Wednesday, February 4, 2009

Magdalena ( 65)

Matahariku
=================
“ Mawar, kalau begitu aku akan mengubah lagi ujung cerita itu, “ wanita itu mengubah keputusannya, ternyata dia bukan menolak, hanya “ mohon tunggu sebentar, nomor yang anda tuju sedang sibuk.” kataku, disambut tawa Mawar.
=================
“Zung, aku akan usahakan mencari Magdalena, nanti aku bicara terbuka dengannya. Aku juga mendengar, orangtuannya bersikeras dengan pilihan mereka. Magdalena bersikeras dengan abang.”

“ Tapi aku tak yakin dia dapat bertahan dengan pendiriannya. Mawar, aku jujur, daripada aku dan Magda terus disiksa seperti ini, aku rela dia mengikuti pilihan orangtuanya. Memang itu keputusan yang maha berat, aku sadar itu, tetapi harus ada korban. Pilihannya, aku jadi korban atau orangtuanya. BIla hal itu diperhadapkan dengan aku, maka yang aku pilih adalah menghargai keputusan orangtuanya. Cinta harus ada pengorbanan. Dan abang siap untuk itu, cinta yang telah kami jalani selama ini harus berakhir, daripada aku dan dia terus dirundung malang.
***
“Bang, teman-teman sudah pada tahu masalah abang dengan Magda, semua pada ribut. Magda juga nggak pernah kekampus, abang dirumah sakit. Mereka pada tahu abang kecelakaan karena Magdalena.
“ Bagaimana mereka tahu.”
“ Hampir semua angkatan kita menghadiri pesta pernikahan Sorta waktu itu. Mereka akan mengumpulkan dana bantuan untuk abang.”
“ Jangan, aku tak mau merepotkan. Suruh dibatalkan. Mereka masih kuliah, tolong sampaikan terimakasihku.”

“ Nggak enaklah bang, orang memberi kok ditolak. Papi juga bilang sama Mawar, mau bantuin abang bayar uang rumah sakit dan obat.”
Lha, kok begitu,?”
“ Nggak tahu, tanya saja sendiri sama papi.”
“ Kita saja masih main layangan, kok sudah.....,” aku tak dapat melanjutkan , Mawar menutup mulutku.

“ Mawar, aku capek, kakiku menghentak terasa perih, aku mau tidur. Kalau Mawar pulang, tidak usah abang dibangunin.”
“ Mawar nggak pulang malam ini, tadi kan sudah bilang, aku mau menungguin abang hingga pagi. Aku bawa buku-buku kok, selamat tidur bang.”

“ Mawar, dulu aku nggak dapat tidur kalau tak dicium ibuku.”
“ Itukan ibu abang.”
“ Tapi Mawar kan calon ibu .......” segera Mawar menutup mulutku dengan selimut sebelum bicaraku usai.
“ Nggak! siapa bilang, abang cengeng.”
“ Iya sudah, selamat belajar lah Mawar.
***
Esok harinya Mawar terus membujukku agar bersedia mengoperasi pergelangan kakiku setelah aku tolak anjuran dokter. Seminggu dalam perawatan dokter, aku keluar dari rumahsakit, Mawar terus setia hingga kerumah pak Ginting, dukun patah tulang. Meski aku sudah punya sikap mengakiri hubungan dengan Magda, tetapi ingin bersua dengannya untuk kali terakhir. Hari kelima perawatan dirumah pak Ginting, Magda mengunjungiku, dia berusaha menutupi beban deritanya, namun wajahnya tak dapat menyembunyikan.

“ Pap. Mama tak tahu lagi apa yang hendakku katakan. Mama sudah berusaha keluar dari rumah, tetapi papi-mami terus mengawasi ku, setelah mama menginap dikamar papa. Mama harap papa mengerti situasiku. Aku tahu bahawa papa ada disini dari Mawar. Dia datang kerumah kemarin malam,” ratapnya sambil menciumi pipiku.

Ibu Ginting ikut terharu mendengar ratapan Magda. Lagi-lagi niat menyampaikan putusan akhir sementara pupus gara-gara airmata, dan aku berpikir juga, tak baik menyampakan niat itu dirumah orang lain. Semoga Magda masih bisa”kabur” ke kamar bersejarah itu untuk kali terakhir.

“ Papa, mama akan menjagaimu hari ini, Mawar tak bisa datang, dia sedang menyelesaikan perbaikan skripsinya.”
“Bagaimana skripsimu,” tanyaku.
“Sementara mama tunda dulu. Mama kurang konsen. Skripsi abang bagaimana, nanti boleh mama bantuin selama papa disini.”

“ Aku sudah dua minggu tak bertemu, aku tak tahu bagaimana nanti dengan ibu dosen pembimbing. Semua programku hancur berantakan, papa juga tak tahu mau jawab apa kepada orang tuaku. Cepat atau lambat mereka akan tahu, apalagi dua minggu terakhir aku tak menjumpai ayah ke tempat perbelanjaannya.”

“ Jadi bapa tua belum tahu kalau papa masuk rumah sakit.”
“ Belum."
“ Papa masih menyesal terhadap mama.?"
“ Magda! Sudahlah, semuanya telah terjadi. Bagaimana khabar papi -mami.?
“ Baik,! papa.... masih marah dengan papi-mami?”
“ Nggak, bagaimana khabar Albert, calon suamimu. ?” (BERSAMBUNG)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment