Thursday, February 19, 2009

Dosenku "Pacarku" (23)

Tragedy
Time after time/You turn on what I thought was goodAnd leave me behind/You should have loved me like you know that youcouldBut oh- no this won't be no hard goodbye/Oh- no you can't hurt methis time

*) She doesn't love- On my lord/It doesn't mean it's a tragedy,tragedyShe doesn't mean it - say that she don't /This dosen't have to be atragedy, tragedyAll of my life/I was searching for the love that we hadWithout knowing why/You turned around and treat me so badBut oh- no I'll just hold my tears inside/ oh - no maybe you'll findanother lover who will cry

Back to *)

On the phone for hours/But we had very little conversationWe spoke of words with no meaning/We spoke of love with no end/I'lltell myself agian
Back to *)
===============
"Zung...tidak usah repot, duduk saja disini," serunya sambil mengembangkan senyum. Susan, kini telah dapat menguasai diri.
===============
SUSAN menujukkan wibawanya sebagai seorang guru alias dosen dalam sikapnya berbicara dan merespons setiap pembicaraanku dan bibi. Bahkan Susan tidak mau melayani guyonanku didepan bibi. Memperhatikan sikap Susan, aku sadar, didepan orang lain aku harus menghormatinya sebagai seorang dosen. Ibu kostku beranjak dari duduknya setelah kami bercakap-cakap selama belasan menit. Bibi menyuguhkan dua gelas air hangat," Silahkan minum bu, maaf, hanya air putih."

" Bapa ( panggilan kepada ponakan dari pihak adik/abang pria bibi, pen ) sudah makan? Bibi tadi bikin pecal dan goreng ikan asin," ujar bibi sambil beranjak meninggalkan aku dan Susan.
" Iya , sudah tadi sore. Aku makan dulu dirumah ibu Susan sebelum berangkat," jawabku

Ditengah cahaya lampu teplok, aku melihat perubahan wajah Susan, setelah mendengar bibi memanggilku "bapa". Aku mulai gelisah, khawatir Susan memaknai lain panggilan"bapak" terhadapku, kebetulan bibi sudah janda.

Aku takut Susan bereaksi mendadak seperti sikapnya ketika melihatku berbicara akrab dengan Nani. Lagi, bibi memanggilku bapa, ketika memberitahu lampu petromaknya kehabisan minyak. Susan menatapku tajam. Jantungku berdegup keras, aku takut Susan mengulah. Betapa capeknya lagi aku harus membujuk, sementara akupun sudah tak punya perbendaharaan kata bujuk rayu.

" Bu, minum airnya, mungkin ibu mau pulang sebelum larut malam," ucapku setengah mengusir, capek otakku sudah.
Bibi menimpali," bu, silahkan diminum airnya, hangat kok."
" Iya bu.." ujarnya ramah sambil mengangkat gelas minumannya

Kembali bibi bergabung dengan kami. Susan masih mau nimbrung setiap pembicaraan aku dan bibi dengan wajah ramah, tetapi Susan tak mau lagi menoleh aku meski dia masih mau menimpali pembicaraanku.

" Tadi pagi, ada perempuan mencari bapak, dia menunggu agak lama. Aku pikir bapa pulang setelah kuliah."
Oalahh..bibi menambah persoalan lagi, bicara perempuan lain didepan Susan. Aku tak merespon ucapan tante. Aku yakin, hati Susan terbakar, marah. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, tetap saja bibi balik ke perempuan yang mencariku pagi hari.

" Kalau nggak salah namanya Ira. Katanya, bapa ada janji dengan dia besok malam di..di... mana iya... aku lupa, tapi katanya dekat kantor pos besar, lapangan Merdeka. Pesannya, besok siang, bapa mampir kerumahnnya temani dia ke kampus, setelah itu baru ketempat kerjanya. Oh...iya dia meninggalkan surat untuk bapa, sebentar aku ambil."

Susan berusaha bersikap tenang, tetapi rona wajah tak dapat menutupi kedongkolan hatinya. Dia menggoyangkan ujung kakinya over konpensasi kegalauannya. Bibi menyerahkan envelopenya, pakai lem pula. Susan semakin galau, aku tahu dari kakinya, goyangannya semakin cepat.

Aku membuka amplop sementara mataku melirik Susan, wajahnya tegang. Dia mengalihkan rasa gelisah dengan membuka tas tangannya seakan mencari sesuatu. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment