Sunday, February 1, 2009

Magdalena ( 45)

When I need you

================
“Magda jendela dan pintu kamar masih terbuka,” bisikku kekupingnya.
“ Biarin...supaya dunia tahu,” katanya tak mau melepaskan pelukannya. ” I love you, please say you love me too. These three words, they could change our lives forever, and I promise you that we will always be together
==================
Bang, minggu lalu aku sudah bicara pada tante pudan( bungsu, pen) dia setuju kalau kita menikah dulu. Abang nanti meneruskan kuliahnya seperti teman kita Salomo.!”
“ Salomo? Tapi isterinya kan pramugari!”
“ Magda mau kerja?”
“ Iya, om sudah janji mempekerjakanku di diperusahaannya.”
“ Perkuliahanmu bagaimana.?”
“ Aku selesaikan setelah abang tamat.”
“ Kita kekampung atau ke Bandung,?”
“ Terserah abang lah!”
“ Dikampung kau kerja apa. Atau mau mengajar di es-em-a. Tapi nggak usalah, banyak bandit disana, habislah kau tiap hari digodain oleh mereka. Kita ke Bandung sajalah!”

Magda semakin yakin ketika aku katakan; “ minggu depan aku ke dosen pembimbing, bermohon mejahijaunya ditunda, karena aku mau nikah.”
“ Aku ikut bang, biar ibu dosennya percaya.”
“ Magda, aku hampir lupa, hari Minggu lusa, aku mengikuti kejuaraan antar cabang, kali terakhir.”

“ Abang tidak terlalu capek?”
“ Iya, aku sudah terlalu capek tetapi kali terakhir aku bertanding sebelum kita menikah. Aku akan mempersembahkan piala kemenangan untukmu, seperti tahun lalu. Ajak Mawar nanti bersamamu.” Menjelang malam, Magda pulang dengan hati berbunga-bunga membawa sejuta harapan.
***
Tidak lama berselang, Mawar datang ketempat kosku mencari Magda. “Maminya tahu kalau Magda tadi ada disini, aku diminta menyuruh Magda pulang,” ujar Mawar.”
“ Magda baru saja pulang, aku tak tahu dia pulang kerumahmu atau kerumahnya.”
“ Bagaimana tahu kalau Magda ada disini.?”
“ Nggak ngerti bang, tetapi maminya sudah tahu, bahwa Magda sering berkunjung ke tempat ini. Aku juga bilang pada maminya, kalau aku juga sering berkunjung ke tempat ini.

Kedua orangtuanya tak pernah berpikiran negatif pergaulan kita kok. Aku sering ditanyain maminya tentang hubungan abang dengan Magda. Aku cerita seadanya.”
“Jadi kau ceritakan juga kalau hubungan kami sudah serius.?”
“ Iya, aku sudah ceritakan.”
“ Lalu apa kata maminya.?”
“ Maminya diam saja, ngga bilang apa-apa. Kok abang nanyain Mawar kayak polisi saja.?” katanya ketawa.
"Bagaimana pendapat Mawar, “ kedua orantuanya tidak setuju hubungan kami, menurut mu apa yang aku harus lakukan, memutuskan hubungan dengan Magda atau meneruskannya.”

“ Abang juga, kayak orang sinting. Hubungan sudah begitu lama kok main putus saja. Aku nggak setuju. Jangan cakapin aku seumur hidup kalau abang putusin dia. Yang menikah itu abang dengan Magda, bukan dengan mami-papinya. Biar orang tuanya jodoh-jodohin, keputusan tetap ditangan Magda, dia bukan anak kecil lagi,” tegasnya.
Aku tersenyum kecut mendengar hentakan Mawar, “ kok Mawar galak benar.?”
“ Iyalah, abang main putus saja. Aku serius, kalau abang putusin gara-gara orangtuanya, aku tak mau ketemu abang seumur hidup, serius bang.!” tegasnya lagi.

"Mawar, aku melihat Magda mempunyai beban berat. Dia juga sudah cerita kalau papinya tidak setuju hubungan kami. Tetapi, sepertinya Magda ada menyembunyikan sesuatu. Barangkali Magda pernah cerita, ada hal lain yang membebani dirinya yang tak pernah diungkapkannya padaku.?”
“Iya, ada bang. Mestinya Magda harus beritahukan itu.!”
“ Apa? tentang apa ?” desak ku. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009
H.Tan Zung

No comments:

Post a Comment