paksa buku dari gemgaman tanganku.
"Tunggu dulu, kenapa kamu mau cepat-cepat pulang, mau pergi ke bar, mau mabuk lagi hah!? Zung, kasihanilah dirimu. Kamu telah membohongi dirimu sendiri. Kamu berjanji tidak akan mau mabuk-mabukan lagi, tapi ternyata makin liar dan gila. Apa kurang wanita didunia ini yang ingin kau temani, sampai kamu tidur dengan pria,"? tanyanya dengan suara tertahan marah.
Mataku nanar, kepala bagaikan kena pentung. Aku sesak, tak tahu berkata apa, gara-gara si "bodat" satu di Tampomas itu. Memang Magda benar, dulu aku telah berjanji tidak akan mau mabuk- mabukan lagi, bahkan centeng parkiranpun aku tinggalkan. Juga gemerlapan malam di salah satu hotel telah aku tinggal. Semuanya ini karena nasihatnya. Entah kenapa malam jahanam di Tampomas itu aku kecolongan, padahal baru satu kali malam minggu berpisah dengan Magdalena.
Ingin rasanya mencabik-cabik mulut Mawar yang selama ini kuanggap sahabat. Aku marah dan menyesalkan sikap Mawar. Menurutku seharusnya Mawar tak perlu membeberkan "tragedi" itu kepada Magdalena.
Dia meninggalkanku sendirian diteras rumahnya. Aku sangat menyesal dengan kata-kata kasar yang baru saja kucapkan. Aku tertunduk lesu, dada terasa sesak. Aku menyusul kerumah tetapi tak menemukannya. Aku kembali keteras. Rupanya mami Magda terjaga mendengar hentakan suaraku. Dia menyalakan lampu ruang tamu dan menoleh keteras lewat jendela, bertanya, " Magdalena kemana.?"
Magda meletakkan diatas meja buku-buku yang diambil olehnya dari tanganku. Magda duduk berhadapan denganku. Dia menatapku dalam-dalam dan terasa menusuk jauh hinga kerelung-relung paling sudut. Aku tak tahan lama melihat sorot matanya. Tak sepatah kata pun terucap dari kami berdua kecuali duduk, diam seribu bahasa. Magda akhirnya meninggalkanku setelah dia puas menatapku seakan menelanjangi kepongahanku.
Seperti dalam bagian kenangan yang kutorehkan ini, selama persahabatan yang berlangsung hampir dua tahun, tak pernah kata cinta terucap dari kedua bibir kami. Sepertinya kami hanya hanyut perasaan bergayut cinta. Terbukti dari sikap kami malam itu, ada rasa marah dan cemburu.
"Iya...iya ..pulanglah nanti mami bangun lagi,"balasnya. Mata kami saling menatap
"Hushhh.... jangan nakal," katanya seraya menempelkan ujung jarinya lembut kebibirku ketika ingin memberi ciuman sebagai tanda terimakasih balas kebaikan hati serta kelembutannya. Malam itu sepertinya tertoreh jalinan kasih, inikah yang disebut cinta? entahlah. Yang pasti malam itu ada getaran-jiwa yang tercuat dalam persahabatan yang terjalin selama hampir tiga tahun membara membakar kalbu.
http://www.youtube.com/watch?v=t7wA_OI2y9U
No comments:
Post a Comment