Tuesday, February 3, 2009

Magdalena (59)

http://www.youtube.com/watch?v=aQPKzOmDEaE

===================
“ Baiklah, kalau papa tidak mau memafkanku, biarkan aku menjalani hidupku sendiri, selamat tidur papa, selamat tinggal,” katanya dengan suara hampir tak kedengaran. Magda membalikkan tubuhnya, segera meninggalkan aku.
===================

SECEPAT inikah akhir hubungan yang terajut hampir lima tahun. Inikah ujung derita?. Akhh...ternyata aku tak dapat membohongi diriku. Sepeninggalnya, kerongkonganku terasa berat. Aku coba tegar, tetapi kenangan selama lima tahun berjalan melumpuhkan keakuanku.

Salahkan aku mengharap setetes air entah dari siapa, ketika aku dahaga dalam terik penderitaan mengikuti jalan tandus dan berliku.? Adakah sahabat lain dapat menolong,? Adakah waktu menjadi ukurannya,? jika iya, mentari telah memberiku sinar yang sama selama seribu delapan ratus hari tanpa henti, tetapi kenapa ia membiarkanku menanggung derita.

Dalam keheningan mengingatkanku; Magda berdoa ketika ibuku “sakit”; merajuk ketika aku menolak ikut mendampingiku ke kampung. Magda “ menyelamatkan” aku dari gemerlap malam dan menuntunku kembali masuk kampus. Beningnya airmata Magda manakala dia “tersandung”cemburu.

Aku tak dapat melupakan isak tangisnya, ketika aku marah dan sangat tersinggung tatkala Magda meragukan kejujuranku; Bagaimana aku dapat melupakan, ketika jari tangannya menyuap makan kemulutku saat aku sakit “ berpura-pura”, hanya karena aku takut dicubit dan diomelin setiap jumpa.?

Didalam benakku belum pupus ketika maminya memasak “arsik” khusus untukku. Di meja makan yang sama, papinya menawarkan pekerjaan, betapa mulia hatinya, dulu. Tetapi kini, ketika aku terhempas dan tercabik-cabik, aku tak melihat wajah mereka, ah...pemilik wajah itu telah menorehkan luka sangat dalam diperjalanan hidupku dan Magda buah cintanya.

Meskipun cinta tidak harus memiliki, tetapi cinta tidak harus dicederai nafsu kekuasaan dan keakuan. Hatiku semakin bergetar mengingat, ketika cinta menyatu dalam kepasrahan hati tulus, yang kami lakoni dalam kesunyian malam.

Terimakasihku kepada pencipta insan, aku dan Magdalena tidak pernah saling menodai mahkota kesucian ciptaanNya. Dia selalu mengingatkan, makna ketulusan dan kesucian itu. Ya, hanya cinta kami yang ternoda oleh buasnya ego.

Aku dan Magda tidak pernah menduga kalau akhirnya biduk akan diterjang ganasnya badai, terhempas hancur berkeping diatas karang tajam, setidaknya hingga kemarin pagi, sebelum aku terlempar diruangan ini. Dalam kesendirian, renung relung kasih terajut, aku mendengar isak tangis yang kukenal dan ku nikmati bertahun-tahun, isak tangisnya menyayat kalbu.

Perawat menuntun Magda kembali keruang rawat, aku “tertangkap basah” sedang meratap. Magda mengahapus air mataku tanpa kata. Aku berusaha memulihkan perasaanku. Dalam hati mengakui, memang Magda tidak sepenuhya bersalah. Magda duduk disamping tempat tidurku dan memegang tanganku, erat.

“ Tadi mama meninggalkan papa bukan karena marah. Mama tak kuasa melihat dinginnya hatimu, maukah memaafkanku untuk kali terakhir ,?”
Aku hanya menatap kesenduan wajahnya, memelas, “ Magda, tak ada yang perlu dimaafkan, kita hanya mengikuti irama simponi yang terus berubah seiring perjalanan waktu. Hanya saja, kita kurang bijak melangkah menyusuri waktu bahkan menoreh luka dalam diantara sesama. Ego mengelabui dan menutupi kearifan. Pulanglah, hari hampir pagi, papi-mamimu dan Albert pasti mencarimu.”

“ Papa, aku tidak akan pergi dengan siapapun, juga tidak dengan mami- papi dan Albert, tolonglah jangan menyebut-nyebut nama itu, maukah papa mengerti.”
“ Aku cukup mengerti, itulah sebabnya aku ada disini, karena aku menumpahkan rasa cintaku meski berbuah luka dan duka. Magda, biarkanlah burung yang sayapnya telah patah oleh ganasnya badai, terkulai diatas batu dalam telaga sunyi. Biarkan dia bersendandung, mengurai airmata ditengah heningnya malam. Biarkan airmatanya menambah air telaga tua. Hanya itu yang dimiliki dan dapat dipersembahkan. Magda, hanya telaga tua itu yang dapat menampung airmataku, menyatu kedalam air bening yang tersisa.” (BERSAMBUNG)

Los Angeles 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment