Monday, March 9, 2009

Dosenku "Pacarku" (69)



http://www.youtube.com/watch?v=pTFKPdWw1Gc

"You're in my heart"
I didn't know what day it was/When you walked into the room/I said hello unnoticed/You said goodbye too soon Breezing through the clientele/Spinning yarns that were so lyrical/I really must confess right here/The attraction was purely physical

I took all those habits of yours/That in the beginning were hard to accept/ Your fashion sense, beardsly prints /I put down to experience The big bosomed lady with the dutch accent/Who tried to change my point of view /Her ad lib lines were well rehearsed/But my heart cried out for you

Chorus:
You're in my heart, you're in my soul/You'll be my breath should i grow old/You are my lover, you're my best friend /You're in my soul My love for you is immeasurable/My respect for you immense/You're ageless, timeless, lace and fineness .........

===============
Ah....wajahnya kuyu, mata sembab, tetapi sepertinya hati masih berbunga-bunga. Aku semakin bingung "menerjemahkan" semua kejadian sejak tengah malam hingga pagi ini. Ada apa diantara tangis dan tawa.?
================

Kedatangan mami Maga dari pasar membuyarkan scenario pagi ini. " Sudah bangun kau amang. Sampai pukul berapa kalian tidur tadi malam.?" tanyanya.

"Agak malam inanguda, keasyikan cerita kampus," jawabku.
"Sudah bangun itonya.?" tanyanya.
" Sudah, dia sedang mandi.!"

Inanguda mencegah, ketika aku mau membantu mengangkat barang belanjaannya dari beca. Dari teras, aku mendengar inang uda menegur Magda, " Kenapa nggak kau buatkan teh sama ito mu.?"

" Iya mam, tadi aku mau buatkan, tapi abang bilang nanti dulu." Takut aku memprotes kebohongannya, Magda buru-buru keluar menemuiku, jari telunjuknya ditempel di depan bibirnya, pertanda, abang diam. Aku merasa geli melihat tingkahnya. Tidak lama kemudian, Madga membawa secangkir teh dengan dua potong roti .

"Magda, kamu nggak pernah tawarkan teh sama ku sejak aku bangun, malah kamu membiarkan ku sendiri duduk bengong di teras ini."

" Bang, sebagai sahabat, harus memaklumi situasi ketika sahabatnya kepepet." ujarnya menirukan "nasihat" ku memaknai sahabat, tadi malam.

Aku memandangi kujur tubuhnya dibungkus sepasang pakaian yang aku pilihkan dulu ketika merayakan ulang tahunnya setahun sebelum pisah; jeans dan t-shirt dengan gambar setangkai bunga mawar didepan.
" Kenapa memandangi ku seperti itu bang.?" ujarnya sambil mengambil tempat duduk disamping, dia menghadapku.

" Aku hanya teringat seseorang. Ketika itu dia merajuk besar, bahkan hampir nggak jadi merayakan hari ulang tahunnya karena aku datang terlambat. Sahabatku itu terus diam selama perjalanan menuju Kesawan ketika ingin membeli sepasang pakaian.

Sebelumnya dia berujar padaku, mau merayakan ulang tahunnya secara sederhana dan pakaian sederhana. Aku mengusulkan, agar kami berpakaian yang sama; jeans dan t-shirt. Awalnya dia menolak, tetapi akhirnya dia setuju usulanku.

Ketika itu aku memang berjanji akan datang pukul sembilan tepat, tetapi karena kemacetan di jalan, aku terlambat lima menit. Aku tiba, wajahnya cemberut, aku minta maaf ketika itu , tetapi dia diam terus hingga kami berangkat.

Selama dalam perjalanan dia tak mau memandang ku di dalam beca seperti biasanya. Karena kesal, aku ingin meloncat mau bunuh diri melihat tingkah teman ku itu."

Magda tertawa lepas, " Kok mau bunuh diri, meloncat dari atas becak pula, itu namanya bunuh diri ecek-ecek bang.!"
"Terserah dibilang ecek-ecek, yang pasti kan ada kata bunuh dirinya, pertanda rasa kesal." balasku.

"Siapa dia itu bang, kok menjeng amat, terlambat lima menit langsung merajuk.?" tanyanya.
" Magdalena Elisabeth, mantan kekasih Tan Zung yang kini sedang terabaikan." jawab ku.

" Nggak ah.., abang mengada-ngada, ceritanya tidak seperti itu. Magdalena Elisabeth waktu itu marah, bukan merajuk, karena orang yang bernama Tan Zung itu matanya jelalatan melihat perempuan sedang berlalu di depan rumah, di depanku pulak lagi.

Iya.. jelas marahlah si Magda Elisabeth itu. Di depannya saja sudah mata jelalatan, apalagi dibelakangnya." ujarnya serius.

" Si Magda saat itu terlalu cemburuan, sebenarnya Tan Zung hanya melihat rambut perempuan itu, kebetulan panjangnya seperti rambut Magda."

" Memang, yang namanya Tan Zung itu paling bisa mencari-cari jawaban, mau menang sendiri." ujarnya mengukir senyum.

Magda mengoreksi cerita dulu, memang dia benar seratus persen. Aku sengaja poles ceritanya, memancing, kalau dia masih tertarik kisah lama kami. Aku mulai mencium wewangian semerbak bunga malam berkuncup pagi. Setelah menghabiskan serapan pagi, aku minta tolong kepada Magda untuk mengantarkan aku pulang kerumah, mandi dan ganti pakaian. (Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung

No comments:

Post a Comment