Monday, February 16, 2009

Dosenku "Pacarku" (8)

http://www.youtube.com/watch?v=yRGU0YF7g6g

Always And Forever
Always and forever/ Each moment with you /Is just like a dream to me/ That somehow came true, yeah / And I know tomorrow/Will still be the same / Cuz we got a life of love/That won’t ever change and / Everyday love me your own special way / Melt all my heart away with a smile/Take time to tell me you really care / And we’ll share tomorrow together/Ooh baby, I’ll always love you / forever ......

==============
Perempuan yang satu inipun menurutku aneh, "kesukaannya"dagu dan jari jemariku sering dimainkan dengan jari tangannya, entah dimana pula nikmatnya; sementara mantan pacarku, sukanya cium di pipi, kening dan cubitan sisi lambungku.
==============
Susan terus menikmati minuman chivas pilihannya, kepalanya masih terbaring dalam pangkuanku. Jari tangan kirinya meremas jari tanganku lembut, sementara jari tangan kanannya “berdendang” dipipiku seirama lagu mengalun, mulutnya bernyanyi lirih mengikuti lirik lagu dengan sempurna.
“Zung kau suka lagunya nggak? “
“Aku suka musiknya, tapi tak mengerti semua liriknya.”
Susan tertawa sambil mendongkakkan wajahnya kearahku, seraya tertawa.

Hahaha...Zung kampungan, kalau mau menjangkau dunia kamu harus dapat bahasa Inggeris dengan fasih.”
Mendengar kata”kampungan” yang sering disebut dalam beberapa percakapan, hatiku mendidih, panas. Sejenak Susan terdiam, wajahnya berubah setelah menatap wajahku.

“ Ada apa Zung, kenapa merengut begitu, ayo...Zung kenapa.....!?”
“ Beberapa kali Susan menyebutku kampungan, aku tak suka. Memang apa sih ukurannya sehingga”nilai” kampung selalu menjadi ukuran “kebodohan”.? ujarku kesal.
Susan kaget, dia segera beranjak dari pangkuanku sembari memperbaiki dasternya yang acak-acakan. Dalam redupnya ruangan, Susan menatapku sendu, dia mengangkat tubuhnya, duduk dalam pangkuanku. Dengan kedua tangannya—gemetar- memegang wajahku, dingin.

“Zung....Zung....maafkan aku. Tak ada niat merendahkan mu, maaf...Zung,” ujarnya sambil meggoyang-goyang wajahku seraya menambahkan, janji tidak akan mengulangi lagi......okay...Zung.?

Sedikit hatiku terobat mendengar niat tulusnya. Dalam hatiku; kena kau, tunggu yang berikut akan ku schak lagi sampai minta ampun, selanjutnya aku pegang kendali hingga akhirnya skripsiku kau selesaikan sendiri.

“ Zung....wake - up, I’m so...sorry....Zung....look at me,” pintanya memelas. Dia merangkulku erat, aku merasakah gemuruh detak jantungnya berpacu kencang. Melihat aku masih bersikap dingin, dia meletakkan kepalanya diatas bahu disisi kepalaku. Dia mengulang kembali “ulah”nya seperti ketika di discotik minggu lalu, mengigit ujung telingaku pelan dan berdesah..

Pengaruh minuman sirna terbawa rasa ketersinggungan hati, aku hanya duduk menahan beban tubuhnya yang masih dalam pangkuanku. Aku biarkan kepalanya disisi kepalaku beberapa saat. Susan, berbisik, “ nggak sangka kalau bang Tan Zung gampang tersinggung.”

“Susan, boleh kamu bicara apa saja, tetapi jangan merendahkan. Aku tak tahu, bagaimana sikap atau penilaianmu terhadap mereka yang tertinggal dikampung; terhadap mereka yang kurang berpendidikan oleh karena ketidak berdayaan keuangan mereka.... !”

Sebelum ku lanjutkan, Susan menutup bibirku dengan jarinya, “ Zung, aku senang mendengar “kuliah”mu, dan itu bagaian dari penilaianku tersendiri, nanti, ketika kamu berhadapan dengan ku di meja hijau. Zung...aku ini dosen mu.!”
“Tetapi tidak malam ini Susan.!”

Susan terhenyak mendengar jawaban singkatku. Dia masih dalam pangkuanku. Dia meluruskan wajahnya, menatap serius kewajah. Sebelum rasa kesalku mengkristal dalam hati Susan, buru-buru ku kecup keningnya.

Aku merasa kecut juga setelah dia mengingatkanku: “Aku ini dosen mu”. Kecupanku tak berbalas, dingin. Rasa kuatirku semakin menjadi-jadi, ketika dia mau memindahkan tubuhnya dari pangkuanku, hajab aku.
Terpaksa rayuan gaya “irama country” ku ganti dengan “dendang melayu” sambil menahan tubuhnya tetap dalam pangkuanku. Dengan hati berat dan terpaksa aku “korban”kan perasanku berujar, “honey...kenapa wajahmu begitu muram.?”

Wajahnya ku goyang-goyang dengan kedua tanganku, persis gayanya ketika aku sedang kesal padanya. Susan tetap diam, membisu. Hmmm.... selesailah aku malam ini, pikirku. Aku coba jurus lain bagaimana mencairkan suasana. Aku benar-benar ketakutan kalau nanti akan mempengaruhi perkuliahanku yang akan segera berakhir. ( Bersambung)

Los Angeles, February 2009

Tan Zung
http://telagasenja-tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment