Tuesday, January 27, 2009

Magdalena ( 21)

http://www.youtube.com/watch?v=0ixEjEyvg-g

===============
“ Balik lagi bang....pelan...pelan...pintaku lagi sama abang beca. “jalan yang sama.
“ Takut pak, nanti kita dicurigaigarong,” jawabnya.
==============

" Hehhh..... jangan panggil aku pak, aku belum nikah, itu...tuh..calon isteriku yang panjang rambut, dia menghadap kesini,” kataku sambil menunjuk kearah Magda yang sedang duduk sambil menopang dagunya.

“ Abang mampir saja, aku tunggu. Sama calon isteri kok malu-malu,” ujarnya dengan nafas terengah-engah..
“ Banyak kali kecet mu, ayo..putar sekali lagi, ku bayar pun kau duakali lipat.!”
“Benar ya.... bang....,” katanya semangat sambil menggenjot pedal becanya cepat-cepat.”

Hoiii tahan dikit ... jangan terlalu laju, pelan aku mau memastikan dia itu pacarku atau adiknya?” kataku. Padahal itu hanya alasanku ke pengemudi becak supaya laju diperlambat. Magda itu hanya putri satu-satunnya.
“ Sudah, balik lagi dan kita pulang, “ perintah ku.

“ Jalan yang sama lagi, apa abang nggak bosan,?” tanyanya.
"Kalau aku sudah bosan tak kusuruh kau mutar. Bosan katamu...?, pasangan suami isteri saja sudah 40 tahun, setiap hari ketemu muka masih tertawa, berantuk dan lain-lainya tak pernah bosan. Awak ketemu hanya dua jam sehari, cepat gohet becanya bang.”

“Maksud lain-lainnya itu apa bang.....?”
Eee...nanya lagi, kamu sudah nikah.?”
“Belum...!” jawabnya.
“Ya...nanti kalau sudah kau nikah, baru tahu artinya lain-lain.”

Tiba di kamar, aku diliputi rasa heran, tiga kali kulalui depan rumahnya, Magda kulihat tangan menopang dagu diatas meja belajar kami selama empat tahun itu. Dari kejauhan terlihat olehku ekpresi wajahnya sepertinya larut dalam kesedihan, sakitkah dia,?. Hati penuh tanda tanya dan menimbulkan rasa gelisah. Badan kurebahkan diatas bed cover baru. Bantal guling yang baru dibelinya kupeluk erat,.....erat sekali. Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi namun mata tak kunjung pejam.

***

Suara motor vesva Mawar membangunkan aku dari tidur. Aku mengharap dia datang bersama Magda. Meski badan terasa berat aku segera melompat dari tempat tidur dan buru-buru kurapihkan. Segera pintu kubukakan, ternyata Mawar datang sendirian.

“ Mawar dari mana sepagi ini, ?" tanyaku
“ Baru ngantarin mama ke pasar.”
“ Magda dimana,?” tanyaku tak sabaran.

“Dirumahnya, bagaimana khabar mama di kampung. Sudah baikan.?”
“Ibuku ternyata tidak sakit, cuma rindu.”
“Lha, pesan dalam surat Sinta, mama sakit,?”
“ Panjang ceritanya, nantilah ku ceritakan, duduklah!”

“Abang tadi malam dengan Sinta iya?” tanyanya
“Kok kamu tahu,?
“Magda lihat. Abang naik beca berduaan dengan Sinta!”
“Ya, kebetulan kami pulangnya satu bus. Karena sudah kemalaman, aku antar dia kerumah kosnya.”

“ Tadi malam sekitar pukul setengah sepuluh Magda telfon aku. Magda minta aku datang kerumahnya
“Ngapain? Magda sakit?”
“ Ya. Magda sakit hati dan kesal gara-gara adegan mesra antara abang dan Sinta tadi malam didalam beca itu. Magda melihat Sinta tertidur disisi bahu abang.”

“Alamak, kami nggak ada apa-apa kok. Sinta kelelahan selama perjalanan, belum lagi ketika dikampung dia tak pernah istrahat.”
“ Manalah Magda tahu itu bang,” ujar Mawar.
“ Jadi gara-gara Magda sakit hati dan tidak mau lagi bertemu denganku.?”
“ Bukan bang, dia sedang sakit, sejak kejadian malam itu dia tak dapat tidur,”

“ Aku juga tak bisa tidur mikirin dia. Pukul sepuluh lewat duapuluh lima aku lewat dimuka rumahnya, aku lihat kalian berdua duduk diteras. Dari kejauhan aku lihat wajahnya bersedih dan dia menopang dagunya diatas meja. Aku pikir dia sakit serius.”

“Ya .. dia sakit hati,” jawab Mawar.
Oalahhhh... masalah lagi. Jadi apa yang harus kulakukan, aku teramat rindu. Lima hari serasa lima tahun.”
“ Kenapa abang tak mampir tadi malam,?”
“ Waktunya sudah terlalu malam, perasaanku tak enak. Jadi bagaimana baiknya, apakah aku sekarang kesana.? ( Bersambung)

Los Angeles, January 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment