Tuesday, March 17, 2009

Dosenku "Pacarku" (92)

" I Surrender"
oh oh mmm
There's so much life I've left to live/And this fire's burning still/When I watch you look at me/ I think I could find the will/To stand for every dream/And forsake the solid ground And give up this fear within/Of what would happen if they ever knew/I'm in love with you

*) 'Cause I'd surrender everything/To feel the chance to live again/I reach to you/ I know you can feel it too/We'd make it through/A thousand dreams I still believe I'd make you give them all to me/I'd hold you in my arms and never let go/I surrender

I know I can't survive/Another night away from you/You're the reason I go on/And now I need to live the truth Right now, there's no better time/From this fear I will break free/And I live again with love/And no they can't take that away from me/And they will see... yeah
*)
Every night's getting longer/And this fire is getting stronger, baby/I'll swallow my pride and I'll be alive/CAN'T you hear my call I surrender
*)
Right here, right now/I give my life to live again/I'll break free, take me/My everything I surrender all to you right now I give my life to live again/I'll break free, take me (My everything) My everything (I surrender all to you)
==============
Aku tak dapat melawan kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin tidur. Magda bergegas merapikan kamar disebelah kamarnya.
==============
PAGI setelah serapan, Magda mengantarkan aku kerumah kost. Magda memesan supaya nanti malam mampir kerumahnya. " Aku nggak pasti. Lihat nantilah,"jawabku
" Abang harus datang, Magda nggak ada teman. Adik Jonathan lebih sering dirumah om dokter. Dia menjaga paribannya, takut diambil orang," ujar Magda ketawa.
***
Siang, Susan menjemputku pada hal suaminya baru akan tiba sore hari. Susan membawaku ke hotel tempat kami dulu makan siang. Aku mengikuti kemauannya, tokh tinggal berapa jam lagi aku sudah "selesai" dengannya pikirku. Suasana "dining room" dengan tata lampu dan alunan musik romantis merasuk dalam kenangan berdua. Ditempat yang sama beberapa bulan sebelumnya kami saling berbagi kasih dengan letupan sukma berbalut cinta.

Setelah selesai makan, Susan menyandarkan tubuhnya kesisi lenganku sambil menikmati tembang-tembang lama yang mengalun manis. Sesekali suaranya lirih mengikuti tembang kenangan itu sambil melirikku. Susan meraih tanganku menggemgam erat. Dari mulutnya terucap kata, " Zung, aku masih menyayangimu, cintaku belum berubah. Tetapi sikapmu akhir ini, membuatku bingung memutuskan perahu mana aku harus berlayar.

Sekiranya abang berkenan ( lagi )mengucap janji cintamu seperti beberapa bulan lalu, untuk meyakinkan diriku, aku akan segera mengambil keputusan perahu mana aku akan berlayar."

"Susan, biarkanlah perahuku berlayar mengarungi samudera luas nan ganas itu tanpa pengayuh pendamping. Aku juga tak tahu pasti arah perahuku akan berlayar. Aku hanya berharap dalam kesendirian, kelak perahuku akan berlabuh dalam dermaga kasih penuh kedamaian," balasku.

"Zung, aku masih mencintaimu dengan sepenuh hati. Katakan, kalau abang masih menyayangi diriku; aku akan berlayar bersama dirimu membelah gulungan ombak di lautan luas ."

Lidahku kelu, mulutku masih terbungkam oleh jerit tangis ibuku. Dalam hati mengakui, aku menyayanginya; tetapi tatanan hidup manusia beradab memasung diriku melanjutkan kisah kasih yang pernah kami rajut. Aku menatap wajahnya masih penuh harap atas diriku, sendu, bagaikan kelopak layu sebelum mekar.

" Susan, seandainya nyanyian burung diatas sana dapat engkau mengerti, dia bertutur banyak tentang ungkapan hatiku yang tak terucap. Susan sedengkanlah telingamu barang sejenak diselah jendela alam, maka engkau akan mendengarkan desisan hembusan angin malam; dirimu akan mendengar senandung rinduku tak terperi. Dikeheningan malam aku tersungkur oleh gelora hati; mataku rabun oleh gejolak sukma menapak jalan berkubang."

Aku mengajaknya keluar dari ruangan romantis itu. Aku khawatir ungkapan rasa antara aku dan Susan akan menggiringku kembali ke kubangan yang sama, selingkuh. Aku tak tahu, apakah Susan dapat menangkap rangkaian kata yang baru saja kuucap.

" Susan, sudah waktunya kita ke airport sebelum pesawat yang ditumpangi om Hendra mendarat,"ujarku mengingatkan. Susan segera menguasai hatinya, dia meraih lenganku, rona wajahnya ceria, pulih dihiasi senyuman. Kami berjalan bergandengan tangan bagaikan pasangan remaja yang baru saja mereguk madu cinta.

Susan mengangkat lengannya keatas. Diujung jari lentiknya memainkan kunci mobil: " Zung, kemudikan mobil ini, aku ingin duduk disampingmu,"ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil. Sepanjang jalan menuju airport, tangannya tak henti-henti meremas ujung jariku, sesekali dia membasahinya dengan kedua bibirnya.
***
Susan merangkul Hendra suaminya mesra serta menciumnya ketika turun dari pesawat. Aku melihat keduanya melepaskaan rasa rindu setelah berpisah selama kurang lebih tiga bulan. Dalam hatiku terbesit, panggung masih terbuka lebar memainkan sejuta adegan sandiwara dengan alur cerita dan peran berbeda. Susan telah memerankan nyaris sempurna.

Hendra menghampiri dan mengguncang tanganku dalam gemgamannya hangat serta memeluk ku: " Bagaimana dengan kakimu, sudah baikan?" tanyanya. " Selamat atas keberhasilan meja hijau mu," imbuhnya.

"Terimakasih om." Susan menyela,"pap, Tan Zung dapat menjawab semua pertanyaan penguji, dia mendapat nilai sangat memuaskan. Hanya beberapa orang diantara mereka mendapat nilai sangat memuaskan. Pacarnya Magdalena dapat nilai paling tinggi dantara semua peserta," jelas Susan.

Malam itu, aku rela menjadi sopir mereka. Hendra menolak duduk dengan Susan di belakang. " Nggak, aku duduk di depan bersamamu sobatku yang baik," ucapnya. Tengah perjalanan, Hendra mengajakku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat sungkan menolaknya. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment