http://www.youtube.com/watch?v=nSz16ngdsG0
======================
“Bang, kirim salam sama mamatua dan bapatua serta adik-adik, sama Sinta juga” katanya sesaat bus akan meninggalkan terminal. Mendengar Magda menyebut nama Sinta aku terhenyak.
======================
Romantika cinta yang berlangsung beberapa jam lalu diruang"perpustakaan" Magda, menguatkan hatiku untuk melupakan masalah tabu sebagai penghalang hubunganku dengan Magda. Tekadku bulat harus mempersunting Magda apapun yang menjadi resiko. Aku berharap, ibuku dapat memahami keberadaanku dalam persoalan super ribet ini .
Setelah melewati perjalanan panjang dan sangat melelahkan, aku tiba dikampung disambut hujan lebat diiringi kilatan halilintar. Segera aku berlari dari perberhentian bus menuju rumah. Ayah menyambut kedatanganku dengan wajah heran.
"Kata Sinta ibu sakit,"
"Oh...ya... memang dua minggu lalu tetapi kena serangan flu ringan saja. Ibu dan ompung mu pergi dirumah tulang, sebentar lagi ada acara syukuran. Selain baru menamatkan sarjana mudanya Sinta telah diterima mengajar di SMA Labuhan Deli . " Istrahat dululah kau sejenak amang,( nak, pen) sebentar lagi kita kesana ," kata ayah.
Menjelang malam, aku dan ayah menyusul ibu kerumah tulang. Disana telah berkumpul sejumlah famili, penetua dan pendeta. Wajah Sinta sumringah melihat kedatanganku malam itu, tak sedikitpun menunjukkan merasa bersalah. Aku berusaha menutupi rasa kesal ulah paribanku yang memang cantik mirip ibuku itu. Sinta dan keluarga sedang dalam suasana sukacita, sungguh tak beradab bila aku menunjukkan sikap bermusuhan.
Aku beri ucapan selamat kepada Sinta yang duduk diapit nantulang dan tulang. Tampaknya ibu tak sabar dia menyongsongku dan memelukku erat, "ro do hohape amangdatang juga kau nak, pen), " ibu mendekap ku dengan sukacita.
" Kata ayah kau nggak bisa pulang liburan ini karena sedang persiapan skripsimu," tambahnya.
Aku diam saja tak menjawab, takut kecoplosan dan mengatakan kalau kedatangaku karena ulah Sinta.
Ya..beberapa jam lalu aku dan Magda berlayar jauh menyelusuri lautan luas dengan sejuta harapan. Semangat dan kasih sayangku semakin berbunga-bunga kepada Magda. Hatikupun telah bertekad meskipun sedikit nekat karena nyerempet adat-istiadat.
Kumainkan jurus baru, sandiwara. Kuajak dia antarkan ibu dan ompung pulang kerumahku." Iya bang, tunggu aku ganti sepatu," katanya sambil bergegas kedapur. Ibu sudah siap berangkat, ompung mandek.
"Tunggu dulu sebentar, pahundul jolo disi, (kamu duduk dulu disitu, pen)" perintah ompung. Ompung pasti heppot ( reseh, pen) lagi nih pikirku.
Sinta, ibu dan aku duduk berdekat sementara tulang dan nantulang ( ibu Sintauli) meninggalkan kami. Memang kelihatannya nantulang kurang sehat.
"Ai aha dope pinaimam hatahon ma tutulangmi(Apalagi yang kau tunggu bicaralah sama tulangmu, pen)
Sinta sudah kerja nanti dapat membantu menyelesaikan sekolahmu. Bulan depan dia sudah mengajar di Sungai Deli," katanya semangat. (Bersambung)
Los Angeles, January 2009
No comments:
Post a Comment