Thursday, January 22, 2009

Magdalena (9)


=============
Malam ini diruang sempit dan pengap karena cinta,dua anak manusia duduk gelisah sekaligus mencekam.
=============

"Ayolah bang kita pulang,” katanya memecahkan kesunyian kami beberapa saat sambil dia beranjak dari tempat duduknya. Tampaknya dia tak bergairah, lesu.
Nggak jadi kita beli buku’”? kataku menggoda. Ehhhh malah dia menatapku dan duduk lagi.
“Apalagi nih bang lanjutnya...belum puas kau memfitnah. Belum puas abang menghinaku,” suaranya bergetar. Rupanya dia kuatir nama-nama lelaki yang ku sebutkan sebelumnya muncul lagi....

Ah geli rasanya padahal aku cuma ngomong seadanya, dasar anak belum pernah bercinta. Nggak sepertiku yang pernah jungkir balik dalam arena cinta, walau hanya cinta monyet.

Magda tertunduk sambil mempermainkan jari jemarinya, sesekali dia menggeleng kepalanya perlahan. Bah, putus aku urusan airmata lagi pikirku. Sebelum airmatanya terurai aku segera bergegas meraih kunci motor dari tangannya, " Ayo Magda, aku antar kamu pulang" ajakku serius.

Sungguh aku tak ingin lagi runtuh karena tetesan airmata. Cukup sudah dadaku menampung cucuran airmatanya tadi malam. Apakah cinta harus selalu dibarengi air mata, nggaklah. Urusan yang satu ini memang aku rapuh. Sama rapuhnya ketika aku membalas surat Bunga empat tahun lalu.

Ketika itu Bunga mendatangiku ke rumah Magda, tatkala aku dan Magda sedang belajar. Bunga menumpahkan seluruh isi hatinya diiringi tangisan dan airmata. Magda ikut terbawa perasaan mendengar tuturan Bunga, mata Magda memerah. Setelah bunga pulang Magda berkata : “Tan Zung..kasihan dia, kan bukan dia yang salah.

”Apa maksud mu," tanyaku.

“Ya, lanjut lagilah kalian. Kan kau berhubungan dengan Bunga bukan dengan mamanya ” ujarnya serius.
"Lanjut katamu. Rabu, duapuluh enam bulan Agustus depan, dia mau menikah sama anak Akademi Ilmu Pelayaran dari Jakarta itu."

“Bah, pestanya pas ulang tahun abang.” katanya dengan wajah serius.
" Ehh..kenapa pula kau sangkut pautkan pestanya dengan ulang tahunku ? Tahukah kau Magda, mamanya tergiur karena baju seragam calon mantunya itu. Aku kira mamanya salah duga, dia kira calon Bunga itu Angkatan Laut,” kataku.
"Sudah...sudah kau ngelantur, masak serendah itu pikiran mamanya” ujarnya mengakhiri pembiraan mengenai Bunga ketika itu.
***
Meski aku sudah mengajak Magda pulang, dia tak mau beranjak dari tempat duduknya. Dia malah menepiskan tanganku ketika ku meraih tangannya mengajak pulang, dia merajuk habis. Aku kehabisan akal, strategi apalagi yang harus aku lakukan.
Oalah...menghadapi wanita selugu Magda ini teramat susah. Beruntunglah pria yang menyunting dia ini nanti, pikirku. Aku sudah trainning dia habis-habisan.
Aku mulai belajar dan memahaminya sejak peristiwa tadi malam. Jangan di usili, elus hatinya. Perlahan aku merangkul pundaknya, dia diam tanpa reaksi. Ku permankan rambutnya, kugerai dan kugulung berulang. Tampaknya dia menikmati permainan itu. Diusapnya matanya, ahhhh...dia bernafas lepas, aku juga.
***
“Bang, Sabtu besok aku dan Mawar mau menghadiri pesta pernikahan Bistok teman kita dulu, ikut iya,”bujuknya sambil menaruh tangannya kepangkuanku.
Tak kubiarkan tangannya nganggur terlalu lama dipangkuanku. Aku raih tanganya kugenggam erat, kedua telapak tangan kami menyatu, hangat . Dia tak berontak lagi seperti direstaurant Kp. Keling beberapa hari lalu.

Dia menggeser posisi duduknya dan,"hmmmmm ... Zung," ujarnya sambil tangan kanannya menutup bibirku. Aku biarkan tanganya berlabuh menutup bibirku dan perlahan dia mendekatkan wajahnya kemudian menciumku. Akupun diam tak berontak tapi perasaanku panas dingin jugalah. Otakku yang dijejali persoalan na ma rito karena hubungan kekerabatan dari marga ibu, sedikit luntur lagi. Ciumannya beda dengan tadi malam. Otakku pun sukar menguraikannya, kecuali hatik u.

Puas dia menciumiku, tetapi aku antara ya dan tidak. Selama persoalan adat jahanam itu tetap nyangkut dikepala, hatiku setengah-setengah pula. Kami akhiri babakan itu dengan mulus. Rasanya aku mau berlama-lamaan lagi dengan Magda dikamarku. Tak peduli hingga pukul berapa. Tadinya aku yang mendesak pulang kini malah berusaha supaya dia tetap bertahan.

Agar Magda lebih lagi bersamaku, aku melanjutkan lagi tentang si Bistok yang mau nikah itu. " Si Bistok sijerawat batu teman kita di es-em-a itu mau nikah?. Adanya rupanya cewek mau sama dia.? Jadi ditinggalkannya kau,” kataku usil. “Bangngng.....aaahhh “ katanya manja sambil memukul-mukul dada ku.( Bersambung)

Los Angeles - January, 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment