Wednesday, March 18, 2009

Dosenku "Pacarku" (98)


"I Hate You Then I Love You"
I'd like to run away from you/ But if I were to leave you I would die/I'd like to break the chains you put Around me/And yet I'll never try

No matter what you do you drive me crazy/I'd rather be alone But then I know my life would be so empty/As soon as you were gone

Impossible to live with you/But I could never live without you For whatever you do / for whatever you do/I never, never, never/Want to be in love with anyone but you

You make me sad/You make me strong/You make me mad/You make me long
for you / you make me long for you You make me live/You make me die/You make me laugh/You make me cry for you / you make me cry for you

*) I hate you/Then I love you/Then I love you/Then I hate you/Then I love, I love you more
For whatever you do/I never, never, never/ Want to be in love with anyone but you

You treat me wrong/You treat me right/You let me be/ You make me fight with you / I could never live with out you You make me high/You bring me down/You set me free/You hold me bound to you
*)
I never, never, never/I never, never, never/I never, never, never/ Want to be in love with anyone but you But you
===============
Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda duduk didepan mendampingiku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan paduka murka." gurau Susan.
===============
Susan mengajak kami makan malam di rumahnya. Aku tak dapat menolak setelah Magda menyetujui ajakan Susan. Sebenarnya aku tak rela lagi mampir dirumah itu, terlalu banyak kenangan yang terajut disana, mulai dari sofa, ruangan bar kecil dan tempat tidur; kesemuanya menjadi saksi bisu selama -kurang lebih sepuluh minggu.

Seperti biasanya, Susan tak pernah membiarkan pembantunya melayani aku dan Susan ketika makan bersama. Aku berbisik kepada Magda agar ikut ke dapur mempersiapkan makanan. Aku menyusul setelah Magda kedapur. Kami bertiga di dapur bersama-sama mempersiapkan meski Susan melarangnya. Di meja makan, Susan menarik tangan Magda duduk disampingnya, menghadapku.

" Magda, kita duduk disni menghadap tuan paduk yang mulia," ujar Susan bergurau. Magda ketawa mendengar guyonan Susan. Suasana makan malam penuh kehangatan seperti tiga bersaudara dekat. Malam semakin larut, Aku dan Magda meniggalkan Susan dengan hati berat, karena telah terjalin kumunikasi yang akrab dan tulus diantara kami bertiga. Susan mencium pipi Maga dan memelukku erat dihadapan Magda. " Bang, hati- hati dijalan," pesannya. Selama dalam perjalanan, wajah Magda kurang ceria.

" Ada apa, kenapa wajahmu muram seperti itu,? tanyaku. Suara Magda tersendat: " Aku tak sangka Susan begitu hangat dan tulus. Beda ketika dia sedang memberi kuliah. Lain waktu, aku akan ajak Mawar main kerumahnya.
" Sekarang baru Magda rasakan kehangatan Susan. Hal yang sama aku rasakah sehingga aku larut dan melabrak tatanan kewajaran," ujarku, disambut anggukan Magda.
***
Tiga hari berikutnya, Susan datang kerumahku, kebetulan aku sedang dirumah Magda. Magda selalu menelefonku jika pada siang hari belum juga "melapor" kerumahnya. Suatu waktu dia pernah kesal karena aku tak datang kerumahnya. "Abang mentiko , sudah tahu mau pergi masih melalak kemana-mana," ujarnya kesal.

" Magda juga ikut-ikutan memasungku."
" Bangngng....! Aku tidak mau memasung. Abang sebentar lagi sudah mau pergi.!" teriaknya.
" Duh...masih gadis begini sudah darah tinggian," ujarku ngenyek.
" Bangng... aku bukan marah. Abang nggak mengerti perasaanku," balasnya lembut sambil meraih kedua tanganku dan menempelkan di sisi wajahnya.
" Abang salah mengerti" imbuhnya. Sikapnya kala itu, membuatku setengah pesong, benci tapi rindu.?

Ketika aku tiba di rumah, ibu kostku memberikan sebuah titipan dari Susan berisi surat singkat dan tiket pesawat Medan - Jakarta-Medan dengan status "open date."
Menurut ibu kos Susan menuliskannya diruang tamu. " Zung, maafkan aku tak bisa mengantarkanmu ke airport. Aku ragu, tak kuasa menahan diriku untuk melepaskanmu pergi. Aku juga tak mau melukai hati adikku Magda yang aku sangat sayangi. Selamat jalan bang. Kalau tidak keberatan setelah abang di Jakarta, sesekali telefonlah aku kekantor. Aku pasti sangat merindukanmu. Abang sudah tahu jadualku di kampus, bukan? Jangan biarkan aku tersiksa dengan rinduku. Aku merelakanmu pergi dengan adikku Magda. Aaku hanya ingin mendengar suaramu." Akhir tulisannya; "Peluk cium ku, Susan Raharjo Hendra."

Dua malam terakhir sebelum berangkat, Magda dan mami mengajakku menginap dirumahnya. Aku setuju kebetulan kedua orang tuaku tak jadi datang karena kesibukan. Setelah makan malam, aku dan Magda diruangan tamu hingga larut malam. Magda kesal ketika aku mau pergi tidur. " Zung, besok lusa kan mau berangkat. Kok tega amat abang mau tidur baru pukul dua belas," katanya kesal.

Aku mengalah menuruti permintaannya, begadang. Sebelumnya tak ada niat memberi surat Susan kepada Magda. Tetapi karena Magda ingin memperpanjang durasi pembicaran, aku menyerahkan surat Susan yang ditujukan padaku.

" Magda mau baca surat Susan yang terakhir? tanyaku. Magda semangat, segera berdiri menarik tanganku " Ayo bang ambilkan, aku mau baca."
Aku memberikan amplop titipan Susan berisi tiket dan suratnya. Sebelum Magda membaca isi suratnya, terlebih dahulu aku mengingatkan Magda: " Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Dia menduga hubungan kita kembali seperti sediakala. Magda, aku tak pernah sekalipun berbicara tentang kamu. Aku harap Magda tidak salah mengerti."

Magda menatapku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas hubungan kami.( Bersambung)

Los Angeles. March 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment