Wednesday, February 4, 2009

Magdalena ( 61)

Jangan Simpan Tangismu

===================
Kini, papa ikut menyiksaku. Sudah puaskah papa,? bolehkah aku pergi sekarang? Papa, aku sudah kehabisan air mata, tak ada lagi yang tersisa bahkan untuk menangisi diriku sendiri.
===================
“ Magda, sudahlah sayang, jangan teruskan lagi, mendengarpun aku tak sanggup.”
“ Papa, menangis? papa masih punya air mata ? Bolehkah mama mengusap airmata papa atau aku mengusap airmatamu dengan mahkota rambut mama yang pernah papa miliki, sebelum kelak, aku akan mencampakkannya?. Ingatkah papa, betapa bangganya mama memelihara mahkota itu hanya untuk papa seorang. Ingatkah papa marahmu luarbiasa ketika mama mau memendekkan mahkotamu yang papa titipkan padaku? Sebagaimana papa tahu, aku merawatnya hingga kini, hanya untuk papa.! Papa gerailah rambutku dan mama akan menghapus airmatamu.”

Aku terhenyak dalam dekapan wajahnya, “ Magda, sudah kataku. Aku menangisi perjumpaan kita, aku menangisi waktu yang telah membiarkan kita saling bergayut kasih dan pada akhirnya kita terjebak dilorong gelap dan pengap itu.”

“ ...dan papa membiarkan aku sendiri berjalan dalam lorong gelap dan pengap itu, begitukah papa? Baiklah papa, boleh aku pergi sekarang ? Atau masihkah aku punya kesempatan tinggal diruangan ini menunggui papa. Masihkah Magda diijinkan memanggil mu papa?”
Sederatan pertanyaan dan pernyataan yang dimuntahkannya, membuatku tersudut dalam kebingungan, “ iya,masih, panggil aku papa.” Magda menciumiku dengan ratapan tanpa airmata.

“ Sampai kapan mama boleh memanggilmu papa” tanyanya dalam ratap.
“ Saya tidak tahu, tanyalah sang pemilik waktu.”
“ Papa, kitalah pemilik waktu itu,” bisiknya ke telingaku.
“ Bukan, bukan kita, mama jangan bermimpi,”
“ Iya pap, mama masih bermimpi, kita akan menelusri waktu hingga ajal memisahkan kita.”
“ Mama berbicara ajal atau mama bermimpi tentang ajal? Tahukah mama, kapan ajal itu datang.”
“ Iya, ketika ia memisahkan kita.”

“ Mama benar, ajal itu telah diambang pintu, kini. Tidak seorangpun dapat menghempangnya bila dia tiba. Ia dapat datang kala kita bersenandung suka atau duka; Atau dia menghampiri, ketika kita menyambut fajar mentari pagi atau pada redupnya sinar rembulan; bahkan ia dapat menjemput ketika kita mengikuti syahdunya simponi siang.”

“ Papa, bertahun-tahun kita telah dendangkan senandung berirama suka dan duka. Kita telah bersama menikmati ranumnya bunga diterpa sinar mentari pagi. Kita telah melalui lorong gelap penuh onak dan duri dan kita menikmati dengan kaki dan tangan berdarah-darah. Papa, kita telah berjalan digurun pasir berbatuan dan cadas; Ingatkah papa, ketika kita berjalan, ditengah lolongan serigala buas hendak menerkam.?

“ Iya, korbannya ada, kini terbaring menahan siksa, di depan wajahmu.!”
“ Juga, korban itu sedang bersenandung sendu, didepan wajah papa. Hatiku menjadi “kurban” bagi papa seorang !”
“ Tapi aku berlumur darah mama, badanku remuk dimangsa serigala itu, ajal hampir merenggutku dan “kurban” itupun telah dicabik-cabik ganasnya serigala.”

“ Papa, bukan! Papa salah! Kurban itu masih utuh tersimpan dibalut penantian abadi. Papa, lihatlah sinar mataku, tataplah mataku dengan sempurna. Papa tidak melihat dibalik kelopak mataku tersimpan sejuta duka. Tidak kah papa melihat relung-relung hatiku tertutup gumpalan darah.? Papa dengarlah rangkaian simponi yang menyayat kalbu dari rongga hati mama!?”

"Magda, biarkan musim berganti, biarkan mentari memberi sinar dan pada waktunya akan menelusuri ufuk barat menyembunyikan dirinya. Magda, malam telah menjelang pagi, pulanglah. Kamu tampak lelah.” Tampak olehku, perasaanya telah pulih, kini Magda telah memiliki airmata.

“ Aku tak tega membiarkan papa sendirian diruangan ini, aku ingin menangis bersama dengan papa, aku ingin tersenyum menyambut sinar mentari pagi dengan papa. Mama ingin bersamamu selamanya. Pap, setelah pesta kemarin aku tidak pulang kerumah. Mama ke rumah tante, maminya Mega. Tante juga marah sikap mami-papi terhadap Magda. Nanti malam aku mau tidur sendirian dikamar papa, boleh kan pap.”

“Ajaklah Mawar besertamu,”
“ Tidak pap, itu hanya tempat tidur untuk papa dan mam.”
“ Terserahlah, tapi setelah itu, kau harus kembali kerumahmu.”
“ Tidak, sampai papa keluar dari rumah sakit ini.” ( BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment