Thursday, February 26, 2009

Dosenku "Pacarku" (49)



http://www.youtube.com/watch?v=-HhsPAk68PA

ALL MY LIFE
Am I really here in your arms /Its just like I dreamed it would be /I feel like we're frozen in time And you're the only one I can see

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you /All my Life And I never really knew how to love /I just hoped somehow I'd see /Asked for a little help from above /Send that angel down to me

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you /All my Life I never thought that I could feel a love so tender /I never thought
I /could let those feelings show /But now my heart is on my sleeve /and this love will never leave /I know /I know

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you All my Life /All my Life

Hey, I've looked All my Life for you /And now you're here /Hey, I've spent All my Life with you / All my Life


" Susan, tadi aku sudah sepakat, tidak akan menceritakan kisah keluarga mu kepada siapapun. Tetapi aku terinspirasi mau menuliskan cerita mirip dengan kisahmu ini dikoran tempatku "nyambi" ? Selama ini ini pemimpin redaksi selalu mengenyekku reporter "nekat".

Sebab, setiap laporan yang aku kirim, selalu bebenturan dengan pejabat pemerintah, iya.. mengenai penyelewengan dan penipuan uang rakyat di kabupaten tempat aku dilahirkan. Sehingga, orangtuaku pun terancam di kampung.

Aku ingin menulis cerita ini, karena sangat menarik, sekaligus menunjukkan kepada redaktur, bahwa akupun mampu menulis cerita yang mengharubirukan. Aku, sebenarnya bisa menuliskan cerita asmaraku dengan Magda, tetapi ceritanya terlalu umum, beda dengan kisahmu. Bagaimana Susan setuju.?"

" Terserah abang, kalau itu untuk kebaikan profesimu. Tetapi tolong bang, jangan menyebut namaku dan suamiku. Juga, jangan terlalu persis sama alur ceritanya."

"Terimakasih Susan, sebenarnya, profesi ku bukan wartawan. Selama ini aku mau menulis dikoran hanya jika rakyat kecil "disiksa dan diperas" pejabat negara ini. Hanya lewat medialah aku bisa "berteriak". Tak sedikitpun aku berniat jadi wartawan, aku ingin menjadi akuntan publik, sesuai dengan jurusanku."

" Zung, aku sudah capek, aku mau tidur. Atau kita tidur disini saja.?" tanyanya.

Aku setuju usulannya. Aku dan Susan berbaring berhimpitan di sofa"bersejarah" itu. Susan benar-benar kelelahan, dia tertidur pulas disampingku, sementara pikiranku kembali mengurut ceritanya sejak awal hingga akhir. Karena perasaan iba, sesekali aku menempelkan pipiku ke pipinya yang sedang terbaring pulas.

Sebelum aku tertidur, aku memangku Susan kekamarnya, meninggalkan dia tidur sendirian. Aku membujuk mataku agar rela terlelap, tetapi tak kunjung redup. Tak mau diajak kompromi dengan syaraf otakku yang terus terganggu dengan tragedi Susan.

Akhirnya setelah menjelang subuh, keletihan seharian melumpuhkan kebengalan syarafku, aku lelap. Aku merasakan sepasang bibir menyentuh keningku, "Zung..bangun sudah pukul sembilan. Tadi pagi abang mengingau, abang mimpi apa,? tanyanya.

" Oh..iya..aku bermimpi, tapi aku tak mengerti maknanya." ujarku, masih meringkuk dalam sofa.
" Zung, serius nih!? Ayo bang ceritakan..." desaknya, Susan duduk disiku. (Bersambung)

Los Angeles. Feberuary 2009

Tan Zung

No comments:

Post a Comment