Wednesday, March 18, 2009

Dosenku "Pacarku" (101- S E L E S A I)

===============
Zung, izinkan aku menciummu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi dan juga sebagai saudara," ucapnya
===============
MAGDA menyandarkan wajahnya diatas dadaku setelah mencium seraya menyeka air mata dengan saputangannya.
" Magda, waktu jua yang akan memisahkan kita. Ternyata pemilik waktu itu belum merestui kita. Magda telah tulus melepaskanku? Jawablah aku Magda. Dalam beberapa menit lagi kita sudah akan berpisah," desakku.

Magda diam, membisu. Perlahan menggelengkan kepalanya, kembali dia membenamkan wajahnya dalam pelukanku. " Aku nggak tahu bang, apakah aku tulus atau tidak. Seperti aku tadi katakan, aku sukar membedakan antara saudara dan asmara. Abang telah memberikan keduanya. Tetapi percayalah, aku tidak memendam meski itu sangat menyakitkan. Aku berdoa tulus kepadamu, semoga abang mendapatkan perempuan yang lebih dariku," ucapnya.
" Kaulah yang terbaik bagiku, hanya sang pemilik waktu itu belum mengijinkan kita duduk bersanding dalam pelaminan," balasku seraya menghapus airmatanya.
Tak lama berselang setelah aku dan Magda melepaskan cetusan hati yang terakhir, aku melihat Susan datang tergopoh-gopoh menuju keruang tunggu. Aku tidak menyangka kalau Susan akan datang ke airport, karena sebelumnya Susan menyatakan dalam suratnya tidak akan ikut menghantarkanku. Magda pergi, berpura-pura membeli susuatu ke satu kios kecil di airport itu. Magda membiarkanku bicara berduaan dengan Susan.

" Zung, aku mencoba melupakanmu dalam beberapa hari ini, ternyata tak semudah itu. Aku juga tak dapat membohongi diriku. Aku ingin menghantarkanmu, barang kali ini adalah pertemuan kita yang terakhir, walupun aku mengharap tidak. Zung, jangan lupa telefon aku kalau sudah tiba di Jakarta. Aku menggangguk: "Iya aku janji akan menelefonmu. "

Magda kembali bergabung denganku dan Susan. Tak ada perasaan canggung diantara kami bertiga. Pembicaraan kami mengalir bagaikan air sungai bening dimana aku, Magda dan Susan berenang bersama beberapa hari sebelumnya.

Pengumuman dari maskapai penerbang mengakhiri pertemuanku dengan Magda dan Susan. Susan mengecup pipiku lembut, dia dapat menguasai emosinya meski matanya memerah. " Zung, selamat jalan sayang," bisiknya di telingaku sambil melepaskan pelukannya.

Magda....? Akh sama "galak"nya terhadapku akhir-akhir ini, demikian juga "galak"nya ketika akan berpisah. Magda tak dapat menguasai dirinya. Dia memelukku sangat erat dan menciumi pipiku kiri kanan. Magda menangis sesunggukan. " Zung segera pulang. Aku nggak ada teman bang, " ujarnya sambil membaringkan wajahnya diatas bahuku. Susan juga ikut terharu melihat tangisan dan ucapan lirih Magda di atas bahuku.

Aku berusaha menahan pahitnya perpisahan ini, tetapi kedua kelopak mataku tak kuasa membendung cairan bening berderai membasahi wajahku. Aku meraih tangan kedua mantan kekasihku. Magda dan Susan membiarkan aku mencium tangan mereka bergantian. Kini, giliran Magdalena menyeka air mataku. Suara lirih kudengar, " Zung, selamat jalan. Bang pergilah..pramugari telah menunggumu di tangga pesawat, "ujar Magda seraya menyeka air mataku lagi dengan saputangannya.

" Bawa lah ini bang," ucapnya sambil menyerahkan saputangan yang basah oleh airmata kedua insan yang pernah saling mengasihi. Wajah Susan tampak terharu memperhatikan "adegan" ku dan Magda. Dari ujung tangga pesawat, aku menoleh kepada mereka. Aku melihat Susan meletakkan tangan kanannya diatas bahu Magda. Tangan kedua mantan kekasihku itu melambai menghantarkanku mengarungi perjuangan serta kehidupan baru.

Vaya Con Dios my darling.... Vaya Con Dios my love... Goodbye, my hopeless dream ( S e l e s a i)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment