Wednesday, March 18, 2009

Dosenku "Pacarku" (100)


http://www.youtube.com/watch?v=V9N5qhBE_oU

==============
Detik-detik mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa. Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang dapur.
=============
Segera aku menghentikan langkahku ketika mendengar Magda menghela nafasnya, panjang. " Iya lah bang, aku mau ikut mengantarkanmu ke airport," ujarnya pelan. Aku berlari menghampirinya serta mengangkat tubuhnya seperti anak kecil. Magda sesak dan berteriak sambil memukul-mukul dadaku.
"Lepaskan aku, lepaskan aku abang genit!"teriaknya. Kedua tanganya mencubit pipiku, kuat berbekas. Giliranku berteriak ketika Magda mencubit pipiku kali kedua. " Biarin, supaya abang tetap ingat Magda," ujarnya. Magda menyerahkan kunci motornya yang aku telah kembalikan. " Nih kuncinya, abang raja perajuk," ujarnya,
" Magda ratu cerewet," balasku sambil menyeka air mata yang tersisa diwajahnya.
***
Sebelum aku meninggalkan Magda, entah kenapa secara spontan hatiku tergerak ingin ziarah kekuburan papi Magda, bapaudaku ( pak'le, pen). Selama ini aku terus diliputi rasa bersalah. Dulu, aku tidak ikut menghantarkan jenazahnya ke pemakaman. Dalam perjalanan, Magda bertanya, kenapa aku tiba-tiba mengajaknya ziarah.

" Entah kenapa. Aku teringat papi ketika kita duduk makan bersama semasa hidupnya. Ketika itu papi menawarkan pekerjaan untukku setelah tammat sarjana muda," ujarku. Magda mempererat tangannya dalam boncengan serta meletakkan wajahnya di atas punggungku. Aku merasakan hangatnya tetesan airmatanya membasahi punggungku.

Aku dan Magda berlutut di didepan pusara setelah membersihkan serta meletakkan kembang diatasnya. Aku tak dapat menahan rasa sedih ketika mendengar isakan Magda. Dalam tangisnya Magda berujar lirih sambil memeluk pusara. Wajah diletakkan diatasnya, " Papi, abang datang lagi. Papi, besok abang pergi lagi meninggalkan aku dan papi."

Aku mengangkat wajahnya dari atas pusara serta memeluknya. Magda semakin terisak dalam pelukanku, suaranya lirih berucap: " Abang telah memaafkan papi,?" tanyanya dalam isak. Tubuhku terguncang menahan tangis mendengar pertanyaannya. " Magda! Tidak..!. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Papi tidak bersalah. Aku seharusnya minta maaf sebelum papi pergi, " ucapku menahan teriak dalam pelukannya.

Aku dan Magda tersentak ketika sepasang tangan menyentuh lengan kami. Aku dan Magda menoleh ke atas. Tanpa disadari, mami dan adiknya Jonathan sedang berdiri dibelakang kami. Magda segera berdiri dan memeluk maminya kemudian mami memelukku.
" Sudah puas rindu mu kepada bapauda.?" tanya mami Magda. Aku mengangguk. " Iya, rinduku telah puas. Aku kini merasa lega sebelum berangkat ke Jakarta," jawabku tersendat. Jonathan memelukku erat sekali. "Bang kemana saja? Selamat bang! Maaf aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalamku.

***
Magda mengantarkanku ke airport tanpa kehadiran Mawar. Berapa saat aku dan Magda duduk diruang tunggu. Sengaja kami berangkat lebih awal agar lebih lama mengobrol sebelum berpisah. Aku dan Magda berbicara penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan. Namun, suasana berubah ketika Maya dan kakaknya Lisa datang menemuiku, kecut. Magda menyongsong mereka ke luar ruang tunggu. Aku menyusul bergabung dengan mereka. Maya menarik tanganku memisahkan diri dari kakaknya dan Magda.

Maya minta maaf karena tidak pernah menemuiku. " Aku kemarin datang kerumah abang, tetapi kata ibu kos abang jarang di rumah," ujarnya.
Aku tidak menanggapi ucapannya. "Sampaikan salamku kepada om mu itu," ujarku sambil menarik tangannya bergabung kembali dengan Magda dan kakaknya. Maya dan Lisa meninggalkan aku setelah mereka menyalamiku. Aku dan Magda masuk keruang tunggu melanjutkan obrolan yang terputus.

Kali ini, Magda tak dapat menahan rasa sedihnya. " Bang, jangan lupa telefon Magda kalau sudah tiba di Jakarta. Hati-hati jangan lagi kau sakiti hati perempuan. Cukuplah aku bang," ucapnya dengan suara bergetar.
"Magda, kenapa lagi kamu mengingatkan masa lalu kita?"
"Aku sudah berusaha bang, tetapi kadang kala kenangan itu datang sendiri. Sukar sekali melupakannya. Lima tahun waktu yang cukup lama kita saling mencinta. Kemudian abang datang lagi, meski ruang hatiku telah tertutup kepada siapapun. Aku akui, kadangkala aku sukar membedakan antara saudara dan asmara. Abang telah memberikan keduanya. Namun kali kedua, waktu jua yang memisahkan kita. Zung, izinkan aku menciummu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi dan juga sebagai saudara," ucapnya (Bersambung)

Los Angeles. March 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment