Monday, March 9, 2009

Dosenku "Pacarku" (70)

==============
Aku mulai mencium wewangian semerbak bunga malam berkuncup pagi. Setelah menghabiskan serapan pagi, aku minta tolong kepada Magda untuk mengantarkan aku pulang kerumah, mandi dan ganti pakaian.
==============
Seperti biasa, bibi menyambutku "heboh" apalagi karena aku datang dengan perempuan. "Bapa nginap lagi....? Bapa nginapnya bergiliran iya," tanyanya pelan diiringi tawa setelah Magda keluar dari kamarku.
" Bibi...! Nanti dia dengar, nggak enak," ingatku.
"Makanya aku bicara pelan, supaya nggak kedengaran," balasnya sambil ketawa ngakak meninggalkan kamarku.

Magda tersenyum simpul, ketika aku keluar dari kamar mengenakan pakaian hampir sama seperti yang dia kenakan, jeans dan t-shirt, yang dia belikan waktu ulang tahunku sebelum hubungan kami putus. Tiba-tiba bibi berceloteh dari dapur ketika aku dan Magda hendak pergi, " Bah...pakaiannya sama, cantik sekali. Bapa nggak usah pakai tongkat lah biar kelihatan gagah. Apalagi bergandengan dengan Magdalena," ujarnya cengengesan.

Magda setuju usulnya. " Ya, bang nggak usah pakai tongkat, nanti aku bantuin kalau abang jalan." Bibi ngoceh lagi. " Jalannya, pelan-pelan saja bapa, biar kayak pengantiiinnn...!" Magda tersenyum mendengar ocehannya, sambil memegang lenganku melangkah keluar rumah.
" Jangan biarkan bapa main bola lagi," celoteh bibi.
Magda tak kuasa menahan ketawa mendengar "jabir'nya bibiku. "Iya..iya bi, aku jagain dia supaya nggak main bola dan nggak mandi lagi di sungai."

"Abang cerita kepada bibi bahwa kaki abang terkilir karena main bola?"
" Iya, pengakuanku sama seperti kepada mami, hanya kepada Magda aku berkata jujur."
***
"Magda, sepertinya kakiku sudah agak baikan. Biar aku yang bawa motornya."
"Nggak ah, nanti aku dimarahin mami. Abang malu kalau di bonceng iya?"
" Nggak juga. Ya sudah, tapi nanti aku bisa pegang pinggang Magda?"
" Terserah, tapi jangan salahkan aku kalau ibu Susan marah kepada abang."

" Boleh mampir sebentar ke kantor ibu Susan? Aku ada yang perlu," ujarku menguji hatinya.
" Serius ini, aku antar abang kesana?"
" Magda berani?"
" Demi sahabat, aku antar sekarang, tak peduli kalau Susan marah." Magda sungguhan, kami menuju kampus. Dia parkirkan motor agak jauh dari kantor Susan.
" Ah...ternyata Magda takut juga, kok parkirnya jauh sekali, lagi, manalah aku tahan jalan sejauh itu."
" Maaf bang, aku nggak sadar kalau kaki masih sakit. Aku bukan takut, aku juga mau pergi dengan abang menemuinya."

Magda parkir persis depan kantor Susan. Tak merasa canggung, Magda menuntunku ke depan ruangan Susan. Magda mengetuk ruangan Susan, tak ada jawaban. Sebenarnya, aku tahu, saat itu Susan nggak ada di ruangannya, hari ini dia masuk kantor pada siang hari. Aku hanya menguji keberaniannya. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment