Thursday, March 5, 2009

Dosenku "Pacarku" (68)



"Please don't tell me how the story ends" This could be our last goodnight together/We may never pass this way again/ Just let me enjoy `til it's over or forever/Please don't tell me how the story ends

See the way our shadows come together/Softer than your fingers on my skin/ Someday this may be all that we'll remember of each other/Please don't tell me how the story ends

( 2 X) Never's just the echo of forever/Lonesome as the love that might have been
Just let me go on loving and believing `til it's over/Please don't tell me how the story ends
Please don't tell me how the story ends......
==============
Magda berlutut disisi tempat tidur. " Bang maafkan aku iya!" pintanya sendu. Tak lama kemudian dia bangkit. Dia kembali mencium keningku seraya berujar, " malam baik bang, selamat bermimpi indah."
==============
SEBELUM keluar, Magda menutupi seluruh tubuhku dengan selimut di iringi senyuman. Kedua tangannya mengelus wajahku dalam pembaringan. Namun tidak lama kemudian, senyumannya berubah menjadi tangisan, ketika meninggalkan kamarku. Sepertinya ada cetusan perasaan yang tak dapat diungkapkannya. Ah..seandainya aku bisa berjalan sempurna, tak akan aku biarkan dia meninggalkanku dengan linangan air mata. Magda menutup pintu kamarku dengan perlahan, mulutnya menahan isak.

Aku tak habis pikir, apa yang dia tangisi. Ketika aku membujuknya merajut kembali hubungan kami, dia menggelengkan kepala dan berkata, tidak!. Ah..sebuah misteri cinta yang selalu muncul diantara suka, luka dan duka.
***
Aku tidak menemukan inanguda, mami Magda, ketika aku bangun dari peraduan malam. Kini aku merasa tersiksa, karena tongkatku ditinggal di ruang teras. Aku meyusuri ruangan dengan tertatih-tatih, tanganku topangkan ke dinding sambil berambat menuju ruangan teras.

Sejenak berikutnya, aku melihat Magda muncul di pintu kamar. Wajahnya kuyu sementara matanya masih tampak sembab. Pakaiannya masih sama seperti yang dikenakan tadi malam. Aku bersikap ramah dan menyapanya.
" Ito, nggak jadi ke pasar ?" tanyaku sambil melangkah menuju ruang teras. Magda menyongsong dan membantuku. Spontan dia memeluk ketika aku hampir jatuh.

"Ini semua gara-gara kamu," ujarku ketika dia menahan tubuhku.
" Kenapa bang, kok pagi-pagi sudah marah?"
" Iyalah, tadi malam, tongkat kau suruh tinggalkan diteras, akhirnya seperti ini, aku tersiksa."
"Kenapa nggak abang bangunkan Magda.?"
" Manalah aku tahu, jika Magda masih ada dikamar. Kalau aku tahu, nggak usah di ketuk, aku langsung tidur bersamamu."

" Enak saja, memang aku ibu Susan."
"Memang bukan! Tapi apa bedanya kamu dengan Susan, sama-sama perempuan yang jatuh cinta padaku."
" Zung, nanti aku benar-benar lepaskan pegangannya."
" Terserah kamu, memang nasib orang lemah seperti ini, selalu tertindas!"
" Oalah..bang, pagi-pagi kita sudah ribut. Kapan kita damainya bang.!?"

" Jika, hati ketemu hati, mata ketemu mata, mulut ketemu... " sebelum mengakihir kalimat ku, tiba-tiba tangannya membekap mulutku.
" Nah kan ? Ini juga bentuk penindasan, bicarapun aku tak bebas, mulutku di bungkam, ekspresi di berangus," ucapku, setelah Magda melepaskan tangannya dari mulutku. Aku mempererat peganganku di atas bahunya. Magda menatap. Dia masih memapahku hingga ke ruang teras.

" Zung sudah selesai "pidato"? ucapnya setelah aku duduk. Magda permisi dan meninggalkanku. "Aku mau mandi dulu bang," mohonnya.
"Perlu ditemani ?"
" Boleh bang, tapi abang jangan pakai tongkat dan kaki.!"
" Maksud mu apa.?"
" Abang boleh datang, terbang. Aku tungguin abang dikamar mandi.!" jawabnya membalas gurauanku. Ah....wajahnya kuyu, mata sembab, tetapi sepertinya hati masih berbunga-bunga. Aku semakin bingung "menerjemahkan" semua kejadian sejak tengah malam hingga pagi ini. Ada apa diantara tangis dan tawa.? ( Bersambung)

Los Angeles, March 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment