Sunday, February 1, 2009

Magdalena (47)

It's Hard to Say Goodbye


There’s something in your eyes/ that’s far too revealing/Why must it be like this a/ love without feelin/Something’s wrong with you I know/I see it in your eyes/Believe me when I say/It’s gonna be okay

======================
Aku sempat mendengar pertanyaan salah seorang paramedis, sebelum aku tak sadarkan diri, “ temanmu mau bunuh diri?”
“ Bukan, dia kecelakaan,” jawab Mawar.
=====================
AKU merasakan sebuah kecupan dikening diiringi butiran airmata menetes dikelopak mataku, hangat. Ditelingaku dia berbisik dalam isak, “ Zung, bangun, aku datang calon isterimu, abang bangunlah. Kita akan menikah kan bang?" Magda menepuk wajahku berulang masih dalam tangisan, “ Lihat aku bang, aku Magda. Bang bangunlah!”

Aku masih sukar membuka kedua mataku. Magda terus mencium kedua pipiku, “Zung...bangun, ayo kita pulang,” ujarnya sesugukan.
Meski terasa berat, aku berusaha membuka mataku, ingin melihat jelas raut wajahnya. Aku mengiba setetes air membasahi kerongkonganku, “Aku haus.....”
Dalam bayangan redup, aku melihat Magda menuangkan air minum kedalam gelas. Aku mendengar suara Mawar melarang Magda memberi air.
“ Magda jangan. Kata dokter, abang boleh minum satu jam lagi.”

Magda tidak tega membiarkan aku tersiksa dalam kehausan. Dari bibirnya yang lembut membasahi bibirku. Aku ingin mengucapkan terimakasih, tetapi hatiku masih terganjal. Kenapa aku begitu rapuh? Kenapa mata hatiku masih tertutup gelap, meski Magda telah memberikan segalanya dengan ketulusan hati?

Dari kerongkonganku yang masih terasa kering menyuruh mereka pulang. “Mawar, Magda pulanglah kalian, sudah larut malam, terimakasih telah membantuku." Mawar menyambut tanganku ketika memberi salam,” terimakasih kasih Mawar, kau mahabaik,” ucapku terpatah-patah. Mawar memegang tanganku erat.

Aku melirik kearah Magda. Hatiku masih menyimpan rasa tanya mengapa dia tidak pernah bercerita tentang pria pilihan orang tuanya, Albert. Aku tak dapat menahan rasa kesal, “ Magda pulanglah, pergilah bersama Albert membawa cintaku, semoga engkau berbahagia dengannya.”

Magda membungkam mulutku dengan kedua bibirnya kemudian histeris, “ tidak, aku tidak pergi dengan siapapun!” Para medis berdatangan ke kamarku mendengar teriakan Magda, mungkin mereka pikir aku telah lewat. Akhirnya mereka undur dari kamar setelah Mawar menjelaskannya.

Dalam tangisnya Magda mengusap kening dan menciumiku, “Abang aku tidak akan pergi dengan siapapun. Aku hanya pergi dengan abang. Magda telah persiapkan semuanya untuk pernikahan kita,” ujarnya terisak.
Mawar membujuk Magda yang masih terus menangis,” biarkan dulu abang istrahat, tadi cukup banyak darahnya mengucur. Magda terus menangis terisak. Dia mencium tanganku yang masih terbalut.

Mawar mencelupkan handuk kecil ke baskom lantas menaruh diatas keningku. Dia memeluk Magda yang masih terus menangis menciumi tanganku. Mawar membujuk, “ Magda, biarkan abang istrahat dulu, jangan menangis seperti itu.”

Magda tidak perduli, dia terus menangis, “ Abang tadi malam telah berjanji akan menikahiku. Aku telah menyerahkan semua hatiku. Tidak ada yang tersisa buat siapapun. Tidak seorangpun dapat memilikinya kecuali abang. Mengapa abang belum percaya Magda,” ujarnya pilu lantas mencium ujung jari tanganku yang terluka. Sejak minggu lalu hingga tadi malam, aku sudah mempunyai firasat buruk, tetapi tidak tahu seperti apa kejadian yang akan menerpa.

“ Magda, mengapa tak pernah bercerita mengenai pria pilihan orang tuamu itu. Seandainya kau menceritakan sebelumnya, aku tak menderita seperti ini. Aku tidak dapat menahan marah, karena aku terlalu mencintaimu.”
“ Bang, aku ingin menceritakan, tapi aku takut, abang marah dan akan meninggalkanku. Magda takut abang minum lagi. Zung, percayalah, aku masih sangat mencintaimu.” (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment