Monday, February 9, 2009

Magdalena (69)

Cinta Ku Kandas Di Rerumputan - Ebiet G. Ade

=============
Aku mau berkata jujur kepadamu. Selama mama tidak mau jujur dengan papi, selama itu pula papa tak mengaharap apapun atas hubungan kita.
=============
PAPA tidak suka, melihat atau mendengar ada pria lain menggangu pikiranmu dan pikiranku, papa capek. ”I’m so tired but I can’t sleep. Magda terdiam tertunduk lesu, sesekali menggelengkan kepalanya, cucuran air menetes dari matanya. Magda beranjak dari tempat duduknya menghempaskan diri diatas tempat tidur. “I’m screaming inside, but you can’t be heard

“ Mama takut, kalau nanti penyakit jantung papi akan kambuh,’ ujarnya lirih.
“Baik, kalau demikian sampai kapan kita harus menanggung semua ini. Seandainya, ada hukum yang mengatur, diijinkan membunuh seseorang yang menggangu hubungan sepasang anak manusia yang telah terjalin minimal lima tahun, papa akan menjagal si Albertmu itu.”

“ Papa, selalu menyalahkan, selalu menuding kalau mama berteman dengan Albert. Papa jangan lagi menambah siksa batinku.”
“ Baik, enyahkan Albert itu dari rumahmu, dari pikiranmu.”
“ Papa...papa, Albert tidak pernah dalam pikiranku, hanya papa seorang, percayalah,” teriaknya.
“ Mama, duduklah kita bicara dari hati kehati, jujur dan terbuka. Tolong hentikan tangisanmu, karena itu tak menyelesaikan persoalan. Ayo, duduklah mama, atau papa meninggalkanmu sendirian dikamar ini.?

“ Kenapa jadi begini papa! Aku datang karena mama rindu, mama tinggalkan papi masih terbaring lemah dirumah, hanya karena rinduku sama papa, kenapa marah-marah pada mama. Apa salahku papa.?

“Maafkan papa, tetapi kita harus bersikap. Tidakkah mama melihat penderitaan pisikku bahkan ajal hampir menjemputku, itu karena cintaku. Sekolah papa dan mama berantakan. Papa tidak akan mengalami seperti ini, andaikan Magda mau bersikap tegas kepada papimu.”
***
Amarahku mulai surut melihat tangisnya tak henti-henti. Tetapi, saat ini aku harus mengambil sikap, terus atau putus. Aku membiarkannya sendirian sesugukan ditempat tidurku. Aku sadar jika Magda berkata jujur, dia mempertaruhkan nyawa papinya yang memiliki penyakit jantung atau “nyawa” asmara yang berusia lima tahun. Saat ini harus ada “nyawa” yang menjadi korban. Magda bangun duduk diujung tempat tidur berhadapan denganku disudut ruangan itu.

“ Papa, tidak tahu lagi apa yang mama harus katakan. Mama kira hubungan kita selama ini sudah cukup menjelaskannya kepada papa. Sungguh, mama tak mengerti semuanya ini.”
“ Mama, sebenarnya sangat sederhana, seperti papa minta, katakan secara jujur kepada papi tentang hubungan kita.”

“ Iya,mama akan memberitahukannya, tetapi jangan dulu saat ini.”
“Itu sama saja mama memperpanjang masa derita siksaku dan memperpanjang”usia” Albert dirumahmu. Magda aku amat lelah.”

Magda memeluk dan menciumku sepuasnya, ditatapnya mataku, “ Iya, mama akan katakan dengan jujur tetapi maukah papa mendampingiku menyatakannya.?”
Aku terperangah, merasa tersudut atas tantangannya. Seandainya, papinya tidak mengidap penyakit jantung, aku siap dan berani menghadapinya, paling juga ditolak. Nah, ini urusannya dengan nyawa.

“ Itu tak bagus, apalagi dalam adat batak.?
“Papa, kenapa bawa-bawa lagi masalah adat ? bukankah kita selama lima tahun telah mengabaikan adat? Bukankah kita sesunguhnya “mar ito ( sepupu, pen) Ingatkah, papa dulu uring-uringan, karena tulang( paman, pen) orang tua Sinta, ber”tarombo” (urut silsilah, pen) dengan mami, bahwa kita sebenarnya saudara sepupu, tidak boleh menikah. Tetapi atas keputusan kita berdua, kita abaikan hubungan kekerabatan itu? Kenapa sekarang papa berdalih adat? "

“ Bukan! Maksudku, kurang baik kalau papa ikut lagsung menyatakan itu, mestinya ada pihak ketiga—dari keluarga ku— menghubungi keluarga mu, jadi bukan aku langsung kepada papi.”

“ Mama semakin tak mengerti, tadi papa katakan urusannya sangat sederhana, tapi malah kok berbelit-belit.”
“ Iya, sangat sederhana, kalau mama mau.”
“ Mama mau, tetapi papa berdalih.”

“ Mama saja langsung mengatakannya kepada papimu, papa tak usah ikut. Aku kuatir nanti kalau papa ikut penyakit jantungnya akan kambuh.”
“Apa bedanya bila aku sendiri mengatakananya,?” ujarnya menatapku tajam.( BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

No comments:

Post a Comment