Wednesday, March 18, 2009

Dosenku "Pacarku" (99)

" Without You"
No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your eyes/Your sorrow shows/Yes it shows

No I cant forget tomorrow/When I think of all my sorrow/When I had you there/But then I let you go/And now its only fair/That I should let you know/What you should know
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give anymore 2 X

No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your eyes/Your sorrow shows/Yes it shows
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give anymore 2 X


=============
Magda menatapku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas hubungan kami.
============
"Magda, tadi aku telah ingatkan, Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Atau kamu masih kecewa denganku? Bukan kah kita sudah sepakati untuk melupakannya? Kenapa Magda bersedih lagi. Aku pun sudah berulangkali mohon maaf. Magda masih belum tulus memaafkanku? Aku, sungguh telah melupakannya. Itu sebabnya aku hampir setiap hari datang kerumah ini, karena Magda telah kuanggap bagian dari keluargaku.

Magda diam. Dia mengambil amplop itu lagi dan menyerahkan ke tanganku. Aku pindah kedekatnya. " Magda, relakanlah aku pergi agar aku tidak punya beban. Aku tak ingin melihatmu bersedih seperti itu. Magda, aku menyadari kekeliruanku dulu. Aku sadar tak mungkin lagi mendulang cinta dari hati yang terluka. Aku telah merelakanmu pergi dengan siapapun lelaki yang mencintaimu. Magda menggelengkan kepalanya." Nggak bang, semuanya telah berakhir. Tidak ada lagi ruang hatiku yang tersisa," ucapnya dengan suara serak.

" Magda, besok aku mau berangkat, lepaskanlah aku dengan tulus. Tolong jangan menambah beban pikiranku lagi. Magda telah "menyelamatkan" aku dari Susan. Kini malah Magda menyiksa perasaan saat aku mau pergi." Magda diam, kedua matanya masih memerah mengeluarkan airmata membasahi wajahnya. Dia meninggalkanku sendirian di ruang tamu. Aku duduk diliputi rasa tanya, kenapa sikap Magda berubah lagi terhadapku. Pada hal akhir-akhir ini aku telah dianggapnya keluarga dekat sebagai bersaudara.

Kini aku seakan mendengar genta dari lorong gelap nan sepi. Telingaku tak mampu lagi mendengar gaung yang melolong panjang dan memilukan, mendera kalbu. Aku tak kuasa menahan getar cekraman sukma dari seseorang yang pernah aku kasihi. Aku merebahkan tubuh dalam kepenatan jiwa diatas sofa ruang tamu. Mataku sukar terpejam didera galau membalut jiwa. Malam itu, Magda tampaknya tidak dapat tidur. Magda menemuiku dalam pembaringan siksa, membujukku pindah ke ruangan yang telah dipersiapkannya. Aku menolak.

" Magda, biarkan aku disini, sendiri menikmati kebekuan dan kebuntuan hati," ujarku sambil menggigil menahan dingin menusuk persendian tulang-tulang ku.
" Abang nanti sakit. Besok mami memarahiku lagi bila abang masih tidur disini. Ayolah bang, aku sudah siapkan kamar untukmu," bujuknya. Aku bergeming. Magda mengambilkan selimut dan menutupi tubuhku setelah aku bersikeras tidak mau pindah. "Selamat malam bang," ujarnya sambil berlutut, meraih tanganku dan menciumnya.
***
Pagi hari usai serapan, aku dan Magda duduk berduaan di meja makan. Paginya, mami Magda telah keluar rumah.
" Zung, besok aku nggak bisa mengantar abang ke airport," ujarnya dengan wajah kuyu.
" Magda, apa lagi yang membuat hatimu berubah secepat itu ? Apa perlu abang membatalkan keberangkatanku? Apa lagi yang harus aku lakukan agar hatimu puas? Terakhir ini aku mendengar dan mengikuti nasihatmu, bebanku hilang. Sekarang malah Magda menambah bebanku."

"Bang, nggak ada yang berubah. Hanya aku belum siap berpisah denganmu. Aku menyesali kenapa abang datang lagi dan kali kedua meninggalkanku. Tak ada lagi temanku berbagi rasa, walaupun kita selalu bertengkar. Aku sangat menyayangimu sebagai saudaraku. Zung, aku tidak mengingat lagi masa lalu kita. Aku nggak sakit hati, hanya aku tidak tega memberangkatkanmu. Jangan sakit hati bang, Magda tak mampu melihatmu meninggalkanku sendirian di airport dan aku akan menanggung kesedihan sepeninggalmu."

"Baiklah Magda, aku menghargai alasanmu. Tetapi ingatlah, masa-masa yang indah terakhir ini, sebagai keluarga dekat, kau akhiri dengan kesan menyakitkan. Aku tak yakin, Magda telah memafkanku dengan tulus. Magda hanya berpura-pura, meski aku dengan tulus menemanimu sebagai keluarga dekat. Ugghh...aku permisi, selamat tinggal ito ku Magda yang baik." ujarku sambil beranjak dari meja makan dan menyerahkan kunci motor yang tadinya aku pinjam untuk sesuatu urusan.

Magda tidak menghalangiku pergi, tetapi dia menangis sambil berlari ke ruangan dapur. Magda berdiri di depan jendela dapur sambil menyeka air matanya. Aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan gelisah. Sedikipun aku tak menduga kalau sikapnya akan berujung seperti itu. Aku mencoba mengingat-ingat barangkali ada sesuatu ucapanku yang menyinggung perasaannya. Tapi aku sangat yakin, terakhir ini tidak sekalipun aku menyakiti hatinya. Juga, tidak pernah mempengaruhinya agar hubungan kami kembali, meski hatiku pun masih mengharap. Aku berdiri kaku menatapnya masih dengan wajah sedih. Bibirnya bergetar menahan tangis sambil melangkah ke kursi di sudut ruangan dapur. Kedua tangannya menopang wajahnya, matanya menatap kearahku, hampa.

" Magda, nggak apa-apa kalau tidak mau mengantarkan aku ke airport. Tetapi, katakan sejujurnya sebelum aku meninggalkan rumah ini, apa yang membuat sikap mu seperti itu. Aku janji, tidak akan tersinggung dan marah. Justru sikapmu seperti ini, tanpa pejelasan, membuat aku tersinggung dan sakit hati untuk seumur hidup, sungguh, " ucapku serius.

Aku menunggu jawaban terakhir sebagai simpul persahabatanku; sebagai keluarga, sekaligus sebagai perempuan yang pernah aku cintai dengan tulus, walau pada akhirnya terhempas diterjang badai. Aku juga menatapnya hampa, kecewa, iya sangat kecewa. Akankah semuanya berakhir tanpa aku mengerti apa dan mengapa? Detik-detik mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa. Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang dapur. (Bersambung)

Los Angeles. March 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment