Thursday, January 22, 2009

Magdalena (6)

Christine Panjaitan - Tangan Tak Sampai

http://www.youtube.com/watch?v=GP1fGb53l5Q

===========
Tamparan keras terasa diwajahku. Dia beranjak hendak pulang. Kutahan dia dengan tenaga yang masih tersisa. Aku tak kuat, aku jatuh sempoyongan tepat kepangkuannya tapi tak muntah. Dibiarkannya aku sesaat dipangkuannya.
===========

Perlahan diangkatnya punggungku, aku kembali pada posisiku semula. Aku utarakan lagi apa maksud aku telah lulus memuakkan."Magda ....yah..hidup ini memuakkan, sangat memuakkan". Kuraih tangan dan menciumnya kemudian ku lanjutkan, "menurut adat kau adalah saudara sepupuku, itoku".
"Maksudmu apa," sergahnya.

"Iya... kita tak dapat melanjutkan hubungan kita," jawabku
"Persetan dengan adat kamu itu, aku tak peduli. Tidak bang.. tidakk ....kita....," kalimatnya terputus. Kubiarkan dia terisak meski hatiku bagaikan tertikam sembilu.
" Kita adalah korban adat Magda. Sudahlah pulanglah, sekarang pukul sebelas, nanti inanguda kecarian, " bujuk ku.
Magda menggelengkan kepala bahkan mendekapku semakin erat seakan tak mau melepaskannya.

Pengaruh minumanku pun terasa hilang. Lagi-lagi ku bujuk supaya dia pulang. Dia masih didalam dekapanku terisak. Air matanya membasahi dadaku yang semakin sesak itu.

Setelah cukup lama menangis, isakannya berkurang, sepertinya dia kelelahan. Ku merebahkan dia ditempat tidur ukuran twin itu. Dia raihnya t-shirtku dari pangkuanku, ditutupkan ke wajahnya, kembali dia merintih sedih. Akhirnya aku runtuh juga, tak kuasa menahan kesedihannya. Aku memeluknya, membuat dia semakin terisak tapi tak berucap kata.

Dia membalas pelukanku, detak-detak jantung menyatu dalam keheningan malam. Aku men cium kening dan kubelai rambutnya. Ketelinganya, aku bisikkan, Magdalena I love you so much. Ucapan cinta itu berhasil menghentikan tangisannya. Sementara aku tersiksa dengan kalimat yang baru saja aku ucapkan yang sekedar pelipur lara. Kami bangkit dan melepaskan pelukan, dia mencium bibirku untuk kali pertama.

Akupun lupa kalau dia itoku sejak dua minggu lalu. Malam itu aku dan Magda mengarungi samudera kenangan ditengah riak dan gelombang. Sungguh kami tidak berbuat melebihi pelukan dan ciuman kasih sayang.

Aku selalu ingat pesan ibuku, "Amang...unang sega i jala parmeam-meam boru ni halak, adong do ibotom" nasehatnya.( Jangan kau rusak dan kau main-mainkan anak orang, kau juga punya adik perempuan)

Bang besok datang kerumah iya," bisiknya ketelingaku. Aku iyakan ajakannya. Ku tuntun dia menuju pintu kamarku.
"Sisir rambutnya bang," pintanya sambil menyerahkan kunci motor. Tangan Magda melingkar di pinggangku erat dan merapatkan tubuhnya dalam boncenganku. Batin semakin tersiksa karena aku harus menjauhinya sebab dia adalah saudara sepupu atau ito setelah teroreh asmara.

" Aku telah mendengar cerita dari pamanmu. Mami Magda itu adik ku, jadi kau panggil ito sama dia," ujar ibuku belum lama setelah kunjungan paman ku ke rumah Magdalena. Kalimat ibuku yang membuat hatiku semakin hancur. Aku tak berani melawan nasihat ibuku sejak kecil. Aku sangat sayang padanya.

Aku kembali kekamar yang baru saja mengukir kenangan manis berujung pahit itu. Ku cari foto-foto kami ketika lulusan es- em -a dan sarjana muda. Aku memejamkan mata, sesugukan. Aku cium foto-fotonya sekedar pelepas dera.

" Magda, bukan aku tak sudi tetapi aku tak kuasa melawan adat jahanam itu, tak kuasa melawan ibuku inang tuamu itu. Biarlah cintaku yang putih bagai salju itu melekat dalam pualam hatimu Magdalena," suaraku lirih.
Aku letih, pikiran kusut, aku tertidur membawa sejuta kenangan. Tak tahu apa yang akan terjadi esok dengan Magda, inaguda dan amangudaku, orang tuanya Magda.

( Bersambung)

Los Angeles, January 2009
Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment