Thursday, February 19, 2009

Dosenku "Pacarku" (25)


"What About Love"
Ive been lonely/Ive been waiting for you/ Im pretending and thats all /I can do The love Im sending/Aint making it through to your heart/Youve been hiding, never letting it show/ Always trying to keep it under control

You got it down and youre well/On the way to the top/But theres something that you forgot

What about love/Dont you want someone to care about you/What about love/ Dont let it slip away/What about love/I only want to share it with you /You might need it someday

I cant tell you what youre feeling inside/I cant sell you what you dont want to buy /Somethings missing and you got to/Look back on your life/You know something here just aint right

What about love/Dont you want someone to care about you/What about love/Dont let it slip away /What about love/I only want to share it with you/What about love/Dont
you want someone to care about you

What about love/Dont let it slip away/What about love/I only want to share it with you
==============
Bujuk lagilah dia, beruntung bapa mendapat seorang dosen....jangan sampai putus iya..bapa."
Hmm...bibi nggak tahu kalau Susan adalah isteri orang, bisikku dalam hati.
==============
"Siapa perempuan-permpuan cantik, yang datang tadi pagi dan siang itu" tanya bibi.
" Ban serap semuanya," jawabku tertawa
" Eh...bursik maho ( sialan lho,pen). "

" Siapa diantara mereka menurut bibi lebih cantik.?"
" Semuanya cantik-cantik. ibu dosen mu juga manis."
" Bagaimana dengan perempuan yang naik vesva itu, bibi senang yang mana, yang bikin surat atau temannya.?"
" Dua-duanya cantik. Tapi temannya yang menulis surat itu, senang aku lihatnya. Wajahnya ayu dan manis."

" Sudah aku ceraikan dia."
" Bagaimananya ini bapa, bicara sembarangan...hah..nggak bagus itu..." ujarnya serius.
" Iya, aku dulu pacaran dengan dia lima tahun lamanya tetapi beberapa bulan lalu kami tealah putus."
"Kenapa putus? tanya bibi ingin tahu.
" Orangtuanya menjodohkan dengan pria lain, aku marah. Tetapi yang pasti, karena kami tidak jodoh. Lima tahun pacaran lalu putus, sakit sekali. Itulah sebabnya pindah kesini. Aku ingin menenangkan diri.

" Bagaimana bapa bisa menenangkan diri, satu hari saja empat perempuan "menggangu"mu. "
" Bagaimana pendapat bibi, perempuan yang datang hanya sendiri, Ira.?"

" Aku suka dia, selain cantik, santun. Hidungnya mancung seperti hidung bapa," ucap bibi ketawa seraya menambahkan, "bapa jangan mata keranjang."
" Bibi tidak usah khawatir, kelak isi keranjangnya cuma satu dan untuk selamanya."
***
MAKIAN Susan masih lekat dalam otak, hanya gara-gara rasa cemburu berlebihan. Keputusanku berubah, --sebelumnya ingin menjelaskan kedatangan Ira, Magda dan Mawar -- aku tekad tidak akan menjumpainya lagi.

Soal skripsi, aku putuskan akan pilih dosen lain sebagai pembimbing , dengan resiko mengulang dari awal. Dalam hatiku; Beribu kembang tumbuh mekar di taman bahkan dipinggar jalan, tinggal petik jenis apa yang aku mau. Dua diantara seribu kembang , Mawar dan Ira masuk dalam nominasi.

Meski Mawar dalam urutan utama, tapi hatiku masih bimbang keseriusan hatinya. Mungkin juga dia masih terluka atas tragedi yang menimpa hubunganku dengan sahabatnya, Magdalena.

Esok siang setelah keributan dengan Susan, aku menemui Ira sesuai dengan pesan dalam suratnya. Ira sudah menungguku diteras rumah kos nya. Aku tidak melihat Sari temannya. "Sari dijemput pacarnya," ujar Ira.

" Pacar kamu mana.?"
" Belum punya. Nggak ada yang mau bang."
Nah...dia ini satu peluang lagi, menambal hati yang bolong, pikirku.
" Mana catatan yang abang janjikan minggu lalu, ?" tanya Ira, setelah melihat aku datang dengan tangan kosong.

Ops...sedikitpun tidak ingat padahal dalam suratnya kemarin pagi telah diepesankan. Sayang, surat Ira telah "dirampas" oleh Susan.
" Maaf, aku kelupaan. Aku janji, besok akan aku antar."
***
Ira mengajakku kekampus, dia tak canggung menyuruhku menunggu di kantin. Sepertinya kami telah lama bersahabat.
" Berapa lama aku harus menunggu Ira.?
" Nggak lama, cuma sebentar kok bang!" jawabnya, sambil pergi.
" Jangan terlalu lama, tidak ada yang kukenal di kampus ini. Kelamaan, Ira aku tinggal."

Mendengar ancamanku, Ira berbalik dan mendekatiku, "Abang kok galak benar." Ira masih di depanku merajuk. " Bang, jangan ditingga lah aku, Ira cuma sebentar," tambahnya sambil memegang kedua tanganku.

"Iya....sudah pergilah. Aku akan tunggu Ira sampai besok," ucapku sedikit dongkol. Ira meninggalkan dengan perasaan lega. Aku duduk sendirian di kantin.

Setelah beberapa lama, Ira menemuiku ke kantin. " Maaf bang menunggu kelamaan," ucapnya, karena aku menunggunya cukup lama.

" Tidak apa, yang penting bayarannya," balasku berguyon. Usai dari kampus, Ira mengajak ku mampir lagi kerumahnya.
" Bang, kita ke rumah dulu, masih ada waktu dua jam sebelum masuk kerja." ajaknya.

Tiba kami dirumahnya, Ira langsung menuju dapur. Ira memanggilku setelah beberapa saat aku ditinggal sendirian di ruang tamunya.
" Kesini bang, bantuin Ira, daripada sendirian duduk disana. Kita disini sambil ngobrol."

" Aku temui dia disana, Ira sedang memasak, " Ira, perjanjian kita aku hanya "mengawal"mu pulang dari discotik. Hari ini Ira menambah pekerjaan ku; mengawal mu ke kampus dan sekarang membantumu memasak. Nanti gajimu habis membayar "upah"ku."

Ira tertawa cekikan, genit. Iya..nggak apa-apa bang. "Nih... tolong diiris dulu bawangnya." Kacau, kali kedua perempuan, setelah Magdalena, berani menyuruhku, iris bawang lagi.

" Ira, memang ada "potongan"ku jadi tukang masak?
"Ada, nih pisaunya bang, iris kecil-kecil," jawabnya sambil menatapku.
Bah, berani benar kamu menyuruh, paksa lagi.
"Ayolah...bang...." desaknya.

Ira tetap berdiri dan menatap mataku. Aku tak menyentuh pisaunya. Perlahan tangan kirinya meletakkan pisau dan bawang kedalam laci dapur, sementara tangan kanan memegang tanganku , erat dan gemetar. (Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung

http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment